Sudah lebih dari satu minggu Arka tidak menemui Winda. Winda merasa Arka tak sungguh-sungguh dalam meminta maaf. Dia sebenarnya merasa sepi dengan absennya Arka menghubunginya. Ia merindukan Arka.
Winda akhir-akhir ini seperti kehilangan semangat dan konsentrasi dalam bekerja. Pusat pikirannya ada pada Arka yang membuangnya begitu saja setelah melakukan perbuatan yang tak seharusnya di Semarang itu.
"Win, jurnal tentang operasional lo yang ngerjain, 'kan?" Pertanyaan dari Yeska membuat Winda tersadar dari lamunannya.
"Iya, Mas. bentar aku pindah ke flashdisk dulu," jawab Winda seraya mencari berkas yang dimaksud di komputernya.
Setelah berkas yang diminta Yeska berhasil ia pindah, ia segera mengangsurkan flashdisk hitam merah itu pada Yeska. Yeska menatap Winda sejenak yang sepertinya tidak dalam keadaan baik-baik saja, lalu ia mengambil flashdisk.
"Lo sehat 'kan, Win?" tanya Yeska. "Alhir-akhir ini gue lihat lo nggak seperti biasanya."
Winda tersenyum. "Sehat kok, Mas. Cuma lagi banyak pikiran aja."
Yeska mengangguk dan kembali ke kubikelnya. Ia tak ingin bertanya terlalu jauh karena ia merasa bukan urusannya jika itu ranah pribadi Winda.
Winda kembali membuat rumus-rumus di Excelnya. Dia mencoba berkonsentrasi kali ini. Dengan dia terlalu memikirkan Arka, ia hanya akan membuat kesalahan-kesalahan yang membuat atasannya marah besar padanya.
"Win, nanti pulang gue ke apartemen lo ya? Mau numpang." Winda menoleh ke sumber suara dan menemukan Meisya berdiri di kubikelnya.
"Mau ngapain, Mbak?"
Meisya mengembuskan napasnya. "Besok 'kan Sabtu, Win. Gue bosen di rumah ditanyain mulu soal pacar dan nikah."
"Makanya nikah, Mes!" timpal Yeska dengan tampang meledek.
Meisya berdecak kesal, "Mau nikah sama siapa, Yes? Calon aja nggak punya."
"Sama Jimmy tuh, dia dengan senang hati nikahin lo!" sahut Arinda sambil terkekeh.
"Nggak mau! Ngeri gue lihat dia," kata Meisya sambil bergidik ngeri membayangkan dirinya menikah dengan Jimmy.
"Win, lo sama Arka kok sekarang jarang terlihat bareng ya?" tanya Dyah tiba-tiba yang membuat Winda terdiam.
Meisya segera menimpali, "Paling lagi sibuk itu Arkadal tukan main cewek."
"Eh, tapi biasanya juga mau sesibuk apa minimal seminggu sekali pasti si Winda sama Arka jalan bareng," sahut Rindu yang membuat Winda bingung harus menjawab apa.
Winda mengulum senyumnya. "Mas Arka sering lembur, Mbak."
"Lembur sama cewek? Rabu lalu gue lihat dia sama cewek di kafe deket apartemen Dyah," ujar Yeska yang membuat Winda hanya mempu ersenyum.
"Lo lagi bertengkar sama Arka?" tanya Dyah merasa bersalah.
Winda menggeleng. "Nggaklah, lagian aku sama Mas Arka cuma temen, masa pakai bertengkar-bertengkar segala."
Dyah menghela napasnya. "Lo suka Arka, Win?"
Winda menegang. Dia memang suka Arka, tapi tak mungkin dia bilang ke teman-temannya. Winda segera tertawa yang terdengar sumbang untuk menutupi perasaannya.
"Nggaklah, Mbak. Lagian Mas Arka tuh baik ke semua orang, jadi aku membatasi diri buat nggak baper sama dia," jawab Winda penih dusta.
Dyah tahu, dari jawaban Winda, wanita itu berbohong. Sangat jelas. Dyah mematikan komputernya, ia telah selesai bekerja dan jam di komputernya juga sudah menunjukkan pukul enam sore. Sudah lewat jam pulang kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Windayu : Pilihan Kedua [Completed]
ChickLitSelesai ✓ (18/10/20 - 29/01/21) Windayu tak apa jika hanya menjadi pelarian saat Arka sedih. Windayu berusaha untuk selalu ada di saat Arka membutuhkannya. Windayu akan tersenyum saat Arka bahagia meski ia harus menyembunyikan rasa sakit yang menghu...