16. Celah

171 29 2
                                    

•••
If I Could Why Not ?
•••

Udara datang melalui celah, masalah datang melalui kesempatan, dan bahagia datang melalui keberhasilan.
Kadang kita perlukan puing kecil di masa lalu, yang terlihat
tak berharga namun harus ada bila
kita ingin sampai pada
bahagia.

Hari ini matahari beranjak pergi, mencoba membiarkan sinarnya bisa menerangi dunia melalui bulan. Tapi di ruangan ini masih belum ada yang beranjak pergi, baik yang terbaring di bankar ataupun yang terduduk di sebelahnya. Tautan tangan keduanya tak terlepas, seakan sedang mencoba mengisi kosong di hati keduanya.

Kenta masih setia menemani Angkasa yang sudah tak sadarkan diri dari tadi siang. Ia dibuat panik dengan mimisan yang terjadi setelah Angkasa memejamkan matanya digudang. Berakhirlah mereka di ruangan ini, dengan hening yang menemani. Tak lupa raut pucat milik Angkasa, selang infus dan nasal canula yang menambah kesan menyedihkan.

Sudah hampir delapan jam, dan Kenta masih setia disana. Hanya sesekali mengecek kondisi pasiennya.

"Kenapa semesta suka sekali bermain peran dengan banyak cara, seakan membuat semuanya seperti permainan saja. Kau mirip dengannya, tapi sayangnya semesta memilih ia untuk pergi lebih dulu pada pangkuan tuhan."

Kenta selalu teringat adiknya saat ia bersama Angkasa. Rasanya begitu nyaman, dan sangat persis seperti rasa bahagianya dulu. Sejenak Kenta memandang wajah itu, ia bisa lihat perlahan kelopak matanya terbuka.

"Angkasa dengar kakak?." Pertanyaan itu hanya dibalas anggukkan dari sang empu. Kenta sedikit bersabar, mungkin Angkasa belum benar benar tersadar.

"Ada yang sakit Sa?."

"Minum kak," lirih Angkasa sembari mencoba menyandarkan tubuhnya dibantu Kenta, lalu mengambil air dan membantu Angkasa kembali untuk minum.

"Sudah. Ada lagi?."

Sejenak Angkasa ingin menggeleng, tapi saat melihat ke samping angkasa di luar sana yang sudah menjadi kelabu membuatnya gelisah. Netranya mencari setiap objek pada dinding ruang ini, lalu terlihat jam yang menunjuk pukul 20.40. Itu semakin membuatnya tak tenang, mengingat terakhir kali ia pulang selarut ini dengan hadiah luka dihatinya.

"Pulang."

Kenta jelas terkejut, ia menggeleng setelahnya. Bagaimanapun kondisi pasien tetap prioritas nya dari pada menuruti permintaan pasien nakalnya ini.

"Tidak, kau harus menginap disini untuk dua hari kedepan," putus Kenta.

"Gak bisa kak, gue harus pulang. Orang rumah pasti nyariin, mereka kha..."

"Nyakin mereka nyariin? Berhenti untuk membuat ekspetasi saat kau sedang berada dalam realita, kasihanilah hatimu sendiri. Ia terlalu terluka untuk bisa kau katakan baik."

Untuk sejenak Angkasa membenarkan perkataan itu, tapi hatinya tidak. Bagaimanapun tempat itu adalah tempatnya untuk pulang, seberapa terlukannya ia. Angkasa akan tetap menyebut rumah itu tempat obatnya berada, meskipun kenyataan menentang dengan lantang.

If I Could Why Not?/END [YoonTaeKook/All BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang