◉33 Miss..

40 19 51
                                    

Jakarta,1 Oktober 2018

"Apa-apaan ini?" Kataku sebari menunjukan layar ponselku pada Resi yang daritadi hanya bersantai di sofa sebari menonton drakor.

Aku sangat kesal padanya saat ini. Ku matikan TV-nya karena sangat mengganggu suasana aku yang sedang kesal padanya.

"Kak...." Keluhnya.

"Jawab cepet" Bentak ku.

Ia mengambil ponselku, lalu langsung membulatkan matanya ketika melihat apa yang tertera di layar ponselnya.

"Kenapa nggak bilang?" Kataku dengan nada suara kecewa, mataku mulai berkaca-kaca.

"Kak ini beneran bukan aku" Wajah Resi nampak kaget setengah mati, aku tahu ia mencoba merahasiakannya dariku.

Resi beranjak dari duduknya, menghampiriku lalu memegang tanganku. Namun aku segera menepisnya mencoba menahan tangis namun tak bisa.

"Kak... "

Tangis ku menjadi-jadi, sampai menjerit juga. Adikku terus menghampiriku namun aku terus mundur. Antara kecewa, sedih, kesal, marah tercampur aduk. Perasaanku amburadul, sakit rasanya.

"KAMU KALO ADA MASALAH BILANG DONG JANGAN KAYAK GINI" Bentak ku padanya, Resi tersentak kaget yang membuatnya mengeluarkan air mata juga.

"YAAAA GIMANA AKU BISA BILANG KE KAKAK SIH... KALO SEMUANYA ADA HUBUNGANNYA SAMA KAKAK, SEMUA KOMENNYA" Katanya yang meneriaki ku.

"Ya tapi seharusnya kakak tahu... kalo kayak gini kamu terus nanggung sendiri nggak baik buat kamu... udah dari kapan?" Tanyaku yang mulai bisa meredakan emosi.

"LAMA" Jawabnya singkat.

"Nggak bisa kayak gini.. apa nama password-nya kakak mau hapus permanen" Kata ku sebari mulai memainkan ponselku lagi.

Adikku mengambil ponselku, lalu langsung membuangnya ke sofa.

"Nggak usah ikut campur... aku bisa tangani sendiri, lihatlah sorot matamu yang menjijikan itu" Katanya sebari pergi dan menyenggol pundak ku ketika melewati ku. Emosiku menjadi-jadi, tidak bisa terus dibiarkan jika begini.

Plaaakkkk

Aku menampar pipinya, Resi nampak kesakitan sambil memegang pipi kirinya.

"Kamu tau apa? hah?" Tanyaku dengan menatapnya tajam dan sedikit membulatkan mataku padanya.

"KAMU TAHU APA? SEDANGKAN KAKAK INI KAKAK KAMU... KAKAK YANG PALING MENGERTI KAMU, KAKAK KAYAK GINI KARENA PEDULI KAMU... KAMU MAU MATI?" Teriakku dengan emosiku yang sudah tidak bisa ditahan lagi.

Resi hanya menangis membuang muka.

Asal kamu tahu kakak begini juga karena kamu... kakak sakit jiwa karena... beban, bukan kamu.

"ohh... jadi selama ini kakak nggak suka sama aku? cihhh, keliatan ya kalo lagi marah... aku kira kakak beda dari yang lain.. beda sampe-sampe aku ngelindungin kakak demi nyakitin aku" Katanya dengan wajah datar tak mau memandangku.

"Bukan gitu... Kamu salah paham, demi tuhan kakak nggak pernah benci ataupun nggak suka sama kamu"

"Bunuh aja aku... lagipula aku juga udah ngerasa nggak guna hidup disini" Katanya dengan sembarang omong "BUNUH AKU..." Kini ia berteriak ke hadapanku.

Aku hanya mematung sambil terus terisak tangis. Resi pun begitu, namun kini ia terus membulatkan matanya sambil menatapku, tetap dengan tangisnya.

Aku membuang nafas kasar, kucoba untuk menenangkan jiwaku lagi namun susah. Dengan penyakit ku yang seperti ini rasanya sangat sulit untukku, sangat sulit. Perasaan ingin melukai diri sendiri terus tersirat di otakku.

Why Must Me?✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang