Dua orang itu duduk canggung dengan berhadapan, mungkin karena pertemuan pertama mereka setelah sekian lama tidak berjumpa.
Raut kegembiraan tercetak jelas pada wajah tampan Bisma Anggara, dosen muda yang mempunyai segudang prestasi. Setelah sekian lama tidak berjumpa dengan gadis yang dulu sempat dirinya tawarkan merajut sebuah hubungan suci, tapi dirinya harus kecewa karena gadis itu menolaknya. Namun, dia ingin mencobanya kembali dan berharap niatnya ini dapat berbuah baik.
"Kamu apa kabar?" Bisma memecah kecanggungan di antara mereka. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin dirinya tanyakan pada gadis di hadapannya, tapi urung karena melihat sikap canggung gadis itu.
Asma mendongak menoleh pada wajah berseri Bisma. "Baik. Kak Bisma sendiri gimana?"
Perlu Asma akui jika pria dihadapannya semakin terlihat mempesona dari terakhir mereka bertemu beberapa tahun yang lalu.
Bisma tersenyum. "Sangat baik. Senang bisa bertemu kembali dengan kamu, Asma. Kamu ada kelas pagi? Jam berapa?" Walaupun dirinya ingin berbincang lama, tetap saja harus menanyakan hal tersebut pada Asma.
"Iya, tapi masih satu jam lagi, Kak," jawab Asma sedikit risih dengan suasana sekarang. Dia sangat menanti Shilla untuk segera menyelesaikan urusan parkiran agar segera menyusulnya kemari, membawa Asma keluar dari zona canggung ini.
"Untuk nanti jangan keseringan tidak masuk kelas saya, ya. Kalo hanya karena rasa canggung kamu. Saya bisa bersikap profesional, kok," ujar Bisma. Dia tahu bahwa setiap alasan gadis itu tidak masuk kelasnya hanya untuk menghindarinya saja. Namun, dia tidak akan membuat Asma terus-terusan merasa tidak nyaman seperti ini.
Asma menunduk. "Maaf, Kak. Aku hanya ti-"
"Anggap saja saya tidak pernah melamar kamu. Apakah itu cukup membuat kamu tidak canggung lagi?" ujar Bisma.
Raut kecewa Bisma beberapa tahun lalu ternyata masih membuat gadis di hadapannya ini tetap merasa bersalah. Padahal, Bisma sangat mengerti, saat itu Asma masih sangat muda dan tidak ingin diikat padahal Bisma akan melanjutkan studi di luar negeri.
"Shilla sudah datang. Aku pamit duluan, ya, Kak Bisma," pamit Asma ketika melihat Shilla sudah berada di ambang pintu masuk kantin. Dia langsung meninggalkan kantin setelah bertukar sapa singkat dengan Shilla tentunya.
"Shil! Kok lama banget, sih?!" rajuk Asma.
"Si Niko nggak mau ngalah. Jadi, gue harus adu mulut dulu sama tuh manusia!" ucap Shila.
Perseteruan antara Shilla dan Niko sudah menjadi budaya umum bagi semua mahasiswa. Niko adalah anak dari investor terbesar di kampus mereka, tidak ada yang barani berurusan dengan si arogan itu, kecuali Shila.
"Tadi ngomongin apa aja sama mantan?" Amarah Shila telah lenyap ketika mengingat tujuannya untuk mengajukan pertanyaan menggoda pada Asma.
"Apaan, sih! Dia bukan mantan gue," tolak Asma.
Jika sampai terdengar oleh orang lain bisa menjadi berita simpang-siur yang ditambahi oleh mulut tak bertanggung jawab. Apalagi jika suaminya mendengar kabar tidak benar itu. Bisa gawat.
Shilla terkekeh. "Maksud gue mantan calon imam lo," ralat Shila.
"Nggak ngomongin apa-apa. Dia cuma nanya kabar gue aja, kok," jawab Asma.
"Eh, Shil. Anter ke perpustakaan dulu, lupa nggak bawa buku kelas Pak Herman," alih Asma ketika sahabatnya itu seakan ingin menggali semakin dalam mengenai pertemuannya dengan Bisma tadi. Dia tidak ingin membahas mengenai masa lalu lagi.
🦋🦋🦋
"Sayang, jangan marah dong. Aku tadi cuma kebawa emosi karena kabar sepenting ini kamu nggak cerita apa-apa," bujuk Gilang kepada istrinya yang masih bergetar dalam tangisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta tak keliru (END)
Spiritual(Harus Follow sebelum baca, biar bisa baca) Pertemuan memalukan itu adalah awal dari kisah ini. Perjodohan dadakan, pernikahan yang tinggal menghitung hari serta hati yang masih keliru. Semuanya berbaur menjadi satu. Akankah semua ini akan berakhir...