Tidak bisa tidur, gue segera turun menuju dapur untuk mendapatkan segelas susu hangat disana. Sembari mengusap mata, kaki gue perlahan menuruni satu persatu anak tangga.
Namun, sepertinya gue mendengar suara gaduh dari ruang keluarga. Segeralah gue menuju ruangan tersebut dan mendapati dua onggok manusia yang tak berhenti berkutat di depan televisi.
"Gue main sama lo menang mulu sampe bosen menang. Tau ah, mau ngampus," Tutur kak Chanwoo setelah permainan game -nya dengan Jeongwoo berakhir. Ia segera beranjak dari duduknya.
"Ga mau main sekali lagi, bang?" Tanya Jeongwoo memelas sambil menarik ujung baju kakak semata wayang gue. Kak Chanwoo menatapnya datar, "Lo cocoknya main boneka barbie."
"Kampret," Kata Jeongwoo seraya melempar bantal kearah kak Chanwoo sementara sang empu yang terkena lemparan lari terbirit-birit. Bisa-bisanya si Wowo berani kurang ajar.
Gue segera duduk di sebelah Jeongwoo. "Lo ga dicariin orang tua lo?" Tanya gue sambil melirik jam dinding. Jeongwoo mengikuti arah pandangan gue kemudian berkata, "Bentar lagi gue balik."
Oknum bernama Park Wowo ini sepertinya sangat betah berada di dalam rumah gue. Padahal sohibnya alias Hartono sudah pulang ke rumah lebih dulu. Si Jeongwoo ga punya rumah kali ya.
Otak gue yang sibuk berputar keras lantas menemukan sebuah ide. "Mau jalan ke taman?" Tawar gue yang kebetulan sedang ingin makan es krim. Jeongwoo mengangguk sumringah.
"Anjing lo ga diajak jalan?" Tanya Jeongwoo sembari mengedarkan pandangan pada halaman depan rumah gue. Gue memiringkan kepala, "Lo tau darimana gue punya anjing?"
"Naruto bacot mulu cerita tentang lo begini lo begitu, mana diulang-ulangin mulu tuh cerita setiap hari. Muak gue dengernya. Dikira gue bakal ulangan kali," Omel Jeongwoo.
Jeongwoo ini kalau mulutnya sudah mulai mengomel—beuh selevel sama emak-emak komplek perumahan gue. Mana tatapannya suka berubah sinis, mulutnya pun tajam.
"Congor lo udah mirip emak-emak noh, jadi tukang sayur gih," Tukas gue membuat Jeongwoo mendengus kesal.
Ping!
Sebuah notifikasi terkirim pada ponsel gue. Merasa penasaran, akhirnya gue membuka ponsel dan melihat isi room chat yang terpampang pada beranda aplikasi obrolan.
Notifikasi pesan tersebut berasal dari teman gue, Kak Yoshi. Entah apa yang sedang ia butuhkan—gue pun jadi penasaran. Segera gue berniat untuk membuka ruang obrolannya.
"Jalan bareng gue ga asik ya, kak?" Celetuk Jeongwoo tiba-tiba membuat gue refleks langsung mengalihkan seluruh atensi yang gue miliki pada bocah bayi serigala tersebut.
"Seru kok," Jawab gue seadanya. Tapi Jeongwoo justru kembali cemberut dan melontarkan kalimat yang tertahan, "Lo bilang seru, tapi malah main ponsel di saat kita jalan begini."
Gue mengerjap—mencerna kata-katanya selama beberapa detik kemudian tertawa kecil sambil mematikan ponsel gue. "Udah gue matiin tuh ponselnya," Kata gue sambil memamerkan layar ponsel.
Jeongwoo menyengir lantas menarik pergelangan tangan gue dan berlari.
• • •
"Jeongwoo, berhenti dulu—Woo!" Seru gue tertatih-tatih berlari dan berusaha menyejajarkan langkah gue dengan langkah Jeongwoo meski hasilnya nihil. Jeongwoo pun tidak mendengarkan gue.
Gue menarik napas dalam-dalam kemudian kembali berteriak padanya, "Woo, stop—"
Bruk!
Jeongwoo yang mendengar suara tersebut buru-buru menoleh dan menghampiri gue dengan raut khawatir. "Lo ga apa-apa?" Tanya Jeongwoo sambil membantu gue duduk.
"Kita istirahat dulu deh," Kata Jeongwoo sambil memperhatikan lutut gue yang berdarah. Gue menatapnya tajam karena dilanda kekesalan sambil mencebikkan bibir bawah gue.
Jeongwoo mengedarkan pandangan ke sekeliling taman lantas berhenti di satu titik dan tersenyum lembut, "Gue beli air sama plester luka di minimarket dulu ya, kak? Jangan kemana-mana, oke?"
"Gue pulang aja," Ujar gue kesal sembari berdiri dan berjalan menuju jalan pulang membuat Jeongwoo panik dan berusaha menahan tangan kemudian kembali mendudukkan gue.
"Gue bakal berusaha cepet, jangan pergi kemana-mana sampai gue balik kesini," Kata Jeongwoo buru-buru kemudian berlari secepat yang ia bisa menuju minimarket.
Selang kurang lebih lima menit, Jeongwoo kembali dengan sebuah plastik berisi air mineral botol, tisu, obat luka serta plester luka yang ia janjikan tadi. Ia segera berlutut menghadap lutut gue.
"Gue cuci dulu ya," Kata Jeongwoo, gue mengangguk menurut padanya. Dengan telaten, ia mencuci luka pada lutut gue. Air wajahnya tampak sangat serius membuat gue tersenyum kecil.
"Apaan lo senyum-senyum? Cakep kan gue?" Tanya Jeongwoo dengan nada menyebalkan, refleks gue menampar pelan pipinya dan sang empu langsung meringis.
"AAAK! SAKIT BODOH!" Pekik gue sembari menarik rambut Jeongwoo keras.
"KAGAK USAH TARIK-TARIK RAMBUT GUE BISA GA?! SAKIT ANJRIT—ADOH!" Jeongwoo turut memekik.
Tanpa peduli dengan pandangan orang-orang sekitar, teriakan-teriakan yang kami timbulkan terus menerus mengudara hingga oknum Park Jeongwoo selesai mengobati lutut gue.
Jeongwoo menghempaskan pantatnya pada bangku taman sembari menghela napas lega. "Omong-omong kak, lo suka sama Haruto?" Tanya Jeongwoo tanpa berpikir panjang.
"Hah?"
"Abisnya kan gue sedih soalnya gue juga ngerasa s—" Ucapan Jeongwoo tertahan ketika ia membekap mulutnya.
"lo juga ngerasa apa?"
"Ga apa-apa."
"LO JUGA NGERASA APA, WOOOO?!"
"GA ADA KOK!"
to be continued
mau embat semua aja deh🌝
![](https://img.wattpad.com/cover/198236551-288-k856422.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
boyfriend ; treasure✓
Fanfic↬ completed Bagaimana rasanya dikelilingi tiga belas laki-laki yang menyukaimu?