50th

2.3K 542 94
                                    

"Tiati lo," Tutur kak Jihoon setelah mengantar gue sampai ke depan gerbang rumah. Tangannya sembari merapikan helaian-helaian kusut rambut gue. "Lo juga," Jawab gue seadanya.

Setelah rambut gue dirasa rapi, kak Jihoon mulai menyalakan mesin motornya kemudian bergeming. "Tunggu, gue mau cerita sama lo," Kata kak Jihoon kemudian kembali mematikan mesin motor.

Gue menaikkan sebelah alis, "E-emm, mau masuk dulu?" Tawar gue padanya. Raut kak Jihoon langsung berseri-seri kala mendengar tawaran tersebut, "Gue mau sih, tapi lain kali aja."

"Mau cerita apaan?" Tanya gue langsung ke inti karena sebenarnya gue kepo parah. Kak Jihoon bergeming lama, air mukanya yang jelas sedang serius langsung beralih menatap gue.

"Tapi rahasia-in ya," Kata kak Jihoon lantas gue mengangguk. Wajahnya mendekat pada telinga gue. Sayup-sayup suaranya membisik, "Gue lagi tertarik sama seseorang."

Ia kembali menarik wajahnya. Gue memasang raut bingung, "Terus?" Kak Jihoon menyengir sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal kemudian memohon, "Ini pertama kalinya buat gue, bantu gue ya?"

"Gue kan ga tau apa-apa tentang dia," Jawab gue bingung. Kak Jihoon tersenyum tenang sembari mengenakan helm, "Kapan-kapan gue cerita lagi. Gue pulang dulu ya dicariin emak gue."

Gue mengangguk seraya melambaikan tangan padanya. Tak lama, kak Jihoon menghilang dari pandangan gue. Karena gue ga ada kegiatan lain, gue putuskan untuk mandi dan tidur sore—

"Oi cewek!" Panggil seseorang dari arah belakang gue—rumah haruto—dan rasanya gue mengenali pemilik suara tengil tersebut. Gue segera menoleh kesal ke arah sumber suara.

"Halo kakak cantik," Ledek Jeongwoo yang mengenakan boxer spiderman serta kaus oblong tengah berdiri di pagar rumah keluarga Watanabe sembari menyengir. Ga ada malu emang.

"Abis jalan sama cowok kakak ya?" Tanya Jeongwoo iseng sambil sesekali melirik tampang Haruto yang kusut. Gue menatap Jeongwoo datar, "Tadi senior gue, minta diajarin sebelum ujian."

"Lo berdua kawanan? Baru ngeh gue. Lagi apa?" Tanya gue bertubi-tubi. "Sejak SMP kelas satu kita berdua kawanan, kak. Ini lagi mau kerja kelompok soalnya gue sama Haruto sekelas," Jelas Jeongwoo.

Gue mengangguk, "Kok gue jarang lihat elo berdua bareng? Biasanya Jeongwoo bareng Junghwan mulu."

"Jeongwoo mah ngajakin Junghwan mulu karena Junghwan polos. Diajakin bolos mau, bersihin toilet mau, dinistain mau. Besok-besok diajarin ajaran sesat juga mau," Celetuk Haruto.

Jeongwoo menyengir seolah tidak ada dosa. "Kak, bantuin kita kerjain tugas dong!" Ujarnya kemudian. Gue mengangguk tanpa berpikir, "Sini masuk, gue juga ga ada kerjaan."

Jeongwoo dan Haruto melesat menuju rumah gue dengan girang. Jujur saja, keduanya sangat lucu. Bahkan, gue sempat lupa insiden Haruto di sekolah pagi tadi.

"Junghwan ga lo berdua ajak kesini?" Tanya gue pada Jeongwoo dan Haruto. Keduanya menggeleng, "Beda kelompok, si Junghwan mah kalo keja kelompok selalu bareng si Inhong."

Gue terdiam kemudian mengangguk pelan, "Ooh." Rasanya gue agak sedih dan hilang semangat—tunggu, kenapa gue perlu ngerasa sedih?

"Kok dari tadi lo nyariin Junghwan, kak?" Tanya Jeongwoo penuh selidik. Gue mengedipkan mata kemudian menyengir, "Kakak gue beli kaset playstation baru buat dia mainin bareng Wawan."

"Junghwan sering main ke rumah kakak? Kalian deket ya?" Tanya Haruto setelah terdiam cukup lama. Gue menggeleng cepat seolah ketahuan selingkuh, "K-kami kebetulan beberapa kali main bareng."

"Ooh," Jawab Haruto.

Sumpah, atmosfer-nya ga enak. Bahkan Jeongwoo pun menatap tak nyaman pada kami berdua secara bergantian (seolah-olah dia mau pulang ke rumah saking ga enaknya).

Tiba-tiba, ponsel gue bergetar. Tampak nama dari sang penelepon muncul dari layar ponsel gue. Tangan gue meraih ponsel tersebut kemudian membawanya keluar rumah.

"Bentar ya, gue angkat telepon dulu. Lo berdua bisa bangunin kak Chanwoo, dia lagi tidur di kamar. Haruto tau kan tempatnya?" Tanya gue pada Haruto lantas keduanya berlalu.

Dobby Jelek is calling...

Ibu jari gue menggeser tombol hijau ke atas kemudian telepon pun tersambung. Gue segera menekan tombol loud speaker karena takut Dobby bakal teriak-teriak di call, "Kenapa, Dob?"

Sayup-sayup gue mendengar sebuah suara yang gue kenal dari seberang telepon. "Ga ada apa-apa sih, kak. Kangen hehe," Jawabnya sambil sesekali haha-hehe tak jelas.

"Mau apa lo, Dob? Kalo ga penting, gue matiin," Ancam gue.

"Buset galak, iya-iya maaf. Kakak di rumah ga? Gue mau bawain snack," Jawabnya.

"Di rumah, tapi ada tamu."

"Serius? Yah, gue keduluan dong."

Gue tak menjawab.

"Gue bawain aja deh, nanti lo keluar rumah bentar kalo bisa."

Gue menghela napas panjang, "Ga usah, Dobby. Lo makan aja snack -nya."

"Apa? Gue ga denger! Udah di jalan nih! I love you too!"

Pip.

Telepon terputus. Gue yakin Dobby pura-pura tuli tadi, entah karena apa dia nekat main kesini. Gue segera membalikkan tubuh untuk kembali masuk ke dalam rumah.

Namun, gue justru menabrak seseorang yang tengah menatap sedih kearah gue. Rupanya sedari tadi oknum tersebut berdiri tepat di belakang gue. Gue tersenyum kikuk, "Lo... ngapain?"

"Kakak... punya pacar ya?"

to be continued

umm- hai?

kasian, baru confess tadi pagi udah ketar-ketir aja:(

boyfriend ; treasure✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang