Pagi ini sudah diisi dengan suara ceramah Asma dalam membangunkan suaminya. Entah kenapa, Azhar masih bergelung di dalam selimut tebalnya dan belum juga mau beranjak dari tempat tidur. Ini adalah kedua kalinya, Azhar tidur setelah shalat shubuh dan tentu istrinya harus mengingatkan.
"Mas, ini udah jam berapa? Kamu harus ke kantor," ujar Asma masih mencoba membujuk Azhar.
Bukan sebuah kepatuhan yang Asma dapatkan, melainkan sepasang tangan yang kini memeluk pinggangnya.
"Ish, kok malah peluk-peluk gini." Bukannya tidak mau, tapi Asma tidak ingin suaminya lagi-lagi menggunakan kekuasaannya untuk tidak masuk bekerja lagi dan lagi.
"Kan, kamu bilang kesepian di rumah sendirian. Jadi, khusus hari ini aku bakal temenin kamu seharian," ucap Azhar yang sekarang sudah membuka matanya. Dia sangat malas berangkat ke kantor dan hanya ingin berdua seharian dengan istrinya.
"Itu, kan kemarin. Sekarang udah ada Mbak Ismi. Aku bisa main ke rumah Mbak Ismi atau nggak suruh Mbak Ismi ke sini," balas Asma. Tentu, tidak bisa dibiarkan, suaminya malah memakai alasan kebosanannya untuk absen bekerja.
Azhar beranjak dari posisi berbaringnya. "Inget ya, Istriku Sayang. Kalian berdua itu lagi hamil. Aku sama Gilang nggak akan biarin kalian main berpergian seenaknya," jelas Azhar mencoba mengingatkan Asma. Terkadang, kedua kakak beradik itu sangat sulit dihentikan.
"Kan, bisa sama supir, Mas. Lebay banget, ih!" tolak Asma terhadap argumen suaminya.
"Kamu kalo keluar terus bisa aja masuk angin terus kecapean, Sayang." Azhar tidak ingin kalah tentunya. Dia harus semakin memperketat pengawasannya terhadap Asma, karena beberapa waktu lalu istrinya pingsan lagi.
"Mas, aku naik mobil bukannya naik angkot atau truk, ya. Jangan aneh-aneh, deh."
Selalu begini. Jika sudah kumat sifat posesifnya, Azhar akan menjadi menyebalkan di mata Asma. Seperti sekarang, serba dilarang.
"Emangnya kalau naik mobil nggak ada angin yang masuk?"
"Ada! Aku mau buang angin yang banyak di mobil. Puas?!" kesal Asma dan berbalik hendak kembali ke dapur. Sia-sia saja dia sedari tadi mencoba membangunkan suaminya. Azhar sangat menyebalkan.
Azhar menahan lengan istrinya yang sedang merajuk. "Jangan ngambek, dong. Aku cuma bercanda," terang Azhar. Tapi, intinya memang dia mencoba meminimalisir kegiatan Asma yang bisa membuat istrinya itu kecapean.
"Aku nggak akan ngambek, asal kamu cepat mandi dan berangkat kerja sekarang," pinta Asma.
Azhar terkekeh. Istrinya ternyata memasang jebakan. "Kata siapa aku bakal bolos kerja, hm?" tanyanya. Menggoda istrinya sepagi ini meningkatkan mood-nya.
Asma berbalik dengan dahi berkerut. "Terus jam segini kenapa belum siap-siap?" Bingung Asma.
Azhar melepaskan cekalannya dari lengan istrinya. Dia beranjak menuju meja di sudut kamar mereka, tempat dirinya dan Asma biasa menyimpan segala tugas mereka agar tidak bertumpuk dan susah dicari.
Azhar kembali berjalan menuju Asma yang masih melihatnya dengan tatapan bingung. Dia membawa map dan ipad miliknya.
"Ini-"
"Hah? Ini apa?!" tanya Asma tidak mengerti. Dia menyuruh suaminya bersiap untuk kerja, bukan untuk berdiskusi dengannya.
Azhar menjawil hidung Asma. Kebiasaan istrinya yang suka menyerobot terlebih dahulu jika terlampau bingung. "Dengerin aku dulu, Sayang. Kalo main potong lagi, aku cium, nih."
Mendengar itu membuat Asma langsung menutup mulutnya dengan tangan.
"Ini laporan pekerjaan untuk minggu sekarang dan sudah selesai." Azhar memperlihatkan laporan pekerjaan yang dirinya kebut kemarin kepada Asma. Walaupun, Asma akan sangat sulit mengerti isi file tersebut, tapi keterangannya akan membuat Asma paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta tak keliru (END)
Spiritual(Harus Follow sebelum baca, biar bisa baca) Pertemuan memalukan itu adalah awal dari kisah ini. Perjodohan dadakan, pernikahan yang tinggal menghitung hari serta hati yang masih keliru. Semuanya berbaur menjadi satu. Akankah semua ini akan berakhir...