15 - Seorang Pengangguran

442 54 1
                                    

Keesokan harinya sekitar pukul sembilan pagi, Petra datang menjemput Darren. Tentu saja kondisi Darren sudah bersih dan rapi serta kenyang walau diasuh oleh kedua ayah bobrok itu.

Dan semenjak Ata pulang, Erwin jadi sangat jarang pergi ke kantor. Dia merasa takut. Dia takut jika Ata tiba-tiba pergi lagi seperti dulu saat dia sedang tidak berada di rumah.

"Terimakasih sudah menjaga putraku dengan baik," ucap Petra sangat tulus dan dibalas mereka dengan senyuman.

"Masuklah, kita bisa berbincang dulu bukan? Lagipula Darren masih bermain," ajak Ata kepada Petra.

Petra mengangguki ajakan itu dan masuk. Dia terkejut melihat Erwin dan tersenyum. Tentu dia mengenal kakak satu-satunya dari sahabatnya itu. Erwin mengangguk dan mempersilakan Petra untuk duduk. Ata segera ke dapur untuk membuatkan minuman.

"Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?" tanya Erwin pelan.

"Baik Kak. Sudah lama kita tidak bertemu, kuharap Kakak juga baik," balas Petra sopan.

Mereka sama-sama tersenyum dan mengangguk. Bagi Erwin, sahabat adiknya juga dianggap sebagai adiknya sendiri. Erwin ikut diundang dan hadir ke acara pernikahan Petra. Mereka juga pernah menjadi partner. Karena dulu berita kehilangan Ata telah membuat gempar seluruh Distrik Emas.

Ata kembali dengan nampan yang berisi dua cangkir teh dan satu cangkir kopi. Tak perlu ditebak, sudah pasti cangkir yang berisi kopi itu untuk Erwin. Karena dia satu-satunya yang menyukai kopi di ruangan tersebut.

"Kalian berdua jika ingin teh ambil saja di dapur karena sudah kubuatkan," ucap Ata sedikit keras yang ditujukan untuk Eren dan Jean. Mereka yang berada di ruang tengah segera mengangguk dan memberikan jempol.

Petra dan Erwin terkejut melihat itu. Bukan perkara jempol kedua pria itu, tapi suara Ata. Memang tidak terlalu keras, tapi itu adalah pertama kalinya Ata berteriak seperti itu kepada orang asing.

Ata adalah tipe orang yang sangat tenang. Bahkan terkesan dingin disertai ekspresi yang datar. Dia hanya akan menunjukkan sisi yang berbeda dan mungkin sedikit gila kepada orang-orang yang dianggapnya dekat.

Setelah meminum kopinya hingga habis, akhirnya Erwin pamit untuk memberikan mereka waktu berdua. Dia tahu, pasti ada banyak hal yang ingin diketahui Petra dari sahabatnya itu. Karena bingung untuk melakukan apa, Erwin akhirnya memutuskan untuk menonton pertunjukan komedi Eren dan Jean yang sedang bermain bersama Darren.

Petra menatap dalam sahabatnya, dia ingin menanyakan sesuatu namun sedikit ragu. Dia takut jika pertanyaannya akan membuka kembali luka lama milik Ata. Dia juga sadar tidak perlu bertanya tentang kabar Ata, karena Ata terlihat sangat baik-baik saja.

"Apa kau masih menyukai pria itu? Maksudku apa kau sudah melupakannya?" tanya Petra pelan dan hati-hati.

Ata tersentak dengan pertanyaan itu. Dia sudah menduganya namun tak menyangka Petra akan menanyakannya secepat ini. Ah salahkan Ata yang lupa kalau mereka sudah tidak bertemu selama delapan tahun, jadi sebenarnya ini memang sudah cukup lama. Ata tersenyum samar kemudian menyesap tehnya pelan.

"Aku tidak melupakannya bahkan sedikit pun. Tapi aku sudah baik-baik saja," jawab Ata pelan disertai senyuman indah miliknya.

"Apa dia adalah alasan kenapa kau dulu menghilang?"

"Walau dia bukan sebab pastinya, namun anggap saja begitu," jawab Ata tersenyum miring. Senyum yang sering dia lakukan saat dirasa situasinya menggelikan.

"Apa kau sedang berusaha untuk menghindarinya?" tanya Petra lagi.

Ata tertawa mendengarnya membuat Petra bingung.

"Apa-apan kau Petra? Apa kau sedang mengintrogasiku?" tanya Ata dengan nada bercanda.

Petra terkejut dan ikut tertawa. Dia sadar bahwa pertanyaan darinya terasa sedikit lucu.

"Aku hanya ingin tau," jawab Petra kemudian setelah puas tertawa.

"Aku tidak menghindarinya. Aku tidak masalah bahkan jika kami nantinya bertemu lagi. Lagian percuma jika aku menghindarinya, jika nyatanya takdir menginginkan kami kembali bertemu," jawab Ata diakhiri senyum.

Petra bisa melihat dengan jelas bahwa itu bukan senyum palsu. Bahkan nada suaranya juga terdengar tenang dan tanpa kekhawatiran. Petra ikut tersenyum dan menghela napas lega. Ternyata kekhawatirannya bukan apa-apa untuk sahabatnya ini.

Bahkan sekarang dia terlihat ceria dan sangat ramah seperti dulu. Petra sangat bersyukur ternyata sahabatnya tidak berubah sedikit pun, meski mereka sudah lama tidak bertemu.

"Lalu apa yang kau lakukan sekarang? Maksudku apa pekerjaanmu?" tanya Petra senang.

"Aku seorang pengangguran," jawab Ata cepat dengan nada enteng.

Petra terkejut dan tersedak saat meneguk tehnya. Jawaban Ata benar-benar sangat tidak terduga. Petra menatap sahabatnya seolah menanyakan keseriusannya, yang langsung diangguki Ata.

"Apa kau mau bekerja bersamaku?" tawar Petra cepat.

Bukan karena alasan persahabatan, namun dia tahu jelas kualitas dari sahabatnya itu. Ata adalah gadis yang serba bisa dan sangat disiplin serta bertanggung jawab. Benar-benar tipikal orang yang sangat diinginkan di dunia pekerjaan.

"Aku menjadi pengangguran karena aku menginginkannya, Petra. Jika mau, aku bisa langsung bekerja di kantor Erwin. Tapi aku tidak melakukannya," jawab Ata tenang yang diangguki Petra.

Petra jelas tau sekaya apa keluarga sahabatnya itu. Bahkan tanpa bekerja pun, Petra yakin kehidupan sahabatnya tidak akan miskin hingga dia tua ataupun mati.

"Baiklah, tapi kenapa kau ingin menjadi pengangguran?" tanya Petra penasaran.

"Aku lelah berkeliling dunia selama delapan tahun, jadi aku ingin bersantai menikmati waktu sekarang," jawab Ata benar-benar tanpa beban.

Petra terdiam. Jadi secara tidak langsung yang dilakukan sahabatnya selama ini hanya jalan-jalan dan bersantai? Petra benar-benar tak menyangka. Rasanya sia-sia saja dia mengkhawatirkan Ata selama ini.

Tanpa sadar karena keasyikan berbincang, waktu terus berlarut hingga sudah siang hari. Petra akhirnya mengajak Ata dan Erwin untuk ikut datang ke acara reuni SMA mereka.

Petra bahkan meminta Ata untuk turut serta membawa Eren dan Jean. Acaranya akan diadakan dua malam lagi yang diangguki Ata dengan malas. Eren dan Jean tentu saja merasa sangat senang karena diajak ikut serta ke pesta.

Sebelum pergi, Petra juga meminta kontak Ata agar mudah  untuk dihubungi. Petra akhirnya pamit sambil menggendong Darren dan membawa barang-barangnya. Awalnya mereka sudah menawari untuk membantunya, yang langsung ditolak dengan tegas oleh Petra. Petra tidak ingin merepotkan orang-orang itu lebih jauh lagi.

Di parkiran mobil

Setelah memasukkan semua barang dan dirinya berada di dalam mobil, Petra mengambil ponsel dan menghubungi Levi.

"Kau tahu kan malam besok acara reuni sekolah kita?"

"Aku mengundangmu, Kak,"

"Ini kesempatan terakhir dariku. Aku hanya memberikan peluang untukmu. Jika kau tidak ingin hadir, itu terserah padamu. Tapi ingat, jangan lagi menghubungiku hanya untuk menanyakannya. Kau tentunya tidak lupa dengan kelakuanmu dulu, hanya berbicara denganmu saja sudah membuatku muak dan marah!"

Setelah mengucapkan kata-kata seperti itu, Petra segera menutup panggilan dan menyimpan ponselnya. Dia kemudian melajukan mobilnya dan meninggalkan parkiran.

Kediaman Ackerman

Setelah menerima panggilan tersebut Levi langsung mendadak ke luar dari kamarnya. Dia membuka pintu kamar dengan tergesa dan kasar, menimbulkan suara yang cukup keras. Mikasa yang sedang berada di ruang tv terkejut.

"Apa?" teriak Mikasa kesal yang juga dibalas tatapan tajam Levi.

Gelud mang?
Have fun gaes 🤗
-Ataaa

I'll Fix It [Levi x OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang