43- Going to Meet You Now

924 71 35
                                    

Tan termenung. Ia masih belum percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dadanya naik turun.

"Ada apa? Kau merindukan ku?"

"Aku sedang serius. Kau ingat saat kau menunjukkan foto istrimu, dan aku  bilang seperti pernah melihatnya?"

"Emb. Lalu?"

"Sekarang aku sudah ingat."

"Kau yakin? Kau tidak bohong?"

"Aku yakin. Ini masalah serius, aku tidak berani berbohong."

"Dimana kau melihatnya?"

"Disana."

"Dimana?"

"Gojanha-ri. Dia juga di sana.  Dia bekerja dan tinggal bersama Bibi Ang. Akan aku kirimkan alamatnya."

Tan masih tak mempercayai apa yang di dengarnya. Ia coba meresapi kata demi kata Jin Goo.

Apa benar dia disini?

Apa benar selama ini dia ada di dekatku?

Apa benar kita akan bertemu?

Mata Tan berkaca-kaca. Ia segera bangkit dan berjalan keluar dengan rasa tak percayanya. Matanya kosong. Ini seperti mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan. Mimpi yang di tunggu-tunggunya selama ini.

Tan menarik napas dalam tersadar dari lamunannya. Matanya berkedip mengeluarkan air mata. Kesadarannya telah kembali. Ini nyata. Ini bukan mimpi. Ia bisa merasakan semilir angin melilit tubuhnya. Indranya berfungsi dengan baik.

'Ya, ini nyata. Ini bukan mimpi.' Yakinnya pada diri sendiri.

Langkah Tan semakin cepat. Ia kumpulkan tenaganya dan berlari  secepat mungkin. Ia tidak peduli seberapa jauh jarak yang harus ia tempuh, ia akan menemukan wanita itu.

Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memberi pelajaran pada wanita itu. Tangannya semakin mengepal kuat.

-Ini hadiah kecil dariku, karena kau sudah menjadi suami yang baik selama satu setengah bulan ini. Sampai jumpa lagi, Tan. Hiduplah berbahagia.-

Setiap detail tulisan tangan Rachel, ia masih bisa mengingatnya. Setiap garisnya, setiap lekukannya, setiap titik, bahkan ia tahu dimana tulisan itu tertulis lancar atau tersendat, mengambang atau tertekan. Ia bisa tahu setiap detailnya.

Ia telah mengkhatamkan surat itu ribuan kali. Hingga otaknya tak dapat lagi menghitung jumlahnya. Hingga ia tak merasakan itu sebagai surat, tapi sebagai hukuman untuknya.

Hadiah kecil? Sinis batinnya.

Tan mempercepat larinya. Ia tidak peduli jika ia harus jatuh dan terluka. Apa yang dipikirannya adalah segera sampai dan memaki langsung di depan wajah wanita itu.

Napasnya memburu, nyaris sesak. Dadanya naik turun mengamati rumah di depannya. Ia termenung.

Apa yang kini harus ia lakukan?

Tan melangkah mendekat dengan langkah lemahnya. Kakinya sedikit lunglai. Entah itu lelah karena lari atau lelah menunggu kedatangan hari ini, ia tidak tahu.

THE (Not) HEIRS | Completed√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang