"(Y/N)!" Pekik guru bahasa korea yang sedang mengajar di kelasku, pak Seungri. Guru killer legendaris. Aku sebisa mungkin berkonsentrasi saat jam pelajaran beliau, namun kali ini pikiranku sulit dikendalikan.
"I-iya pak." Jawabku terbata-bata tidak siap dihukum.
"Kamu tidak memperhatikan pelajaran saya, sebagai hukuman kamu harus membersihkan laboratorium IPA sampai benar-benar bersih." Tegas pak Seungri. Aku melangkah gontai keluar kelas menuju ruang lab IPA yang sangat besar. Ukurannya melebihi ruang kelasku. Untung saja bukan aula olahraga, bisa-bisa aku tepar.
Aku mulai menyapu ruangan yang tak jauh letaknya dari ruang kelasku itu. Sangat berantakan, banyak cairan warna-warni dan gelas-gelas pecah bertebaran.
KRIET..
Pintu lab terbuka. Aku menoleh ke belakang. Seorang laki-laki masuk. M-mau ngapain?
"Ah sorry, lo pasti kaget tiba-tiba gue nyelonong aja." Ujar orang itu sembari mengusap tengkuknya. Ya iyalah tengkuknya, masa tengkuk gue. "Lo ngapain disini?" Sambungnya.
"Dihukum kak, gara-gara nggak perhatiin pelajaran pak Seungri."
"Idih mampus lo." Celetuknya.
"Kakak sendiri ngapain kesini?" Ia terlihat gagap setelah aku melontarkan pertanyaan itu.
"Nanti gue jawab. Gue bantuin juga deh bebersihnya. Tapi lo harus pura-pura gatau ya kalo ada yang dateng nanyain gue. Janji?"
Aku menyatukan jari kelingking ku pada jari kelingking miliknya. "Janji."
Kemudian kakak tingkatku itu langsung berjalan menuju lemari besar di ruangan ini. "Oya, nama gue Jihoon, Park Jihoon. Gue sembunyi dulu. Bye."
Tak selang berapa lama, bu Jisoo, guru bimbingan konseling masuk ke lab IPA.
"(y/n)? Kamu lihat Jihoon tidak?" Tanya beliau. Aku menggeleng perlahan sambil berkata, "Saya nggak lihat, bu."
"Ya sudah, terima kasih ya (y/n)." bu Jisoo langsung keluar dari laboratorium tanpa mendengar jawabanku.
Setelah bu Jisoo sudah benar-benar pergi, kak Jihoon keluar dari persembunyiannya. "Ugh, berdebu." Gumamnya.
"Thank's by the way, maaf lo jadi berbohong." Ia menunduk sambil mengusap tengkuknya lagi. Aku tersenyum, "Nggak apa-apa kak. Ada apa sih emangnya?"
Ya iyalah nggak apa-apa, orang mau dibantuin hehe.
Ia menghela nafasnya kasar. "Gue kebanyakan ngutang di kantin, trus lupa bayar." Yaelah kirain ada apaan. Bukan masalah besar, karena sekolahku merupakan sekolah swasta dan semua anak di sini dari keluarga kalangan atas--kecuali anak beasiswa yang punya bakat akademis maupun non-akademis, sedangkan kak Jihoon (maaf) tidak terlihat seperti anak beasiswa.
"Kirain ada apaan kak, berapa sih kak memangnya?"
Kak Jihoon menatapku sejenak."lima ratus ribu won." Aku tersentak. Bagaimana bisa sebanyak itu?
"Mungkin ga masalah uang segitu gue minta bokap, tapi apa kata gue nanti? Ngutang di kantin? Langsung dikasih sangu harian kek bocah SD, hadeu pusing pangeran."
"Duh malah curhat kan gue, pengen jungkir balik dah, sini ah gue yang kerjain." Sambungnya langsung merebut sapu dari genggamanku.
"Nggak usah deh kak, kakak mikir aja udah pusing, masa bantuin nyapu."
Kak Jihoon yang fokus menyapu berbalik kemudian menatap mataku. "Nyapu mah nggak perlu pake otak, ngerjain kimia tuh pake otak." Ujarnya dengan ekspresi sok imut.
"Lagian kakak sih, makanya jangan goblok-goblok amat ngapa kak."
Ia menggenggam sapu dengan erat. "Leher sapu aja gue pegang, apalagi leher bapak lo."
Astaga nggak boleh ditiru.
Aku memukul punggungnya pelan. Ia hanya terkekeh puas.
Park Jihoon
KAMU SEDANG MEMBACA
boyfriend ; treasure✓
Fiksi Penggemar↬ completed Bagaimana rasanya dikelilingi tiga belas laki-laki yang menyukaimu?