Part 16: Bersuara

293 6 0
                                    

Pagi hari, Kara sengaja bangun lebih awal karena berniat untuk berolahraga sejenak, ia meraton mengelilingi kompleks perumahannya.

Saat meraton, Kara tidak sengaja berpapasan dengan dua ibu komplek yang sedang membeli sayuran di tukang sayur keliling, Kara tersenyum menyapa mereka, ibu-ibu itu membalas senyuman Kara.

“ Itu anaknya Fera, kan?”. Kata ibu berdaster merah, melirik Kara seperti tidak suka

Fera adalah nama Mamanya Kara, ibu-ibu yang memakai daster berwarna merah itu bernama Wati dan ibu satunya bernama Siti.

“ Iya “. Jawab Bu Siti

Kara yang mendengar hal itu langsung menghentikan langkahnya, ia berpura-pura melakukan gerakan senam, ibu-ibu itu tidak tahu bahwa Kara berada di belakang mereka, sedang mengawasi perkataan mereka.

“ Kasihan ya, bukannya apa-apa nih, masa udah umur segitu tapi belom nikah-nikah? ”. Kata Bu Wati lagi, sepertinya dia sangat menikmati saat menggunjing orang lain.

“ Iya, katanya sih anaknya kebanyakan milih, lagian apa sih bagusnya dia, sok banget jadi orang, pantesan aja jadi perawan tua “. Kata Bu Wati, tersenyum layaknya seorang psikopat yang menikmati ketika melihat orang lain menderita

“ Iya, ya Jeng. Tapi katanya dia itu kepala divisi di perusahaannya, Jeng “.

“ Ya ampun... Jeng, kepala divisi doang, bukan bos kan? Kebayang nggak sih baru gitu aja udah belagu banget, apalagi kalo udah jadi bos beneran, ampun....deh, nggak kebayang pasti sombongnya “. Pungkas Bu Wati

Mereka berdua menikmati percakapan mereka sembari sibuk memilah-milah sayuran yang akan mereka beli tapi sepertinya tujuan utama mereka bukanlah membeli sayuran melainkan untuk bergosip ria dipagi hari.

“ Bener banget ya, Jeng. Nggak habis pikir kalo punya menantu kaya gitu “. Sambung Bu Siti

Kara berbalik melihat ibu-ibu itu sembari menekan pinggang dengan kedua tangannya.

“ Makanya Jeng, kalo punya anak tuh dinasehatin, anak zaman sekarang kalo nggak dibilangin emang suka kelewatan batas”.

“ Kasian ya jeng, kalo dia jadi perawan tua gimana?”. Tanya Bu Siti, seolah iba

“ Nah, makanya  jeng “. Jawab Bu Wati, bibirnya naik-naik saat mengatakan itu.

Kara menghela napas dalam, lalu menghampiri penjual sayuran yang sama dengan ibu-ibu itu, Kara beralasan mau membeli sesuatu disana tapi sebenarnya ia ingin membuat ibu-ibu itu bertanya-tanya.

Apakah Kara mendengar obrolan mereka atau tidak? Dan membuat mereka tidak tenang karena takut obrolan mereka didengar langsung oleh Kara, karena katanya seseorang akan merasa malu ketika tahu bahwa orang yang digunjing mendengar apa yang mereka katakan tentang orang itu.

“ Bang.... Saya mau tempe, dua ya “. Kata Kara, sembari melirik Ibu-ibu yang membicarakannya

Penjual sayuran sebenarnya sudah melihat bahwa sejak tadi, Kara berdiri membelakangi ibu-ibu itu meskipun jaraknya sedikit jauh tapi penjual itu yakin Kara bisa mendengar obrolan ibu-ibu itu karena mereka berbicara dengan suara yang lumayan kencang, penjual sayur itu tersenyum sembari membungkus tempe yang Kara mau.

Kara melirik Bu Wati, yang terdiam begitu Kara mendekati mereka.

“ Bang, saya denger ni ya, katanya Dewi mau cerai, itu bener nggak sih Bang? “. Tanya Kara, berpura-pura menanyakan itu pada penjual sayur padahal dia hendak menyindir Bu Wati.

Penjual sayur melirik Kara sejenak, “ Katanya sih gitu, Neng”.

Kara tersenyum, lalu melirik Bu Wati, “ Kasian ya, Bang. Kira-kira kenapa ya? “. Tanya Kara lagi pada penjual sayur

“ Saya nggak tahu, Neng. Mending tanya langsung aja sama Mamanya “. Jawab penjual sayur sembari menunjuk Bu Wati

Dewi adalah anak kesayangan dari Bu Wati, dia baru saja menikah enam bulan lalu.

Kara bersikap seolah dia kaget melihat ada Bu Wati di dekatnya.

“ Astagah, Maaf Bu. Pasti sakit ya kupingnya dengerin tentang Dewi?”. Tanya Kara, ia tersenyum memandangi Bu Wati yang menggeram kesal padanya, sementara Bu Siti, dia hanya terdiam menyaksikan tontonan gratis yang diperankan oleh Kara dan penjual sayuran dengan cameo Bu Wati.

Bu Wati yang sejak tadi seakan punya beribu kata-kata untuk menjelekkan Kara, mendadak menjadi patung yang tak bersuara, Bu Wati hanya bisa menatap Kara dengan tatapan kesal, dia mungkin kesal karena berita tentang perceraian anaknya diketahui orang lain dan Saat Kara mengatakan bahwa Dewi mau bercerai, ekspresi Bu Siti nampak terkejut, sepertinya berita ini baru diketahui oleh orang-orang terdekat dari Dewi saja.

Penjual sayur selesai membungkus tempe yang Kara minta, ia langsung menyerahkan plastik berisikan tempe pada Kara. “ Ini aja, Neng?”. Tanya penjual sayur pada Kara.

Kara mengambil plastik itu dari tangan penjual sayur, “ Ini aja, Terima kasih “.

                            -----°°°°°-----
Hy, terima kasih sudah membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment ya, enjoy ✨❤️

25 Tahun Usia Rawan? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang