"Dingin Mbun," Embun menoleh pada lelaki rambut pirang dengan beberapa helai warna hijau itu yang datang padanya, duduk di sampingnya sembari menatapi Embun yang juga menatapnya.
"Dingin Mbun dingin," ulangnya, lelaki itu Tae. Si tolol dengan omongan ngawur serta tak jelas. Kini duduk bersebelahan dengan cewek tak kalah tolol. Gadis itu agak menjauh.
Berdehem lalu mengacungkan hape. "Poto woi," kata Embun tiba tiba.
Tae langsung duduk tegap di belakang Embun. Agak maju mendekat supaya terlihat dilayar hape.
"Anjir lu kaya banci," ejek Embun melihat wajah Tae yang jadi putih bersih dan bibir berwarna orange.
Tae tertawa sebentar, "Makanya jangan pake filter, jelek banget muka gue."
"Cakep ini," Embun tak mau kalah. "Gue kelihatan cakep."
Tae mendecih, mengalah tersenyum manis bersamaan dengan Embun yang mengambil foto. "Cakep nih, mayan poto sama cogan" kata Embun ringan sembari melihat fotonya bersama Tae.
Tae hanya tertawa. Duduk dengan benar menghadap Javas yang minum kopi. Lelaki gembul itu menarik sarung yang ia bawa sebagai perlindungan dari angin malam. Mereka berada di atap rumah Bintang. Ada beberapa kursi dan tikar yang digelar. Ada meja serta lampu neon kuning lengkap dengan kopi dan rokok.
Minjae duduk diujung bersama Theo, sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang berat. Sedangkan Bintang lesehan ditikar sibuk bermain game dengan Naura di dekatnya yang sibuk menganggu.
Danial yang tadinya duduk tak jauh dari mereka berdua jadi menjauh, mendekati Embun menyodorkan hape dengan wajah songong.
"Potoin cogan," katanya lalu berbalik berdiri di dekat lampu tersenyum songong. Lelaki itu sudah bergaya sedangkan Embun masih duduk menatap hina lelaki konyol itu.
Javas diam. Sibuk main hape mengabaikan teman temannya. Kopi yang tadi satu gelas penuh kini tinggal setengah. Selain dingin, ia juga sedikit kesal. Berubah rebahan menatap gelapnya langit malam.
Memang ya, semakin malam kalau tidak obrolan makin kacau ya makin galau.