Levi Ackerman, dokter tampan berumur 26 tahun yang sekaligus pemilik Rumah Sakit ternama. Dia terus hidup dengan penyesalan karena menganggap diri sebagai penyebab kepergian kekasihnya. Ketika dia tahu bahwa Ata-kekasihnya- kembali, dia lagi-lagi be...
Bunyi keramik yang beradu dengan alas kaki pemuda yang beru saja kembali itu memenuhi ruangan gelap yang mulai dijelajahinya. Dia melenggang dengan percaya diri tanpa menyadari keberadaan pria bersurai keemasan yang berada di salah sudut gelap ruangan tersebut.
"Kau akhirnya kembali!" Seru pria bersurai emas tersebut menginterupsi kegiatan yang lainnya.
"Eh? Siapa—"
Pria bersurai pirang tersebut berdiri dari duduknya dan mendekati lawan bicaranya. Membuat empunya menghentikan ucapan dan tersenyum tipis.
"Akhirnya kau datang menemuiku juga, Karl!"
Seruan pria berambut gelap tersebut tak diindahkan sama sekali. Membuatnya mencebikkan bibir dan berdecih kesal.
"Atau aku harus memanggilmu dengan nama 'Erwin'?" lanjut pria bersurai gelap memancing reaksi lawannya.
Tanpa diduga, Erwin segera mencengkeram rahang pria tersebut dan membuat lawannya terbelalak.
"Jangan mencoba memancing amarahku, Klein!" Peringat Erwin jelas dari sorot tatapannya yang tajam dan suaranya yang dingin. Membuat lawannya merasa hawa intimidasi luar biasa.
"Oke, oke, aku mengerti. Berhenti lah bersikap seolah memusuhiku seperti ini. Aku ini juga saudaramu, jika kau lupa," ucap Klein setelah cengkeraman di rahangnya dilepaskan. Dia masih saja bisa bersikap tengil meski merasakan hawa membunuh dari Erwin.
"Lalu, apa yang—"
"Yak! Sebelum membahas masalah itu, tolong katakan padaku sampai kapan aku harus menyamar? Aku muak terus-menerus hidup sebagai 'Karl' dan bertemu para bajingan itu. Aku juga muak harus terus memasang senyum palsu dan bereaksi sepertimu di setiap situasi," keluh Klein membuat Erwin menatapnya tajam.
"Oke! Aku hanya mengeluh, bukan berarti ingin berhenti. Lagipula aku sudah melakukannya sesuai instruksimu selama lima belas tahun, jadi berpura-pura beberapa tahun lagi tentu bukan masalah besar. Kurasa..." lanjut Klein dan suaranya semakin lirih diakhir kalimat yang terkesan belum selesai itu.
"Aku memahami perasaanmu, Klein. Aku juga lelah berpura-pura hidup dengan nama baru sebagai Erwin. Tapi kita punya alasan kuat untuk tidak berhenti!" Kata-kata Erwin menerbitkan senyum di wajah Klein. Dia mengangguk mengerti dan menepuk pelan bahu Erwin.
"Ya! Ini semua demi adik kita, Kylie!" Seru Klein dengan senyum cerahnya. Rasa penat, muak, dan kesalnya seolah-olah menguap seluruhnya begitu mengingat kembali tujuan utama mereka melakukan hal ini.
"Atau aku juga harus memanggilnya Ata? Ah, Aurel juga bagus!" Seru Klein dengan senyum secerah mentari dan tertawa renyah.
"Lalu—"
"Hei, Erwin! Kapan aku bisa bertemu adik perempuanku itu? Kau tau, aku sudah menunggu selama dua puluh tahun hanya untuk melihat wajahnya. Aku yakin dia juga pasti cantik, mengingat secantik apa wajah mendiang tante Elena. Hei! Tunjukkan padaku wajahnya! Paling tidak tunjukkan fotonya padaku jika kau tidak mau aku bertemu langsung dengannya!" Teriak Klein yang kesal setelah mengingat semua pengorbanannya selama ini.
"Aku menyusup ke markas musuh sendirian, tapi aku bahkan tidak bisa melihat wajah orang yang ingin kuselamatkan. Lelucon macam apa itu?" Klein terus menggerutu dengan tingkah yang menjengkelkan. Erwin yang mulai tidak tahan segera mengambil ponsel dan membuka aplikasi galeri.
"Lihatlah! Seperti yang kau duga, dia memang cantik!"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ah... Adikku!" Seru Klein berteriak kegirangan dan menangis haru. Membuat Erwin menatapnya dengan pandangan aneh.
"Akhirnya setelah sekian lama aku bisa melihat wajahmu, Kylie! Karl, aku senang! Sungguh! Ini kejuujuran dari lubuk hati terdalamku! Aku sangat senang! Kau sudah merawatnya dengan baik! Aku senang karena bisa ikut berpartisipasi dalam hal ini!"
"Kau... Yakin? Kau bahkan menangis dan bereaksi berlebihan seperti itu hanya karena satu foto?"
"Tentu saja! Mengetahui kabar dia selalu baik-baik saja sudah membuatku bahagia. Bolehkan aku minta foto itu? Aku ingin memajang foto Kylie yang berukuran raksasa di kamarnya. Bolehkan?" tanya Klein penuh harap.
"Kamarnya?"
"Benar. Kamar yang kusiapkan untuk Kylie suatu saat nanti. Kau tau, aku bermimpi untuk menyatukan seluruh keluarga kita di rumah ini. Yah... Meski terkesan mustahil," jelas Klein dengan nada sendu.
"Baik, akan kukirimkan padamu! Bahkan semua foto ynag kupunya!"
"Terimakasih!"
"Bisakah kita mulai membicarakan intinya?" tanya Erwin dan diangguki Klein.
"Xavier menangkap banyak gadis, dan salah satunya mengaku sebagai pemilik tanda. Aku memang melihat tanda itu di leher kirinya, tapi kita tau benar gadis itu palsu. Ah, benar. Nama belakang gadis itu adalah Leonhardt!"
"Leonhardt? Kau yakin?" tanya Erwin memastikan pendengarannya dan dibalas anggukan mantap dari Klein.
"Sepertinya pengawal pribadi Ky (dibaca 'Kai') sudah bergerak. Itu sebab mereka langsung menghentikan perburuan para gadis. Tapi gadis palsu itu sudah pasti akan kehilangan nyawa!"
"Bahkan tidak ada jaminan keselamatan untuk gadis yang lain, bagaimana kita bisa berharap keselamatan untuknya? Apa kau berusaha untuk melepaskannya?" tanya Erwin dan dibalas gelengan Klein.
Erwin menghela napas lega mendengarnya.
"Usahakan jangan sampai pergerakan kita ketahuan! Selama keselamatan Ky belum terjamin, aku tidak peduli bahkan jika harus mengorbankan nyawa semua orang!"
"Tapi... Kurasa tindakan kita yang mengabaikan mereka begitu egois. Meski begitu, aku tetap tidak bisa membahayakan hidup Ky. Dia jauh lebih berarti dibanding apapun. Hanya dia satu-satunya yang bisa menghentikan tragedi yang terus menimpa keluarga kita," lirih Klein merasa bersalah.
Erwin menatap wajah Klein yang tertunduk dan menepuk bahunya ringan. Tidak hanya Klein, Erwin juga merasakan hal yang sama. Namun, sejak kecil mereka sudah dipaksa menjadi kuat oleh keadaan.
Dibanding meratapi kematian orang terdekat, mereka memilih untuk menyusun rencana jangka panjang yang bertujuan untuk menyelamatkan sang adik. Bahkan mengorbankan masa kecil mereka.
Dengan tubuh dan usia yang masih semuda itu, mereka dipaksa untuk tidak goyah meski diterpa badai dari berbagai pihak. Dan ketika tiba saatnya lelah dan muak dengan keadaan, hanya bahu satu sama lain yang bisa mereka gunakan untuk saling menguatkan. Ironis.
Mereka juga yang memutuskan untuk mencuci otak Kylie Trovy dengan kedok sebagai perawatan psikologis, tepat setelah kecelakaan tragis yang menyebabkan kematian keluarga mereka. Itu sebabnya Kylie Trovy—atau yang dikenal dengan nama Athaurelya Smith, tidak mengingat apapun perihal itu.
Tidak hanya sampai disana, mereka juga dengan sepakat mengubah identitas mereka dan melakukan penyamaran demi melancarkan misi melindungi sang adik. Dan jika dihitung berdasarkan tahun, mereka sudah melakukannya lebih dari dua puluh tahun.
Namun ada satu hal yang tidak mereka sadari. Adik yang mereka kira tidak mengetahui apapun, akhirnya mulai menggali informasi dan kepingan ingatan yang telah tersimpan sejak lama di sudut memorinya. Kepingan memori berisi kisah tragis dan takdir yang harus dijalaninya.
• • -Di Cafe-
Levi meninggalkan Ata sendirian di mejanya setelah izin untuk ke toilet. Yah... Bahkan Ata merasa deja vu karena beberapa kali ditinggal oleh orang yang sedang menemaninya, dan dengan alasan yang sama pula.
Hingga seorang pria berambut merah terang duduk tepat lurus di belakangnya. Kepala pria itu terus condong ke arah Ata dengan posisi yang saling membelakangi hingga jarak keduanya sangat dekat. Wajah mereka berdampingan dengan jarak hanya beberapa centi saja.
"Akhirnya aku menemukanmu, A01!"
Ucap pria itu dengan seringai di wajahnya. Tatapan Ata seketika menjadi dingin dan ekspresi datar di wajahnya
• • • Yak sekian gaes... Sans masih kulanjut kok chapnya Ini kupotong cuma karena udah 1k+ words
Oh iyaa... Jadi jelas ya Karl Trovy yang asli adalah Erwin Dan Karl Trovy yang dikenal Xavier adalah Klein Trovy -Ataaa