Selama perjalanan pulang dari bioskop, keadaan mobil hening. Biasanya setiap perjalanan dimana pun, baik Azhar maupun Asma sama-sama tidak bisa berhenti bercerita. Namun, saat ini mereka diam tanpa kata dan hanya suara hujan yang turun menemani perjalanan pulang mereka.
Asma melirik suaminya yang fokus menyetir, tapi Asma tahu bahwa ada yang sedang dipikirkan oleh Azhar. Dia ragu untuk sekedar bertanya apa ada yang mengganggu pikiran suaminya.
"Ada yang mau kamu beli dulu sebelum sampai rumah?" tanya Azhar memergoki istrinya yang mencuri pandang kepadanya.
Asma menggeleng kaget. "Nggak ada, Mas," jawab Asma. Apa dari tadi Azhar tahu bahwa Asma sedang memperhatikannya? Entahlah.
"Kamu pasti ingin aku cerita tentang Bu Vina, kan?" tebak Azhar. Mungkin dia bisa mulai menceritakan masa lalunya kepada Asma secara perlahan.
"Aku sama sekali nggak penasaran dengan Bu Vina ataupun hal lainnya. Yang aku ingin tanyakan cuma keadaan kamu sekarang," ujar Asma.
"Kamu kelihatan tertekan," lirih Asma. Dia tidak ingin Azhar memikul beban berat sendirian, termasuk urusan suaminya itu dengan wanita bernama Vina tadi.
Azhar melirik Asma dengan senyum manisnya. Asma tidak pernah menuntut apapun darinya, begitu pun sekarang, dia hanya mengkhawatirkan keadaan Azhar.
"Aku nggak apa-apa, Sayang."
"Tapi, kamu dari tadi diem aja," seru Asma. Sejak hubungan rumah tangga mereka berjalan baik, Asma sangat tidak suka jika suasana diantara mereka hening seperti tadi. Walaupun, kadang dirinya yang memulai diam ketika sedang kesal kepada Azhar.
"Kamu nggak ajak aku ngomong, sih," kekeh Azhar.
"Ish, aku kan takut suasana hati kamu lagi nggak mood buat ngomong, Mas!" ujar Asma.
"Aku kenal Bu Vina itu dari Gilang. Dia salah satu sanak saudara Gilang dan suaminya pernah menjadi kolega kerjaku dulu," jelas Azhar. Dia tidak bohong mengenai siapa itu Vina. Azhar hanya belum siap memberitahu Asma bahwa Vina adalah salah satu pendukung hubungannya dengan Arini dulu.
"Tapi, dia keliatan nggak suka sama kamu, Mas. Kalo sama aku sih nggak apa-apa, lagian kita emang nggak kenal juga." Asma bisa melihat bagaimana sindiran-sindiran terlontar dari Vina tadi kepada suaminya. Jangan lupakan juga tatapan sinis wanita itu kepadanya tadi.
"Nggak jelas emang dia, Yang," alih Azhar memutus topik tentang Vina. "Aku lapar, kamu mau beli apa buat makan sebelum kita pulang?" tanya Azhar melirik istrinya.
"Aku pengen gudeg, Mas," cengir Asma.
Walaupun sebelum ke bioskop mereka sempat makan dulu, namun Azhar mengerti bahwa istrinya itu sedang mengandung dan nafsu makannya sedang tinggi-tingginya.
"Oke, My Love," seru Azhar menggenggam tangan Asma dan dikecupnya lembut. Dia sangat mencintai Asma. Oleh karena itu, terkadang ada rasa takut bagaimana jika istrinya tahu akan masa lalunya dan pergi meninggalkannya.
-0-0-0-
"Kamu mau makan gudeg di sini?" tanya Azhar ketika mereka sampai di sebuah rumah makan sederhana, tapi bergaya kental akan adat khas Jawa.
Azhar baru tahu bahwa di Jakarta ada rumah makan seperti ini dan memang sangat ramai dilihat dari penuhnya semua tempat duduk. Bahkan, Azhar sekarang harus meneliti satu-satu spot untuk mencari tempat untuk mereka makan.
Asma mengangguk. "Aku sering makan di sini sama Shilla. Enak banget makanannya," ujar Asma. Beberapa tempat sudah terisi dan dia sedang mencari tempat kosong juga untuk mereka makan.
"Asma?"
Asma dan Azhar sontak memalingkan wajahnya ke arah sumber suara. Wajah Azhar langsung mengeras ketika melihat siapa yang memanggil nama istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta tak keliru (END)
Spiritual(Harus Follow sebelum baca, biar bisa baca) Pertemuan memalukan itu adalah awal dari kisah ini. Perjodohan dadakan, pernikahan yang tinggal menghitung hari serta hati yang masih keliru. Semuanya berbaur menjadi satu. Akankah semua ini akan berakhir...