●●●
If I Could Why Not ?
●●●Kau, kita semua mungkin tak tahu apa yang akan datang selanjutnya.
Kau pun sama, karena itu berhenti untuk menyimpulkan hal buruk sebaga akhir. Percayalah pada baik yang
datang bersama keajaiban
tuhan.●
●
●
"Om, om Kian?."
"Wah ingatannya boleh juga, kupikir benturan sepuluh tahun lalu cukup untuk membuatmu tak mengingatku. Harusnya ku beri lebih dari itu dulu, tapi tak apa. Setidaknya kau menjadi kelinci penurut sekarang, jadi ikuti aku."
Untuk sejenak Angkasa menghiraukan keterkejutannya, padahal dirinya pasti sudah tahu itu sendari kemarin. Tapi ia masih saja terkejut saat melihat ayah dari sahabat kakaknya ada disini. Seharusnya tidak hanya mereka, pasti akan ada yang datang setelah ini.
Tapi Kian tak tahu saja, akibat benturan supuluh tahun lalu membuat tuhan mempersingkat waktunya. Membuat ia masih merasakan pening di kepalanya, dan mungkin akan membuatnya mati perlahan di ranjang rumah sakit.
"Kenapa? Kau berubah pikiran setelah sampai disini. Sayang sekali, ternyata mantan sahabatku punya anak pengecut seperti mu," ucap Kian sembari terkekeh.
"Tentu tidak om, dan tidak ada yang namanya mantan sahabat."
"Ada, namanya penghianat. Benar?," tebak Kian.
Angkasa hanya menggeleng lantas melangkah mendekat.
"Tidak juga, penghianat juga seorang teman om. Ayo tunjukan jalannya, Angkasa rindu ayah bunda."
Kian sejenak terpaku pada manik mata milik Angkasa, terlalu banyak rasa percaya disana. Padahal ia yakin kecewa sudah berkali kali menghempasnya, tapi bagaikan karang kepercayaan itu masih saja kokoh. Kian pun segera memimpin jalan, diikuti Angkasa.
Langkah mereka lantas maju lebih dalam, hampir menelusuri setiap sudut bagunan ini. Terdapat beberapa manusia robot yang berjaga disana, dan itu menarik atensi Angkasa sedari tadi.
"Kenapa manusia robot ini tidak bergerak?," tanya Angkasa penasaran.
"Kau sungguh ingin tahu? Ini mungkin sedikit mengejutkan." Kian hanya mendapat anggukkan dari Angkasa.
"Baiklah kalau kau memaksa, semua manusia robot ini belum sempurna. Ayah dan bunda mu itu begitu kukuh untuk tidak memberitahu kami dimana cetak biru untuk membuat otaknya, tapi anaknya malah dengan sukarela memberikannya padaku. Aku sangat ingin melihat kepercayaanmu itu runtuh karena rasa kecewa dari orang tuamu," jelas Kian.
Ia bahkan sempat untuk menunjuk pada brankas yang Angkasa bawa. Tapi lagi lagi Angkasa berusaha menekan egonya, ia tak boleh memperlihatkan sisi lemah nya sekarang.
"Kita lihat nanti om, aku juga ingin melihat kecewanya putramu atas tingkah kalian. Tapi ku rasa pertunjukannya sudah selesai, benar bukan?," sambung Angkasa sembari terkekeh.
"Hahaha, ternyata menjadi orang yang tak tahu apa apa itu akan seperti dirimu."
●
●
●
"Kek, kita sudah menemukan lokasinya. Apakah kita akan memanggil polisi kesana sekarang?," tanya Samudra.
"Kita bisa mempersiapkan keberangkatannya sekarang, dilihat dari jaraknya ini bisa dibilang lumayan jauh. Kita akan memakan banyak waktu bila menundanya," jelas Sena.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Why Not?/END [YoonTaeKook/All BTS]
Fiksi Remaja"Tapi kenapa? Kupikir kita sahabat?," "Kenapa ya? Karena kalian. Kalian penyebab semuanya terjadi, ..." *** "Ini pasti salah, dia gak akan mungkin ngelakuin semua itu. Dia sahabat gue, dia gak mungkin berkhianat." *** "Iya lo benar, gue anak mereka...