~ With You ~

884 113 33
                                    


Sana segera menghampiri Dahyun dan merebut ponselnya itu dengan cepat. Ia segera membuka riwayat panggilan, dan ternyat yang terakhir menelponnya adalah Mrs.Kim bukan Hanbin.

Sanapun tersenyum lega melihat itu, tapi ia segera menatap tajam Dahyun.

"Kamu...... kenapa ga bilang kalau kamu pendonornya hah?!" Marah Sana

Dahyun hanya diam, dirinya bingung mau menjawab apa. Dahyunpun bergerak untuk mengambil ponselnya yang berada ditangan Sana, reflek Sana langsung menjauhkan ponsel itu dari Dahyun.

Dahyunpun ngotot untuk mengambil ponselnya alhasil dia malah meringis kesakitan memegang punggungnya.

Sana langsung menatap khawatir Dahyun, tak tau apa yang harus dilakukan. Sana hanya bisa mengelus punggung Dahyun berharap rasa sakit itu yang dirasakan Dahyun berkurang bahkan menghilang.

Dahyun yang menghela nafasnya kasar dan bergerak untuk menidurkan dirinya.

"Kamu kenapa kesini?" Tanya Dahyun

"Hah?! Masih nanya? Ya aku khawatir lah sama kamu, lagipula kamu begini juga karena aku" Ujar Sana

"Sudahlah aku tak apa, kamu bisa pulang sekarang" Ujar Dahyun malas

"Enggak! Kenapa ngusir sih?" Kesal Sana

"Terserah aku dong mau ngusir apa engga" Ujar Dahyun

Merekapun terus bertengkar sampai akhirnya Dahyun malas berdebat dengan Sana dan lebih memilih mengakhiri perdebatan tak berfaedah itu.

Dahyunpun memainkan ponselnya mengabaikan Sana yang kini mentapnya kesal.

"Waktu itu.. aku dengar teriakan kamu.... Apakah rasanya sakit sekali?" Tanya Sana lirih

"Ya.. sakit" Ujar Dahyun singkat

"Maaf dan terimakasih karena sudah mau mengorbankan semuanya untukku" Ujar Sana

"Ya anggap saja itu kado dariku, kado terakhir harus special bukan?" Ujar Dahyun

"Terakhir?" Heran Sana

"Iyalah! Kamu mau aku kasih apa lagi? Jantung? Mati dong aku" Marah Dahyun

"Jangan ngomong gitu! Omongan itu doa" Peringat Sana

Dahyunpun bergerak untuk mengambil apel, Sana yang peka langsung mengambilkannya dan memotongnya untuk Dahyun.

Ya Sana tau bahwa Dahyun biasa memakan apel dengan kulitnya jadi ia tidak perlu mengupas kulit apelnya.

Tak berhenti disitu, Sana juga menyuapi Dahyun walaupun sudah ditolak berkali-kali oleh Dahyun.

Dahyunpun hanya pasrah dengan perlakuan Sana ini. Bukan hanya pasrah secara fisik saja, ia juga pasrah akan jantungnya yang berdetak lebih cepat daripada biasanya.

Dahyun menyukai saat debaran itu semakin kencang, tapi Dahyun tidak mau merasakannya lagi karena ia tahu disetiap debaran itu selalu ada rasa sakit yang menunggunya.

Ya mencintai Sana sangatlah menyakitkan, Dahyun tidak mau merasakan sakit itu lagi.

Memeluk Sana bagaikan memeluk kaktus berduri, rasanya sangat sakit.

Menggenggam Sana rasanya seperti menggenggam air, terasa mustahil.

Menggapai Sana seperti menggapai langit, sangat tidak masuk akal.

Menyerah adalah jalan terbaik yang dipilih Dahyun.


Sedangkan keadaan Sana tidak berbeda jauh dengan Dahyun. Sana bisa merasakan debaran didadanya setiap ia menyuapi Dahyun.

Sacrifice [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang