Gue meneguk habis sebotol air mineral yang Jeongwoo baru saja berikan. Setelah insiden jatuh, gue dan Jeongwoo memutuskan untuk makan kemudian pulang sebelum hari semakin petang.
"Pelan-pelan minumnya, ga ada yang bakal minta punya lo kok," Katanya dengan nada bicara yang terkesan khawatir meski terdengar seperti lelucon sementara gue menghiraukan pesannya.
Buru-buru gue membuang botol minuman tersebut kemudian berdiri sembari menarik pergelangan tangan Jeongwoo. "Ayo pulang, nanti orang tua lo khawatir," Ajak gue mengingat hari sudah petang.
Jeongwoo hanya menurut tanpa menjawab kata-kata gue. Tangannya menaut pada telapak tangan gue. Jeongwoo mengadahkan kepala, "Padahal gue ga masalah kalau pulang larut."
Buk!
"Lo ngape sih? Demen bener gebukin orang? Ikut tawuran noh daripada gebukin gue!" Tukas Jeongwoo kesal sembari mengusap pelan lengannya yang baru saja gue pukul.
Gue menyengir kemudian ikut mengusap pelan lengannya, "Maaf, gue ga bermaksud. Gue cuma-ya-ehm-lebih baik jangan sering pulang-pergi saat malam hari. Emangnya lo mangkal?"
"Yeu, gue kan bukan elo kak," Jawab Jeongwoo tanpa berpikir panjang dan sekali lagi—Buk! Mendapatkan hadiah berupa sebuah pukulan dari tangan gue yang terasa gatal.
"Sakit ashu," Umpat Jeongwoo dengan senyuman miris serta tangan yang mengusap pelan lengannya. Jeongwoo menambahi dengan gumaman, "Untung gue suka sama lo."
"Hah?"
"Bolot."
Buk!
"AAAAK!"
• • •
Jeongwoo dan gue terdiam selama berjalan menuju rumah gue—sibuk melayang dengan pikiran masing-masing. Jeongwoo buka suara, "Kak," Panggilnya dengan lembut.
Gue mengadahkan kepala—untuk menghadap wajahnya karena gue akui sebenarnya JEONGWOO TINGGI BANGET ANJIRAN—kemudian mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau nikung sahabat sendiri salah ga ya kira-kira?" Tanya Jeongwoo random sambil meregangkan otot-otot tubuhnya dan menguap. Gue mengerutkan dahi, "Mana gue tahu?"
"Kira-kira aja lah, bund," Cetus Jeongwoo malas. Gue memutar otak—barangkali, gue pernah melihat atau menyaksikan, atau mungkin mengenal seseorang yang memiliki kejadian yang sama.
"Kata orang-orang sih ga boleh, Woo. Tapi kalau lo emang sesuka itu, mungkin lo tahu jawaban lo sendiri. Kalau kata sohib gue, pastikan sahabat lo tau kalau kalian suka orang yang sama. Jangan sampai dia ga tau, nanti mikirnya elo main di belakang dia kan bahaya."
Jeongwoo terpana mendengar jawaban, "Bener juga, tumbenan lo?" Tanyanya bingung karena memang gue jarang bahas beginian. Sekalinya dibahas, bijak banget gue buset.
"Tau dah. Sohib gue pernah ngalamin hal yang sama abisnya. Mana curhat ke gue setiap hari, telinga gue pegel oncom," Omel gue. Sepertinya Jeongwoo memberi pengaruh buruk terhadap gue.
Tangan Jeongwoo menggapai pipi gue kemudian mencubitnya keras."Aaak- JEONGWOO LO NYUBITNYA GA NGOTAK!" Pekik gue. "Gemes banget lo," Balas Jeongwoo sambil menyengir gemas.
Gue menggebuk bahunya keras sementara sang empu mengaduh kesakitan sekaligus tertawa keras-keras tanpa merasa malu karena orang-orang mulai memperhatikannya.
"(y/n)!" Seru seseorang dari kejauhan—lebih tepatnya dari depan pagar rumah gue. Jeongwoo otomatis menarik tautan tangannya dari pipi gue dan tersenyum canggung.
"Asahi? Ada apa?" Tanya gue ketika presensi pemuda tersebut berlari mendekat kearah gue. Tanpa ada niat meninggalkan Jeongwoo, gue tetap berdiri di tempat.
"Bunda titip makanan," Jelas Asahi sembari sesekali melirik pada Jeongwoo yang memalingkan wajahnya dan bersiul seolah tidak ada yang terjadi. Jeongwoo ini lumayan konyol memang.
"Udah masuk?" Tanya gue lagi. Asahi menggeleng kemudian kembali sesekali melirik pada Jeongwoo yang masih memalingkan wajahnya, "Lo abis darimana? Udah makan?"
"Udah, tadi gue dibeliin makan sama dia!" Seru gue sambil menunjuk Jeongwoo yang telinganya memerah. Pemuda tersebut lantas menghadap gue dan Asahi, "Gue pamit pulang duluan ya, kak."
"Kok buru-buru?" Tanya gue sembari refleks mencekal tangan Jeongwoo sebelum ia sempat berlalu. Ia tersenyum canggung menatap, "Takut dicari orang tua gue, nanti gue chat lo."
"Gue tunggu," Kata gue lantas Jeongwoo pergi dari hadapan gue dan Asahi. Gue melambaikan tangan pada Jeongwoo hingga presensinya menghilang sementara Asahi menatap gue julid.
"Itu siapa?" Tanya Asahi.
"Temen Haruto," Jawab gue seadanya.
"Kok bisa main sama elo?"
"Ya gitu deh."
"Gitu gimana?"
"Bawel."
to be continued
hai~
KAMU SEDANG MEMBACA
boyfriend ; treasure✓
Fiksi Penggemar↬ completed Bagaimana rasanya dikelilingi tiga belas laki-laki yang menyukaimu?