"Sayang, mau sarapan apa?" tanya Azhar kepada Asma yang masih betah duduk sambil membaca sebuah novel yang baru dibelinya kemarin. Katanya, dia ngidam ingin baca novel terbitan terbaru penulis favoritnya. Azhar pun bingung, apakah itu bisa disebut ngidam? Entahlah.
Asma menoleh, melepaskan sejenak fokusnya dari bacaannya. "Aku nggak lapar, Mas. Kamu semalam liat, kan, aku muntah terus kalo makan," ucap Asma menolak dengan sanggahan masuk akalnya.
Azhar duduk tepat di samping istrinya. "Kalo kamu cuma mengandalkan vitamin dari dokter aja nggak baik. Calon anak kita juga butuh nutrisi yang banyak dari ibunya," ujar Azhar sembari mengelus lembut rambut Asma yang tidak mengenakan hijab.
"Kalo muntah lagi gimana?" Sekarang novel dipangkuan Asma sudah dilepaskan dan diletakkan tepat di atas nakas sebelah sofa yang ditempatinya.
"Kalo muntah ya makan lagi," kekeh Azhar yang merasa lucu akan ocehan menggemaskan istrinya.
Asma memukul pelan lengan suaminya. "Ish, itu sama aja mubazir!" ucap Asma. Terkadang Azhar sering bercanda dalam obrolan penting mereka.
"Dicoba dulu, ya. Makanya sekarang kita nyari makanan yang sekiranya nggak akan bikin kamu mual," ucap Azhar perhatian. Dia tidak akan membiarkan istrinya tidak makan hanya karena alasan muntah. Menurut dokter, hal itu memang wajar dialami oleh ibu hamil seperti Asma. Apalagi istrinya termasuk kategori hamil muda.
Asma menimbang sembari memikirkan makanan apa yang sekiranya tidak akan membuatnya muntah.
"Kita makan bubur ayam di depan gapura aja, Mas," ujar Asma akhirnya. Dia tidak tega juga terus membuat suaminya kewalahan mengurusi pola makannya.
Sebuah senyum lega terpancar.
"Alhamdulillah, nggak jauh-jauh amat belinya," ucap Azhar. Pasalnya, kemarin permintaan Asma berhasil membuatnya berada di dekat bandara hanya untuk membeli seporsi lontong sayur."Tapi, kita makannya disana, ya?" bujuk Asma. Dia bosan juga setiap pagi harus berdiam di rumah.
Azhar mengangguk dan bergegas mengambil kunci mobilnya di kamar. Takut istrinya akan berubah pikiran.
****
"Mas, buburnya bawa ke rumah aja, deh," ucap Asma ketika melihat tukang bubur incarannya dikerubungi oleh banyak pembeli. Maklum, karena hari ini adalah hari libur. Hampir semua pembeli adalah orang yang baru selesai jalan pagi di sekitaran sana.
"Beneran? Nanti pas nyampe rumah nggak dimakan lagi, karena alasan pengen makan di tukang buburnya," tanya Azhar. Kadang level kesabarannya harus ditingkatkan.
Asma menggeleng. "Beneran, Mas. Aku makan di rumah aja," ucap Asma yakin. Jika makan di sini pun mereka tidak akan kebagian tempat.
"Asal suapin!" lanjut Asma dengan nada bergumam mengalihkan pandangannya dari wajah tampan suaminya. Terkadang dia malu ketika ingin bermanja kepada suaminya.
Melihat tingkah istrinya membuat Azhar tersenyum. "Iya, aku suapin," ucapnya mengelus lembut puncak kepala istrinya. "Tunggu di mobil aja, ya. Aku harus berjuang dulu buat beli bubur itu buat istriku ini." Tatapan Azhar menunjuk pada tukang bubur yang masih dikerubungi banyak pembeli.
Sembari menunggu suaminya berjuang membeli bubur keinginannya, Asma mengisi waktu dengan membuka akun instagramnya. Sudah lama juga dirinya tidak membuka beberapa sosial media.
"Mbak Arini ini yang waktu itu, kan?" tanya Asma pada dirinya sendiri ketika notifikasi menunjukkan pengikut barunya disana.
Tanpa banyak berpikir, Asma mengikuti kembali akun Arini yang sempat bertemu dengannya di mall ketika berbelanja dengan kakaknya saat itu. Kesan pertamanya kepada wanita itu cukup mengesankan, Arini sosok wanita cantik dan dewasa dilihat dari penampilan dan sikapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta tak keliru (END)
Spiritual(Harus Follow sebelum baca, biar bisa baca) Pertemuan memalukan itu adalah awal dari kisah ini. Perjodohan dadakan, pernikahan yang tinggal menghitung hari serta hati yang masih keliru. Semuanya berbaur menjadi satu. Akankah semua ini akan berakhir...