•••
If I Could Why Not ?
•••Terkadang orang terdekat pun bisa menghianati.
Dua hal yang bisa kita percaya hanyalah Tuhan dan takdir.
Lalu satu hal yang setia hanya
diri kita sendiri.•
•
•
Malam semakin larut, terbukti dimana suasana sudah mulai tenang. Semua sudah terlelap, tapi tidak dengan pria ini. Baginya malam ini adalah malam yang tak akan pernah bisa damai untuknya terlelap.
Setelah memasuki kamarnya dengan susah payah, dirinya segera bersiap untuk tidur. Mengabaikan sakit di kaki juga bagian perut. Ia belum memberi cacing cacing ini asupan, tapi cacing ini diminta diam dengan pukulan. Kasihan sekali cacingnya, sudah jatuh ketimpa tangga pula.
Dengan keringat sebesar biji jangung di keningnya, juga raut wajah gelisah ia masih berusaha untuk keluar dari sana. Lebih baik terjaga dari pada melawan ketakutannya, begitu pikirnya.
Alam bawah sadar yang biasa disebut mimpi itu adalah ketakutan terbesarnya. Kilasan balik sepuluh tahun yang lalu selalu saja terulang saat matanya terpejam di malam hari. Tapi ia tak tahu saja, itu tak akan berlangsung lama.
Ceklek
Seseorang datang, masuk ke kamar Angkasa. Ini adalah kebiasaannya semenjak ia tahu dari beberapa pelayan, bahwa Angkasa sering terbangun di tengah malam dan pergi ke atap mansion setelahnya. Entah kenapa naluri seorang kakak tergerak begitu saja.
Dia Samudra, kadang dirinya bingung. Kemana rasa benci yang diangungkan oleh ego dalam dirinya? Kenapa melihat adiknya tidak bisa tidur saja membuatnya harus mengunjungi kamarnya. Sedangkan tadi, dirinya bahkan menghadiahinya pukulan karena rasa bencinya. Itu kita pikirkan nanti bersama Samudra.
"Jangan! Bunda! Ayah!," rancau Angkasa sembari bergerak gelisah di tengah ranjang. Samudra yang melihat itu lantas mendekat.
"Hah, ayah jangan. Pergi, hah jangan bawa mereka hah." Samudra mulai duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan Angkasa. Tak lupa usapan lembut di surai sang adik.
Dirinya tahu, Angkasa tidak sepenuhnya salah dalam insiden menghilangnya kedua orang tuanya. Tapi kebencian itu terus menghasut hati kecilnya untuk membenci. Samudra benci pada semesta yang terlalu sering mempermainkan kehidupannya.
"Stttt, mereka gak akan pergi."
Seperti sebuah mantra, Angkasa mulai tenang dalam tidurnya. Namun genggaman itu semakin erat oleh Angkasa, ia merasakan kehangatan dari genggaman itu. Samudra hanya bisa diam mematung. Walaupun berada di alam mimpi, Samudra tidak ingin membuatnya terbangun karena ia dengan rasa tak nyaman dengan genggaman sang adik.
Beberapa menit kemudian ia mulai mengalihkan atensinya pada sang adik. Dilihatnya lebam itu masih nampak mengerikan. Apalagi saat melihat kaki Angkasa yang terlihat biru dengan perban tipis, dikarenakan selimutnya tersingkap.
Kalian tahu samudra, bukankan itu biru. Tapi itu bila kalian lihat pada ketinggian di siang hari. Namun saat malam,samudra itu jernih bila kalian melihatnya menggunakan telapak tangan. Seperti itu pula Samudra yang ada disini, mungkin bisa saja semua beranggapan ia membenci Angkasa. Menyalahkan semuanya pada Angkasa, merasa kalau Angkasa adalah malapetaka untuk hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Why Not?/END [YoonTaeKook/All BTS]
Teen Fiction"Tapi kenapa? Kupikir kita sahabat?," "Kenapa ya? Karena kalian. Kalian penyebab semuanya terjadi, ..." *** "Ini pasti salah, dia gak akan mungkin ngelakuin semua itu. Dia sahabat gue, dia gak mungkin berkhianat." *** "Iya lo benar, gue anak mereka...