32 - Letnan Jenderal!

308 44 0
                                    

Kalau ada typo kementar saja bund~


Zeze Tersentak karena melihat wajah asli Ata yang ternyata adalah seorang perempuan. Bahkan terlihat jauh lebih muda dan cantik darinya, membuat Zeze semakin kesal.

Tiba-tiba Zeze tertawa dan akhirnya tersenyum menatap Ata. Dia sedikit kesusahan menyentuh pundak Ata yang sialnya jauh lebih tinggi darinya. Membuat Ata menatapnya bingung.

Zeze melirik wajah Levi dan tersenyum puas. Kemudian dia mendekat ke arah Ata dan berbisik, "Peka lah terhadap orang-orang yang ada di sekitarmu."

"Aku tahu kau memang peka akan keadaan mereka, tapi kau tidak pernah peka dengan perasaan mereka. Ini adalah saran terbaik yang bisa kuberikan untukmu, adikku," sambung Zeze dan menepuk pundak Ata pelan sebelum berlalu membuat Ata berpikir keras.

"Ayo!" ajak Levi menepuk pundak kiri Ata pelan.

Mereka akhirnya sampai di markas yang dihuni khusus oleh unit M7A1. Ata melangkahkan kakinya pelan masuk kesana yang sudah didahului Levi. Di ruangan pertama terdapat kasur yang biasanya digunakan sebagai tempat untuk istirahat sementara oleh Jean dan Eren, dan Levi sedang duduk disana.

Setelah masuk dan mengunci pintunya, Ata langsung melepas penutup wajah dan kepalanya. Dia balas menatap Levi yang juga sedang menatapnya dengan pandangan bertanya, yang dibalas gelengan Levi.

Dengan tiba-tiba Ata menerjang tubuh Levi dan hendak menindihnya, membuat Levi telentang dengan ekspresi terkejut. Levi sontak menahan tubuh Ata dengan kedua tangannya agar tidak sampai menindihnya. Menatap Ata yang sedekat ini, dia refleks menelan ludahnya kasar.

"A-Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Levi sambil terus menahan tubuh Ata agar tidak menindihnya. Dia sedikit kesulitan mempertahankan kewarasannya gara-gara gadis ini. 'Sial! Aku tergagap karenanya,' batin Levi.

"Singkirkan pikiran kotormu dan dengarkan aku baik-baik!" ucap Ata tepat di telinga Levi dengan suara pelan dan sedikit serak, yang malah terdengar sangat sensual.

"Bantu aku mencari alat penyadap serta kamera cctv di tempat ini. Mungkin ukurannya akan sangat kecil jadi aku mohon bantuanmu. Dan tolong bersikaplah senatural mungkin, Tuan Maniak Kebersihan!" sambung Ata dan diangguki Levi.

Kemudian Ata bangun dan mulai berkeliling seolah-olah hanya melihat-lihat dan juga diikuti Levi. Mereka memeriksa hingga ke setiap sudut ruangan dan menemukannya. Dalam sekejap, alat tersebut sudah hancur berkeping-keping di genggaman Ata.

Ata memasukkan puing-puing Alat tersebut ke plastik dan menyimpannya di kantong. Dia mengucapkan terimakasih karena Levi bisa diajak bekerjasama.

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Levi.

"Firasat," jawab Ata singkat membuat Levi tertegun.

"Kau mencari hanya berdasar firasat?" tanya Levi tidak percaya.

"Aku percaya pada diriku sendiri," jawab Ata singkat dan langsung membungkam Levi.

Sampai waktu tengah malam, Ata masih duduk di salah satu kursi disana dan merenung. Hingga akhirnya Levi memutuskan untuk mendekat dan mengajaknya berbicara.

"Kenapa memanggil wanita tadi dengan sebutan 'Nona'?" tanya Levi membuat Ata menoleh dan menatapnya. "Karena dia sudah pensiun," jawab Ata singkat yang dibalas anggukan Levi. "Mungkin umurnya sekitar lima puluhan tahun," sambung Ata membuat Levi terkejut. Karena Zeze terlihat sangat muda seperti seorang remaja.

"Kenapa dia ada disini?"

"Entahlah. Lagipula aku tidak perlu memberitahumu,"

"Apa pangkatmu yang sebenarnya?" tanya Levi membuat Ata terkejut. Dia tidak menyangka akan ditanya seperti itu.

"Kami prajurit rahasia yang hanya diketahui beberapa orang. Kenapa kau bertanya?" tanya Ata dengan senyum sinis yang terpasang di wajahnya. "Kau tidak perlu menjawab jika itu rahasia," jawab Levi dan mengalihkan pandangannya dari Ata.

"Aku seorang Letnan Jenderal, Mikasa dan lainnya adalah Kolonel. Aku yang meminta mereka memanggilku Kapten. Jika mereka memanggilku dengan pangkat asliku, akan tercipta jarak yang tidak dibutuhkan diantara kami. Dan aku membenci jarak itu," jelas Ata membuat Levi bungkam.

Sekarang Levi mengerti kenapa prajurit-prajurit disana begitu menghormati Ata. Mendengar suaranya saja, mereka bisa merasa senang sekaligus ketakutan. Tapi walau dengan jabatan serta pengaruh yang sebesar itu, kenapa Ata masih terlihat tidak bahagia?

"Apa kau sedang ada masalah?" tanya Levi dan menatap mata Ata. Dia bertanya seperti itu karena ekspresi Ata yang terlihat murung dan seperti terbebani. Setidaknya dia ingin membantu meringankan beban pikiran Ata.

"Kenapa kau ingin tahu?" tanya Ata mencebikkan bibirnya dan menatap Levi sinis.

Levi menghela napas. Sudah diduga mereka memang belum seakur dulu. Mungkin Ata terlihat tenang dan biasa saja saat Levi berada di dekatnya, tapi bukan berarti gadis itu sudah benar-benar menerima keberadaan Levi.

"Jika ada yang bisa kubantu, katakan!" pinta Levi hendak menggenggam tangan Ata.

Ata menepis tangan Levi kasar dan menyisir rambut depannya ke atas menggunakan tangan kirinya, dia menghela napas lelah dan langsung menatap Levi tajam.

"Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini, tapi rupanya kau tidak juga mengerti. Aku tidak mempercayaimu!" ucapnya tajam disertai tekanan di akhirnya.

Levi mengerti. Ini adalah kesalahan fatal miliknya. Ata memang orang yang seperti ini, bahkan sejak dulu. Pada titik awal, dia memberikan kepercayaan yang sama kepada setiap orang. Tapi sekalinya kehilangan kepercayaan, dia tidak akan mempercayainya lagi. Dan itulah yang telah Levi lakukan, menghancurkan kepercayaan yang Ata berikan padanya hingga tak lagi bersisa.

"Tidurlah, lagipula ini sudah larut. Kita akan kembali pulang besok," ucap Ata dan berdiri dari duduknya. Dia memasuki sebuah ruangan dan menghilang dalam kegelapan.



Keesokan paginya...

Sembari menunggu Ata sebentar, Levi melihat-lihat sekitar dan menatap syal merah milik Mikasa. Tentu saja dia mengenali benda itu, karena itu adalah benda yang dianggap paling berharga dalam hidup adiknya. Hingga akhirnya Ata kembali.

"Kau sudah selesai?" tanya Levi dan akhirnya merutuki dirinya sendiri. Itu adalah hal yang tidak perlu ditanyakan. Tapi diluar dugaan Ata mengangguk menjawabnya.

"Tadi kau kemana?" tanya Levi lagi. "Melapor pada atasan," jawab Ata sekenanya dan hanya diangguki Levi.

Mereka kemudian keluar dari markas pusat dan segera pergi menggunakan motor. Hingga akhirnya mereka mengganti pakaiannya di toilet umum, yang merupakan tempat yang paling dibenci keduanya.

Setelah berganti pakaian dan perlengkapan, Mereka pun langsung menuju ke rumah sekaligus bar milik Farlan. Tentu saja untuk mengambil kembali mobil Levi yang kemarin dititipkan padanya. Melihat mereka datang berdua, Farlan sangat terkejut.

"T-tunggu! Kau itu-"

"Kak Aurel!" teriak Isabel memotong ucapan Farlan dan memeluk Ata erat. Ata membalas pelukan tersebut dan mengangguk. Isabel merasa sangat senang bisa bertemu kembali dengan Ata hingga tersenyum sangat lebar.

"B-bagaimana kalian bisa datang bersama?" tanya Farlan menunjuk Ata dan Levi bergantian.

"Itu terjadi begitu saja," jawab Ata kemudian berpamitan pergi. Dia langsung menancap gas dan melaju dengan kencang menggunakan motornya. Dan tentu saja semua pandangan mereka kembali teralihkan ke Levi. Mereka masih menanti jawaban dari pertanyaan itu yang hanya diacuhkan olehnya.

Setelah berkendara beberapa menit, Ata pun tiba di apartemennya. Dia segera masuk ke dalam dan menemukan Erwin yang menatapnya tajam. Erwin duduk di ruang tamu dengan tangan yang terlipat di dadanya. Aura di sekelilingnya terlihat menggelap mendukung ekspresi kemarahan Erwin.

Ata menelan ludahnya kasar. Seketika tenggorokannya tercekat. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dia sontak membatin, 'Mati aku!'




Sekian dulu gaes bye~
-Ataaa

I'll Fix It [Levi x OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang