22. Kebetulan

1.6K 140 5
                                    

Melihat antusiasme Asma ketika menginjakkan kaki di depan rumah masa kecilnya itu, membuat Azhar ikut merasakan kebahagiaan istrinya. Jadi, tidak salah memang dia membawa Asma liburan ke Bandung sebelum perjalanan bisnisnya nanti.

Asma melirik suaminya yang masih terpaku di dekat pohon mangga di depan rumahnya. "Mas Ayo! Kok ngelamun sambil senyum-senyum gitu?" ajak Asma membuyarkan segala pemikiran Azhar.

"Siapa yang ngelamun," sahut Azhar melangkahkan kakinya menuju posisi istrinya dengan mendorong satu koper berukuran sedang.

"Ngeles!" ujar Asma sembari memberikan hadiah cubitan pada lengan Azhar. Kenapa suaminya menjadi menggemaskan dan menyebalkan dalam seharian ini? Entahlah.

Azhar malah terkekeh karena perlakuan Asma yang sepertinya sudah menjadi kebiasaan istrinya itu. Toh, cubitan Asma tidak berasa sama sekali.

"Kok kamu malah ketawa? Nggak sakit?" tanya Asma heran. Biasanya Azhar sedikit mengaduh karena cubitannya.

"Ketagihan malah! Mau cubit yang mana lagi? Nggak sekalian cium aja?" goda Azhar yang lagi-lagi menyebabkan Asma dirundung malu.

Pintu berwarna cokelat tua di hadapan mereka terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang sangat dirindukan oleh Asma.

"ASMA! Kamu kapan nyampe? Kok tiba-tiba gini?" Teriakan dari depan pintu yang baru terbuka tersebut seketika dapat mengejutkan Asma dan Azhar. Lebih tepatnya, memecahkan kemesraan kecil di antara mereka.

"UMI!" balas Asma tidak kalah keras berteriak seraya berhambur pada tubuh baya sang ibu dan meninggalkan Azhar yang masih terpesona melihat pemandangan di depannya. Istrinya yang sangat bahagia.

"Aduh, Umi kangen banget sama kamu! Kenapa nggak kasih tahu Umi kalo mau kesini? Jadinya, Umi nhgak siapin apa-apa!" rengek wanita paruh baya tersebut. Jika saja dirinya tidak berniat menyiram bunga di halaman, maka kedatangan putrinya baru dirinya ketahui setelah masuk rumah. Mungkin.

"Mas Azhar ngajakin Asma tiba-tiba, sih!" omel Asma membuat ibunya dan sang suami terkekeh.

Dilihatnya sang menantu yang terabaikan karena tingkah manja anaknya. "Nak Azhar, ayo masuk! Umi nggak ada persiapan apa-apa jadinya buat kalian, karena ngedadak kayak gini," ujar ibunda Asma pada salah satu menantunya.

Azhar tersenyum sembari menarik koper menuju ke dalam rumah mertuanya, istrinya mengabaikan dirinya setelah bertemu sang mertua. Benar-benar tega.

"Aku masukin barang kita ke kamar dulu ya, Sayang," ujar Azhar yang masih diabaikan karena kesibukan istrinya berceloteh ria pada ibu mertuanya. Mungkin Asma terlalu rindu pada sosok ibunya.

"Umi, Asma nanti pengen makan pepes ikan, ya," pinta Asma pada ibunya dengan raut berbinar.

Mendengar permintaan Asma tersebut membuat ibunya mengerutkan kening. "Hah, pepes Ikan? Sejak kapan kamu suka ikan?" tanyanya.

Pasalnya, Asma berbeda dengan kakaknya. Ismi tidak suka ayam, tapi sangat suka Ikan dan Asma malah sebaliknya.

Asma menggeleng. "Nggak tau, Asma tiba-tiba pengen banget pepes ikan," ujarnya tanpa mengubah kebingungan sang Ibu.

Wajah ibunya seketika benderang bak sinar bulan purnama.

"Apa kamu sedang isi, Ama?" tanya ibunya dengan antusias menyentuh permukaan rata perut Asma. Dia berharap akan ada kabar baik dari putri bungsunya tersebut.

Asma menyimpan jari telunjuknya di bibir ranumnya, mengisyaratkan agar ibuny tidak lagi bicara terlalu keras. Ini adalah sebuah rahasia.

"Syutt, jangan keras-keras, Umi!" pinta Asma sembari melihat sekeliling mereka.

Cinta tak keliru (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang