●●●
If I Could Why Not ?
●●●Mengerti itu berbeda dengan tahu. Saat kita mengerti kita juga mengetahui yang terjadi, tapi saat kita hanya tahu hati seakan menjadi bisu.
Seolah tak bisa lagi, bahkan untuk sekedar singgah dan tetapkan hati.●
●
●
Langkah itu terus ia bawa untuk masuk lebih dalam, tidak mudah karena banyaknya orang disini. Tapi akhirnya langkah itu berhenti setelah menemukan yang sedari tadi ia cari.
"Dari mana aja lo? Ke toilet kok seabad, kita bahkan sudah beres menyiapkan tempat. Tadinya juga kita akan mulai terlebih dulu, kenapa lama?."
"Emm... itu toiletnya kan ngantri. Jadi La-Aku lama nunggu, lagian gak selama itu deh."
Mereka pun mulai duduk di tikar yang sudah disiapkan, melihat pemandangan pantai yang tak terlalu ramai karena selain pengunjung belum tahu letak pantai baru ini kebanyakan yang lainnya menyibukan diri dengan toko suvenir dan resto di depan sana.
"Apa lo bilang? Gak lama, lo itu pergi sekitar 30 menit 27 detik tahu gak? Dan gue lumuran nungguin lo," omel Nathan sembari memakan makanan yang mereka bawa, Hasan masih sibuk dengan kamera ponselnya dan Novan sibuk dengan buku ilmiah di tangannya.
"Akurat sekali, perasaan aku tidak pergi selama itu deh Nat," sahut Langit yang mulai terhayut pada pemandangan di depan sana.
Ya, mereka sedang bertukar posisi. Cukup aku dan kalian yang tahu. Aku tak ingin alurnya berubah lagi karena mereka tahu sebelum waktunya, karena si kembar juga tak suka dengan itu.
"Nat? Kok anehnya? Biasanya lo panggil gue Than atau Nathan, dan kenapa juga baju lo beda? Lo ngapain aja sih," tanya Nathan mulai menyelidiki.
Langit hampir sana mengumpat jika ia tidak sadar bahwa dirinya sedang menjadi Angkasa disini, ia tak mau pengamatannya terbongkar sebelum misi nya selesai. Ia harus membuat alibi juga untuk ini, Langit tidak menyangka Nathan akan jauh lebih cerewet dari pada Seta.
"Emm... tadi itu pas aku keluar toilet ada yang gak sengaja nambrak terus numpahin minuman, jadi aku ganti deh pakai baju di toko. Aku kan gak bawa baju ganti, gitu."
Sejenak Nathan menajamkan pandangannya pada manik mata di sebelahnya, seperti seorang detektif yang menanyai tersangka. Langit jadi ingat perkataan Angkasa beberapa waktu lalu.
"Setahu aku, kamu harus sabar jadi aku. Dirumah kamu akan teruji sama dua abang kita, dan saat disini cobalah bersikap sepertiku. Lalu bila kau akan mencari alibi, pilih alibi yang bisa masuk dalam logika. Setahu ku mereka tak bisa diam jika aku sudah bertingkah aneh, mungkin ini karena masa laluku. Jadi..."
"Panjang amat Sa, lo mau ngejelasin apa ngedongeng. Gue ngantuk tahu gak?."
"Bang Langit, ini juga buat rencana abtrak kamu itu. Jadi dengarkan baik baik dan berhenti membuat kecurigaan orang lain."
"Ne, ne, ne."
"Benar Sa? Lo gak lagi bohongin gue kan?."
"Ya enggak lah, buat apa juga."
"Oh ya udah yuk main mumpung gak banyak ombak."
Tangan Langit pun ditarik mendekat ke bibir pantai, jujur langit lebih suka melihat dari pada bermain di pantai. Tapi ia harus bisa sebaik mungkin menjadi Angkasa. Mereka pun menghabiskan waktu dengan banyak tawa dan rasa bahagia di tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Why Not?/END [YoonTaeKook/All BTS]
Teen Fiction"Tapi kenapa? Kupikir kita sahabat?," "Kenapa ya? Karena kalian. Kalian penyebab semuanya terjadi, ..." *** "Ini pasti salah, dia gak akan mungkin ngelakuin semua itu. Dia sahabat gue, dia gak mungkin berkhianat." *** "Iya lo benar, gue anak mereka...