◉26 When we were kids

59 29 31
                                    

Play sweet night.

Saat itu, umurku 5 tahun dan Taehyung 6 tahun.

"Ini..."(*berbicara bahasa Korea)

Kata anak laki-laki yang entah darimana asalnya tiba-tiba menghampiriku yang sedang menangis sendiri.

Ia memegang biskuit bekas gigitannya, lalu mengusap ingusnya.

Saat itu aku hanya bisa berbahasa Indonesia, Belanda juga namun belum lancar.

Anak itu menghampiriku sebari menyodorkan biskuit bekas gigitannya. Aku mengambil biskuit itu aku juga memakannya.

Anak itu tertawa melihatku memakan biskuit pemberiannya.

Aneh... Saat itu aku sangat ingin memakan biskuit itu.

Kata ayah... Kalo ada orang asing yang ngasih kamu makanan jangan di ambil, nanti kamu bisa mati.

Kata itu terlintas di otakku pada saat itu, karena... Aku ingin mati.

Berbeda dari anak kecil pada umumnya, aku tidak pernah mendapat perlakuan buruk dari kedua orang tuaku.

Aku juga nggak pernah mendengar kedua orangtuaku bertengkar.

Namun aku mengalami gangguan jiwa, mentalku menurun. Ketika adikku menangis untuk pertama kalinya, ketika ia lahir.

Lalu ayah bilang "Kamu sekarang jadi kakak... Kamu harus kuat sebagai kakak, sekarang tugas kamu sebagai kakak harus menjaga adikmu" Katanya yang kemudian memelukku erat sambil menangis.

Saat itu umurku 3 tahun, tak mengerti apa-apa. Sampai akhirnya di Korea Selatan ini aku baru sadar arti tangisan itu.

Aku sakit... Sakit mentalku...
Karena.... Adikku sakit.....

Aku memakan biskuit itu sambil menangis, namun aku terus mengusap pipiku, menahan agar aku tak menangis.

"Mulai sekarang kamu harus tahan air mata itu, jangan sampai terjatuh kamu harus kuat walaupun hati kamu rapuh" Kata ayah gitu... Aku tak boleh menangis.

Saat itu umurku 5 tahun, aku di Korea Selatan karena adikku yang sakit, dan dokter bilang alat yang membantu adikku hidup hanya ada di Korea makannya kami kesini.

Aku kira karena aku....

Aku kira adikku sakit karena aku...

Aku sering melukai diriku, dengan cara apapun. Yang penting aku bisa mati.

Brakk

"Mah...." Teriak ayahku sebari memelukku dan menangis.

Ruang psikologis anak.

"Anak ibu harus terus bersama adiknya, dia begini karena menyalahkan penyakit adiknya karena dia. Jika dipisahkan akan terus begini" Kata dokter psikolog itu.

"Kondisi ini dinamakan Self-Injury"

Aku terus menangis, aku tak kuat menahan semua penderitaan ini... Adikku sakit, maka aku harus sakit juga... Aku tak bisa tidak cacat.

Aku masih duduk di halaman belakang rumah sakit, ditemani dengan anak itu.

"Aku masih punya.. tapi ternyata sudah kumakan semua" Katanya sebari tertawa.

Bodoh....

Aku tak bisa berbahasa Korea...

"Oo.. kau terluka" Katanya sebari melihat lututku yang berdarah dan lecet... Aku terjatuh tadi tapi ini bukan masalah.

Anak itu membuka bajunya, lalu ia membalut lukaku dengan bajunya.

Bodoh.....

"Kata ibuku, jika terluka seperti itu harus ditutupi dengan kain" Katanya yang masih saja tersenyum.

Why Must Me?✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang