"Udah nggak deket."
Lagi lagi Embun. Gadis itu jadi buka sesi curhat dadakan demi Naura. Si mungil yang identik dengan kacamata dan hijab pashmina.
"Gue sih cuek, maksudnya enggak yang sedih sedih banget dia pergi. Sedih sih, tapi yang nggak banget. Alias, lo paham kan maksud gue?" Kalimat tak jelas itu, Embun menyumpah serapah dalam hati.
"Paham," Embun manyun. Tadi ia sudah marah marah tetapi Naura tidak takut malah semakin gencar curhat. Mereka berada dekat jalanan rumah. Di samping selokan dengan beberapa sampah dan penuh nyamuk.
Embun lesehan dibawah dengan alas sendal sedangkan Naura duduk diatas motor bercerita penuh semangat.
"Jadi udah nggak sama Hyun Su?" Naura mengangguk. Embun menghela nafas, "Danial gimana? Udah baekan?"
Naura diam, "ngh....kemaren di pantai sih oke, kita ngobrol yang ngalir aja gitu, jadi nggak ada kata baikan atau maaf tapi langsung cair aja suasana."
"Ya lu di pantai bukan di kutub pasti cair lah kan panas," sahut Embun ngaco. Menumpu dagu dengan wajah bosan.
"Aish bodoamat lah," kali ini Naura yang kesal. Sungguh tidak tau diri. Harusnya Embun yang kesal disini. Gadis itu menyeretnya yang asik rebahan di rumah dengan alasan tak jelas, padahal curhat di kamar malah lebih nyaman.
"Woi Ra, gue kemaren denger dari emak, katanya nyokap si Al ngomong ke emak emak lain kalau di pantai lu ngejar ngejar dia," kini gantian Embun yang nyeloteh. Duduk agak maju dengan suara bisikan.
Naura langsung melotot, "serius?! Ngejar gimana woi lah padahal dia yang ngajak gue ngobrol duluan," kesal gadis itu. Setelah beberapa bulan lalu namanya heboh di komplek karena gosip pacaran dengan tetangga, kini heboh lagi dengan gosip lain. "Gue ke kamar mandi ditemenin Bintang, main air sama Javas, ya walaupun beli es krim sama Al. Tapi gue nggak ngejar dia anjir apaan gosip murah."
Embun mendecak, "ya mana gue tau anjing, emak gue yang bilang."