57. Finally (END)

3.4K 135 55
                                    

"Apa?!! Arini mau ke Jerman? Kamu gila, ya!" sentak Vina ketika Bayu memberitahunya akan mengirim Arini ke Jerman.

"Itu untuk kebaikannya. Dia tidak boleh terus hidup seperti ini. Aku nggak mau membiarkan anakku terus di jalan yang salah," ujar Bayu.

Vina tersenyum kecut. "Jangan sok suci kamu! Yang aku lakukan juga untuk kebaikan Arini," sahut Vina.

"Kamu sudah membuatnya terjatuh di jalan yang salah Vina!" bentak Bayu. Jika kemarin dia bisa bersabar melihat istrinya melewati batas, sekarang Bayu tidak ingin menjadi pemimpin keluarga yang hanya diam saja. Terutama untuk kebaikan putrinya.

"Kamu lebih ingin melihat orang lain bahagia dibandingkan dengan anakmu sendiri? Gila kamu!" kesal Vina.

Bayu melangkah mendekati istrinya yang sudah merah padam karena emosi. "Vin, ayolah. Kamu tahu bahwa cara yang kamu gunakan itu sangat salah. Aku mohon jangan lakukan ini demi Arini."

"Nggak! Aku akan buat orang yang menyakiti anakku hidup menderita!" Setelahnya Vina berlalu meninggalkan Bayu.

"Ya tuhan, apalagi yang akan kamu lakukan Vin." Bayu meremas rambutnya frustasi.

Bayu tidak menyangka bahwa rasa bersalah istrinya kepada Arini malah membuat putrinya yang malang itu terjerumus pada jalan yang salah. Setidaknya dia harus menyelamatkan putrinya dari cara salah istrinya.

Vina memasuki kamar dan langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. "Pastikan dia tidak selamat!" perintahnya kepada seseorang yang dihubunginya.

Seringai licik tercetak di wajah Vina setelah percakapan singkatnya barusan. "Jika anakku tidak bisa memilikimu, maka tidak boleh ada wanita lain yang bahagia karena memilikimu Azhar!"

Vina menatap layar ponselnya yang menampilkan lockscreen dirinya dan Arini sedang tersenyum. Sangat cantik.

"Mama tahu bahwa kamu memutuskan pergi ke Jerman karena tidak ingin melihat Azhar bahagia dengan istrinya, kan? Mama akan buat senyum istrinya hilang juga sebagai balasan dari rasa sakitmu!" ucap Vina sambil mengelus layar ponselnya.

-0-0-0-0-0-

"Gue turun di depan aja, Shil!" ucap Asma dengan tergesa-gesa ketika laju mobil Shilla tertahan, karena arus macet ketika akan mendekati posisi rumah sakit.

"Ma, lo harus tenang dong. Ini bentar lagi kita nyampe, kok," tahan Shilla. Jarak menuju rumah sakit dari posisi mereka sekarang memang cukup dekat, tapi jalanan sangat macet parah.

"Mas Azhar kecelakaan, Shil! Gue pengen cepet liat dia dan pastiin dia nggak apa-apa!" ucap Asma dengan emosi yang sudah tidak stabil. Air matanya perlahan turun.

Shila menghela napas. Dia tidak boleh ikut terpancing emosi melihat tindakan Asma yang gegabah sedari tadi. Jika dirinya berada di posisi Asma pun mungkin akan seperti itu.

"Yaudah, lo tenang dulu. Bawa tas lo dan kita turun disini, okay," ucap Shila sambil membawa tas ransel mininya di belakang jok.

"Bareng sama gue! Jangan gegabah Asma, ini macet parah banget."

Asma hanya mengangguk-angguk dengan air mata terus menetes. Dia merasa sangat menyesal tidak mempercayai dan mendengarkan penjelasan suaminya kemarin. Dia takut sekarang.

Shila dan Asma berjalan keluar dari jalur jalan raya menuju trotoar mencari celah untuk bisa menuju ke rumah sakit.

"Apa naik ojek aja, ya. Kita sambil cari ojek, deh," ujar Shila, karena dia tidak tega juga melihat sahabatnya menangis sedari tadi.

Mereka menuju seorang tukang ojek yang meminggirkan sepeda motornya di trotoar. Entah karena macet atau memang bapak tersebut bisa membawa mereka tanpa melalui jalanan yang macet.

Cinta tak keliru (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang