20 - Ata Kenapa?

410 49 1
                                    

- Masih di tempat Reuni -

"Ayo kita pulang!" ajak Hanji sambil menepuk pundak Levi.

Tiba-tiba Xavier datang dan menyapa Levi dengan senyum mencurigakan miliknya.

"Yo, Sobat!"

Levi menatapnya Xavier tajam. Terlihat jelas kemarahan terpancar dari tatapan Levi. Levi menyesal karena dulu pernah percaya pada manusia itu. Dia adalah penyebab utama hubungan Levi dan Ata hancur. Jika mengingatnya kembali, rasanya Levi ingin menghajar pria itu hingga babak belur.

Hanji yang sadar situasinya tidak bagus bergegas menarik Levi. Dia buru-buru menyeret Levi agar pergi dari sana, sebelum keadaan menjadi semakin buruk. Para wartawan memang sudah pergi, namun masalah terbesarnya justru baru muncul.

"Kabur, heh!" ucap Xavier memancing reaksi Levi.

Xavier tau. Dia sangat tau kalau Levi sedikit sulit untuk menahan amarahnya, apalagi jika berhubungan dengan kekasihnya. Karena sebab itu juga dia bisa menghancurkan hubungan kedua orang itu. Jika ditanya apa Xavier menyesal telah melakukannya? Jawabannya tidak. Jika waktu diulang, dia pasti akan tetap melakukannya lagi.

"Mengingat ekpresi Aurel hari itu, rasanya aku ingin—"

Bugh!

Hanji terkejut karena Levi terlepas dari tarikannya dan sedang memukuli Xavier. Dia terus menghajar Xavier dengan brutal yang hanya dibalas tawa keras Xavier. Orang-orang disana terkejut melihat perkelahian kedua orang itu.

"Hahahahaha...."

"Diam kau, Brengsek! Jangan sebut namanya dengan mulut busukmu itu!" Levi mengamuk dan terus menghajar Xavier.

Levi murka. Dia menghajar Xavier dengan membabi buta. Hingga para pengawal datang dan melerai mereka. Karena Levi yang terus memberontak, butuh sekitar tiga pengawal hanya untuk menahan pergerakannya. Hanji buru-buru meminta maaf pada orang-orang yang ada disana dan segera menarik Levi pergi.

"Cih, si Cebol itu benar-benar tidak tau caranya menahan diri," ucap Xavier kemudian terkekeh pelan.

PLAAAK!!

Petra mendadak muncul dan menampar Xavier dengan sangat keras. Petra berang dengan kelakuan pria dihadapannya itu. Padahal baru saja selesai masalah dengan para wartawan, dan datang lagi penyebab masalah baru. Sebelum semakin memanas, Petra segera dibawa pergi oleh suaminya—Ouluo. Xavier hanya tertawa keras. Sepertinya dia memang sudah gila.

- Di parkiran mobil -

"Kenapa kau menarikku? Aku belum puas memukuli wajah si Brengsek itu!". Terdengar nada kemarahan di suara Levi.

Bugh!!

Hanji meninju pipi Levi dengan keras. Dia benar-benar kesal dengan teman bodohnya itu. Apa-apaan Levi ini? Apa dia tidak bisa membedakan antara Hotel dan Ring Tinju? Hanji benar-benar kesal hingga memutuskan memukul Levi untuk membuatnya sadar.

"Sadarlah, Bodoh!" teriak Hanji membuat Levi tersentak.

"Kau kira Aurel akan suka melihatmu seperti ini, hah?" Teriak Hanji dan menaikkan kacamatanya ke atas ubun-ubun kepalanya.

"Lupakan saja niatmu mendekatinya kembali! Kau tidak berubah sedikit pun. Kau bahkan masih tidak bisa menahan emosimu. Aku tidak perlu mengingatkan lagi kesalahanmu dulu bukan? Pikirkanlah baik-baik kelakuanmu itu!" ucap Hanji serius dan memposisikan kacamatanya seperti semula, kemudian dia berbalik pergi.

Levi terdiam. Semua yang dikatakan Hanji benar. Dia terlalu marah hingga kehilangan akal sehatnya. Levi mengusap wajahnya dan menghela napas kasar. Nama Ata adalah kata kunci yang selalu sukses membuat amarahnya naik. Bukan karena Ata bersalah padanya, tapi karena rasa bersalah Levi sendiri.

Tiba-tiba Hanji kembali lagi yang membuat tanda tanya besar muncul di kepala Levi. Bukankah gadis itu telah memutuskan untuk pergi? Lalu kenapa malah kembali lagi?
Apa dia merasa belum cukup memarahi Levi?

"Aku lupa tidak membawa mobil. Jadi aku ikut pulang denganmu, ya?" tanya Hanji dengan cengirannya.

Levi hanya menatapnya diam dan berbalik menuju mobilnya. Hanji langsung mengikutinya dibelakang dan ikut masuk ke mobil Levi. Bagi Hanji, diam Levi adalah iya. Dia tidak peduli jika Levi memakinya nanti, yang penting dia bisa pulang dengan gratis. Lagipula mereka berdua tinggal di gedung apartemen yang sama.

oO0Oo

Sekitar pukul tiga dini hari, Erwin terbangun karena merasa haus. Dia pun turun menuju dapur untuk mengambil air. Dia terkejut karena melihat Ata yang duduk di sofa ruang tengah dengan dibalut selimut. Erwin tidak tau apakah Ata tertidur atau tidak, karena posisi Ata yang menghadap ke televisi.

Erwin langsung melewati Ata dan ke dapur untuk minum, kemudian baru kembali lagi ke ruang tengah. Dia mendekati Ata yang masih tidak mengubah posisinya. Karena cahaya yang remang-remang, Erwin mengira Ata tertidur. Namun ternyata tidak, Ata hanya duduk merenung disana. Bahkan dia tidak menonton acara tv yang dinyalakannya.

Erwin langsung mematikan tv dan duduk di samping Ata. Ata hanya menoleh pelan namun tidak mengatakan apapun.

"Kau tidak bisa tidur?" tanya Erwin lembut dan pelan yang hanya diangguki Ata.

"Kenapa?" tanya Erwin lagi sambil mengusap kepala Ata.

Sepertinya Erwin tau apa sebabnya. Sejak kecil Ata memang anak yang sangat mandiri. Namun ada beberapa waktu dimana Ata akan bersikap layaknya anak kecil. Dia merasa cemas untuk suatu hal yang bahkan mungkin tidak ada. Dan jika sudah seperti itu, Ata akan terjaga sepanjang malam.

Erwin menarik selimut Ata dan mendekat ke arahnya. Dia duduk dengan posisi yang sama dengan Ata. Kemudian merangkul bahu Ata dan memposisikan agar kepala Ata bersandar padanya. Ata hanya diam namun menurut hingga berakhir menyender pada Erwin. Erwin mendekap erat adiknya itu dan menyelimuti mereka berdua dengan selimut yang telah ditariknya tadi.

Erwin hanya diam dan tidak menanyakan apapun lagi. Dia sadar yang dibutuhkan Ata hanya keberadaannya saja. Dulu saat orang tua mereka masih hidup, Ibunya lah yang akan melakukan hal tersebut. Dan sekarang giliran Erwin yang menggantikan peran itu.

Erwin ingat dulu ketika Ata kecil menangis saat pulang dari sekolahnya. Dia menangis karena anak-anak yang lain mengatainya sudah tidak punya orang tua. Hati Erwin teriris melihat Ata yang menangis sambil terisak seperti itu. Erwin langsung memeluk Ata yang menangis dan mengelus punggungnya pelan.

"Memangnya kenapa jika Ata sudah tidak punya orang tua? Ata kan punya kakak. Kakak juga bisa jadi orang tua untuk Ata," ucap Erwin muda menenangkan adiknya.

Erwin melepaskan pelukannya dan menatap Adiknya. Ata langsung mengusap air matanya dan mengangguki perkataan Erwin. Walau masih ada sedikit isakan, namun dia sudah tidak menangis lagi. Erwin tersenyum melihat adik kecilnya.

"Tenang saja, kakak bisa melakukan semua hal yang dilakukan orang tua mereka. Ata tinggal mengatakannya, dan kakak pasti akan mewujudkannya. Kita juga punya paman Niel yang hebat, jadi Ata tidak perlu sedih. Ata paham kan?" jelas Erwin pada adik kecilnya itu.

Ata mengangguk dan tersenyum cerah. Sejak hari itu dia tidak pernah lagi menangis saat pulang sekolah, karena dia telah membalas semua perkataan anak-anak itu kepadanya. Hingga saat mereka berumur sebelas tahun, paman Niel juga meninggal. Namun ajaibnya Ata tidak menangis, dia hanya memotong pendek rambutnya seperti gaya rambut laki-laki.

Setelah kematian paman Niel, Ata memutuskan untuk menggeluti dunia bela diri. Erwin mengizinkannya karena Ata terlihat menyukai hal itu. Walau dia sering pulang dengan tubuh yang memar di sana-sini, namun dia tidak pernah mengeluh. Hingga akhirnya dia berhasil menjadi primata terkuat tingkat nasional saat SMA.

"Erwin, kenapa kau tidak menikah?" tanya Ata tiba-tiba. Membuat Erwin tersadar dari nostalgia.

"Eh-?"

Sekian dulu gaes aku udah pusing soalnya
Kuharap kalian suka  dan menikmatinya
-Ataaa

I'll Fix It [Levi x OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang