Part 1

274 7 0
                                    

Part 1

( Ch. Maria 15122020)

"Kring... kring"

"Halo, selamat pagi. Maaf, benar ini nomernya Ibu Laras?"

"Iya, betul, ini saya sendiri."Laras kaget, pagi-pagi ponselnya berdering dengan nomor yang gak dikenal dan dengan reflek terlanjur diangkat.

"Laras..., kamu bener Laras kan? Larasati temanku SMA Pelita? Aku Winda,"teriak wanita di seberang telepon.

"Iya, aku Larasati temanmu.
Win, ada kabar apa nih, kok tumben. Dapat nomorku dari siapa?"jawab Laras heran, tiba-tiba teman lama yang sudah 20 tahun tak ada kabarnya kini bisa terhubung kembali.

"Win, apa kabarmu? Sekarang di mana?"lanjut Laras gembira melupakan keterkejutannya.

"Aku masih tetap di Solo, Ras, kota sejuta kenangan," jawab Winda sambil terkekeh.

"Begini ya, Ras, aku kan panitia reuni, meski sudah pernah reunian SMA, tapi ini reuni akbar dua dasa warsa tak bertemu. Kita semua bergerilya mengumpulkan kembali teman-teman agar dapat jumpa lagi. Nah ketemu nomormu ini merupakan suatu prestasi besar bagi panitia, setelah berkali reuni diadakan, kamu selalu tidak ada,"ujar Winda bangga.

"Bagaimana kabarmu? Sejak lulus langsung menghilang ke ibukota, susah dilacak lagi, Putramu berapa Ras?"kepo Winda yang sudah tidak sabar ingin tahu banyak kabar temen lamanya itu.

"Anakku dua, cewek dan cowok,"jelas Laras. Tanpa mengatakan kalau kini dirinya sudah menjanda, karena suaminya meninggal setahun yang lalu karena sakit.

"Kapan mau reuninya, Win? Aku usahakan deh, bisa datang," tambah Laras dengan binar bahagia.

"Haruslah, Ras. Karena selama ini kamu yang belum nongol. Banyak yang nunggu lho. Eh dapat salam dari Panji lho. Masih ingat Panji? Hi hi hi. Maaf...cinta monyet.
Ras." Ujar Winda lagi.
Sementara Laras dibuat kaget begitu mendengar nama Panji.

" Eh, kapan acaranya?" Suara Laras tergagap.

"Masih bulan depan acaranya. Cuma tanggalnya belum nemu yang pas, nanti aku kabari, ya? Oke, sampai ketemu lagi, tunggu undangannya nanti aku kirim, masih banyak yang harus dihubungi nih! Aku tunggu kabar selanjutnya, ya?"cerocos Winda, dan telpon dimatikan.

Larasati tercenung tak menyangka, Winda teman akrabnya dulu kini menghubungi kembali.
Bayangan masa lalu kini bagai film menari-nari di kepalanya.

*****

Winda teman SMA Laras. Mereka bersahabat akrab. Tepatnya berempat mereka cukup kompak menjalin persahabatan.
Laras, Winda, Sekar dan Anggi.
Kemanapun pergi mereka selalu bersama.

Namun menjadi berubah sejak ada benih-benih cinta Laras kepada Panji, teman beda kelas.
Karena sudah ada Panji, Laras jadi sering memisahkan diri dari kelompoknya.
Panji akan mengantarkan Laras pulang sekolah, sehingga jalan bareng pulang berempat menjadi jarang dilakukan lagi.
Meski di waktu-waktu khusus tetap saja jalan kompak berempat, tak melupakan moment kebersamaan yang dirintis sejak awal pertemuan mereka di bangku SMA.

Panji dan Laras merupakan pasangan serasi, keduanya sama-sama siswa yang berprestasi di kelasnya.
Panji dan Laras berencana setelah lulus sama-sama kuliah di Jogjakarta, kota pelajar yang menjadi incaran semua temannya.
Namun sepertinya orang tua Laras tak menyetujui hubungan mereka. Orang tuanya khawatir, mereka belum pada dewasa, sudah pacaran, apalagi nantinya harus pakai kost di Jogja.

Ibunda Laras keberatan kalau putrinya kuliah di Jogja. Biarlah Laras ikut kakaknya kuliah di Jakarta saja, karena ada yang mengawasi pergaulannya.
Harapannya setelah lulus nanti akan mudah mencari pekerjaan di Jakarta, begitulah jalan pikiran mereka.

Panji dan Laras menjalani cinta sembunyi.
Keinginan untuk selalu bersama akhirnya pupus sudah.
Orang tua Laras kurang setuju jika Laras berhubungan dengan Panji yang menurutnya mempunyai keluarga banyak.
Panji mempunyai empat orang adik. Sudah kebayang kan beban keluarga yang akan ditanggung di pundak Panji sebagai anak tertua.?

Maka sebelum hubungan mereka terlanjur serius, lebih baik dipisahkan saja sedari dini. Demikian jalan pikiran orang tua Laras.

"Ras, kamu ingin lanjut kuliah ke mana?" tanya Ayah Laras suatu hari.

"Kalau boleh, Laras ingin kuliah di Jogja,Yah. Di Gajah Mada," jawab Laras agak takut.

"Terus kamu mau kost di sana?" tambah Ayahnya lagi.

"Ras, ayah dan ibu tidak setuju kalau kamu kuliah di Jogja. Kamu ikut Mas Baskoro saja di Jakarta, nanti biar ada yang ngawasi. Ibu khawatir kalau kamu kost di Jogja, gak ada pengawasan," Ibu Laras memotong percakapan mereka.

Laras hanya diam menunduk.
Ia tau ibundanya tak menyetujui hubungannya dengan Panji. Sering jika Panji pamit sehabis mengantar Laras pulang belajar kelompok, wajah ibunya begitu sinis memandang Panji. Laras tau itu, namun apa yang harus Laras lakukan?
Apakah cinta bisa memilih, kepada siapa cinta akan berlabuh? Tidak kan?

Laras anak yang menurut nasehat orang tua, jadi meskipun sedih keinginannya kuliah di Jogja bareng Panji batal, dia tetap akan mengikuti keinginan orangtuanya. Laras merasa anak perempuan satu-satunya. Tak baik membangkang orang tua. Terus bagaimana dengan nasib cintanya?

"Aku tidak menyesali rasa cinta ini kepadamu, Ras, karena cinta itu karunia Tuhan yang maha indah, anugerah yang tidak asal muncul dan bisa pindah sesuka hatinya. Ia tumbuh tanpa aku bisa memadamkannya," lirih Panji menggenggam tangan Laras di malam perpisahan.

"Aku menerima takdir ini, Panji, selamanya rasa cinta ini akan aku simpan. Aku sadar kita tak bisa selamanya bersama.
Aku bahagia bisa merasakan jatuh cinta kepadamu, cinta pertamaku.
Aku tidak tau masa depan kita akan seperti apa. Kita jalani saja hidup ini, kita tidak tau rencana Tuhan untuk kita. Kita berpisah, kamu di Solo dan aku di Jakarta. Kalau memang jodoh tentu ada jalan untuk kita bisa bertemu lagi.
Aku bersyukur mengenalmu Panji, dan merasakan ketulusan cintamu,"tambah Laras sambil menyeka air mata yang menetes di pipi.
Dengan kesadaran penuh bahwa memang mereka tidak bisa bersama seperti dulu lagi. Kecuali takdir yang akan mengubah segalanya.

Mereka berpisah. Laras dan Panji sadar, cinta saja tak cukup untuk menyatukan mereka. Tanpa mengantongi restu orang tua.
Mengejar cita-cita sepertinya lebih utama dari pada mengejar cinta. Demikian ketetapan hati Laras menerima takdirnya.

Pedih memang, tapi hidup adalah pilihan. Dan memilih mengikuti kehendak orang tua harus ke Jakarta adalah pilihan Laras.

Bersambung.
Jangan lupa subscribe dan bintang ya..

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang