6. Bingung

2.8K 253 15
                                    

Selalu libatkan Allah SWT dalam setiap yang kau lakukan.
Karena, Sang Khaliq tidak akan pernah meninggalkanmu walau dirimu berada di dasar jurang sekalipun

▪☆▪☆▪☆▪

"Kenapa tiba-tiba, Mi? Asma nggak bisa beri keputusan sekarang. Ini terlalu mendadak buat Asma," ucap Asma merasa keberatan dengan apa yang dihadapinya sekarang.

Asma masih menatap cermin di depannya, memperlihatkan pantulan wajah sendu ibunya yang juga sedang menatap dirinya dengan sedikit terisak.

"Kamu harus putuskan sekarang juga, Asma. Umi hanya ingin yang terbaik untuk kamu."

Terlihat ibu dari dua orang anak tersebut menitikkan air mata. Untung saat itu toilet sedang sepi, sehingga tidak ada yang melihat perdebatan dan keadaan mereka yang sudah saling menangis.

*Flashback on*

Asma telah sampai di sebuah restoran yang cukup mewah dengan dituntun oleh sang ibu. Dia hanya menurut dan tidak banyak bertanya selama perjalanan tadi.

Mereka menuju ke sebuah meja yang sudah terisi oleh beberapa orang. Asma juga melihat sosok Wa Adnan di sana.

Bukankah mereka hanya akan bertemu dengan Wa Adnan saja? Lalu, kenapa banyak orang di meja tersebut? Ah benar, mereka pasti teman Wa Adnan seperti yang dikatakan ibunya tadi.

"Assalamu'alaikum, maaf jadi pada nunggu lama. Ada sedikit masalah tadi." Umi Ami menghampiri meja tersebut dengan tangan yang masih mengait lengan putri bungsunya itu.

"Tidak apa-apa, Teh Ami. Nggak lama banget juga, kok," balas Wa Adnan yang sudah mengerti kebiasaan kakak iparnya itu. Ya, sulit tepat waktu.

Sosok Wa Adnan dan Wa Koswara telah menjadi pengganti sosok ayah Asma dan Ismi. Kedua saudara dari ayahnya itu sangat menyayangi mereka layaknya kepada putri kandungnya sendiri. Oleh karena itu, Umi Ami percaya untuk menyerahkan urusan calon pendamping Ismi kepada kakak iparnya itu, Wa Koswara.

"Ayo, silahkan duduk." Wa Adnan mempersilahkan duduk kepada istri dan anak dari almarhum adiknya itu.

"Jadi ini Asma, ya?" Seorang wanita seusia ibunya menyapa ramah Asma dengan senyum teduhnya. Ada raut gembira di wanita itu ketika melihat Asma sekarang.

"Iya, Tante. Saya Asma," jawab Asma canggung, karena dia sama sekali tidak mengenal orang tersebut.

"Ternyata benar, ya, kamu sangat cantik sekali. Sopan juga." Wanita tersebut memuji Asma. Walaupun Asma sering sekali dipuji cantik, tapi pujian itu lagi-lagi membuatnya tersipu.

"Ehm, terima kasih, Tante," balas Asma canggung. Dia tidak tahu harus merespon seperti apa ketika dipuji demikian. Terutama oleh orang asing.

"Jadi, bagaimana?" Wa adnan memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan. Lebih tepatnya manik matanya menatap Asma. Bagaimana apanya?

Sepertinya, obrolan inti pertemuan ini akan segera dimulai. Namun, hal itu masih menjadi teka-teki untuk Asma sampai detik ini. Bahkan, pertanyaan Wa Adnan pun Asma sama sekali tidak tahu maksudnya.

"Asma, bagaimana keputusan kamu?" Wanita tadi bertanya seperti Wa Adnan mengenai keputusan yang sama sekali Asma tidak ketahui. Bahkan, tujuan kesana saja Asma seakan menjadi anak kecil yang diajak jalan-jalan oleh ibunya. Hanya mengekor.

"Maaf, keputusan apa maksud, Tante?" tanya Asma bingung.

"Astagfirullah, saya belum kasih tahu Asma, karena terburu-buru tadi. Jadi, sekalian disampaikan disini saja," potong ibunya sembari terkekeh akan sifat pelupanya. Namun, ada raut gelisah juga tertera di wajahnya.

Cinta tak keliru (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang