Azhar, Danu, dan Arini akhirnya tiba di Kota Berlin setelah 16 jam perjalanan dari negeri tercintanya. Raut letih terpancar dari wajah ketiga orang tersebut, ketika menginjakkan kaki di Bandara.
Danu menepuk bahu letih Azhar. "Mau makan dulu atau langsung ke hotel?" tanya Danu pada si penanggung jawab bisnis ini. Jika saja dirinya dapat mengatasi bisnis ini sendiri, dia tidak akan tega merusak rencana bulan madu sahabat sekaligus atasannya itu.
Azhar menoleh dengan tatapan lesu. "Gue pengennya langsung rebahan di kasur. Tapi, lo kalo mau makan dulu juga nggak apa-apa," sahut Azhar yang dilema. Tubuhnya ingin segera beristirahat sementara perutnya sudah minta diisi.
Danu mengangguk dan mengalihkan fokusnya pada seorang wanita yang berada di belakang mereka.
"Kita makan dulu, ya, Rin?" tawar Danu kepada Arini yang sedari tadi memilih diam.
Arini mendongak dan bertemu tatap dengan mata berbinar Danu. Namun, bukan mata itu yang dirinya harapkan, melainkan si pemilik punggung yang tengah membelakanginya di depannya. Sepertinya, tidak ada lagi celah untuk dirinya masuk.
"Terserah bapak saja," ujar Arini kehilangan mood baiknya.
Mereka sampai pada sebuah mobil yang telah disewa khusus oleh perusahaan milik Azhar. Setelah mendudukkan tubuh di kursi penumpang tepat sebelah sopir, Azhar langsung merogoh tas kecil miliknya. Lalu, dihidupkan ponselnya yang hampir seharian ini dimatikan. Guna untuk keselamatan di dalam pesawat. Notifikasi langsung bermunculan yang mana didominasi oleh spam chat dari istrinya.
Raut letih mulai tergantikan oleh senyum geli, tatkala membaca puluhan chat yang masuk dari Asma.
"Mau makan apa, Bro?" tanya Danu menghentikan jari Azhar di atas layar persegi tersebut.
Azhar menoleh. "Kayaknya gue langsung ke hotel aja. Mau mandi. Gerah banget!" putus Azhar merasakan tubuhnya yang lengket tidak nyaman. Mungkin, lebih tepatnya dia tidak mau terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Arini.
"Yakin? Nggak akan kelaparan lo?" tanya Danu. Perutnya sudah merasakan gejolak cacing-cacing demo minta jatah makan.
Azhar mengangguk. "Gue pesan di layanan kamar hotel aja," jawab Azhar diangguki oleh Danu. Setelahnya, Azhar kembali fokus pada pesan Asma yang belum dibaca semua.
Arini hanya mendesah lesu melihat wajah berbinar Azhar ketika membuka sebuah room chat di ponsel pria itu. Tidak perlu ditanyakan lagi, pasti dari istrinya. Sepertinya, Azhar memang sudah tidak memiliki perasaan lagi untuknya, dia sudah bahagia dengan pernikahannya.
"Dia lagi baca chat dari istrinya. Maklum masih fase pengantin baru," ucap Danu mengalihkan fokus Arini.
Arini tersenyum canggung. "Iya, kayaknya bahagia banget sampai nahan lapar juga," sahut Arini disertai kekehan yang dipaksakan.
Apa aku boleh menyesal telah menyia-nyiakanmu?
🦋🦋🦋
Azhar sudah berada di kamar hotel, sedangkan Danu dan Arini sudah memisahkan diri untuk mengisi perut mereka terlebih dahulu.
Sepertinya, Azhar sudah mulai terjatuh dalam dekapan Asma, karena bertukar sapa dengan Asma lebih menarik dibandingkan mengisi tenaganya dengan makan dahulu. Ya, tujuan dia ke kamar adalah untuk segera menghubungi istrinya.
"Disana, kan masih dini hari. Asma mungkin masih tidur, sih," batal Azhar ketika hendak menekan ikon hijau pada kontak istrinya.
Azhar mulai menata bantal untuk menjadi sandaran kepalanya. Namun, terhenti tatkala dering notifikasi ponselnya berbunyi. Diliriknya layar yang menampilkan pop-up pesan dari Asma. Sebuah senyum langsung mengembang pada wajah lelah Azhar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta tak keliru (END)
Spiritual(Harus Follow sebelum baca, biar bisa baca) Pertemuan memalukan itu adalah awal dari kisah ini. Perjodohan dadakan, pernikahan yang tinggal menghitung hari serta hati yang masih keliru. Semuanya berbaur menjadi satu. Akankah semua ini akan berakhir...