Bab 6

4.6K 311 5
                                    

Setelah seminggu bekerja, Winda sudah beradaptasi dan paham dengan ritme kerjanya. Teman saatu tim yang begitu terbuka membuatnya merasa nyaman berkerja di Bank Central. Semala seminggu ini, jika memang sempat, Arka akan bergabung dengan Winda untuk makan siang. Teman Winda yang juga tak keberatan, mereka menerima Arka dengan tangan terbuka.

Hari ini, di hari Jumat petang, pukul tujuh malam, Winda baru bisa keluar kantor karena pekerjaannya yang mulai menumpuk. Laporan keuangan sudang mulai menggunung, setiap menghitung harus seimbang yang salah satu angka saja akan membuat kepala panas. Winda begitu lelah melihat nominl yang begitu besar namun tak kasat mata.

Winda memasuki lift yang baru saja terbuka, entah sebuah kebetulan apa, Arka sudah berada di dalam kotak besi itu. Arka tersenyum setelah melihat sosok Windayu yang mungkin terlihat berantakan malam ini. Winda segera berdiri di samping lelaki itu.

"Mau ke lobi, Win?" tanya Arka sambil menoleh ke arah Winda.

"Iya, Mas. Mas Arka ke parkiran ya?"

Lelaki itu mengangguk. "Bareng gue aja, Win. Tempat kita searah kok. Gue juga deket Senayan."

Winda tersenyum sungkan. "Nggak usah, Mas. Ngerepotin Mas Arka."

Lelaki itu menyipitkan matanya. "Kan searah, Win. Nggak ngerepotin."

Winda menyerah. Terlalu sulit menolak seorang Arka. Akhirnya ia, mengikuti Arka menuju parkiran. Arka sedang mencari keberadaan MPV abunya. Setelah ketemu dan masuk ke dalam mobil. Arka menoleh ke arah Windayu yang sedang memasang sabuk pengamannya.

"Belum makan malam, 'kan, Win?"

Winda menggeleng. "Belum, Mas. Nanti pesen online aja pas dia apartemen."

"Mending lo temenin gue, Win! Gue tahu tempat makan yang enak deket aparteme lo."

Winda segera menggeleng tegas. "Aduh, Mas. Nggak usah. Aku makan sendiri aja."

Arka segera memacu mobilnya menuju apartemen milik kakak Winda. Sesampainya di tempat parkir, Arka ikut turun setelah menerima ajakan basa-basi gadis itu. Pada akhirnya Winda tetap kalah. Arka memang berhasil membuat tak berkutik dibuatnya.

"Mas Arka mau makan apa?" tanya Winda.

Arka menoleh, lalu menunjukan senyum manisnya. "Udah gue pesenin, tinggal tunggu aja, Win."

Winda membentengi dirinya agar tidak tersesat pada Arka. Debar kembali berulah, pelan tapi ritmenya tak teratur. Senyum Arka semematikan itu. Diam-diam Winda menghela napasnya untuk menenangkan debar tak wajar itu. Dia tak boleh jatuh.

Setelah cukup lama mereka terdiam, Arka yang sibuk dengan ponselnya, Winda dengan hatinya, Winda akhirnya memberanikan diri untuk membuka suara. "Mas, besok malam ada acara nggak?"

Arka segera mengangkat wajahnya yang tadi menatap ponsel. "Nggak ada. Kenapa? Mau ngajak malam Mingguan?"

Winda memutar bola matanya. "Besok aku diundang ke acara pertunangannya Mbak Arinda, dan aku nggak punya temen ke sana."

"Lo mau ngajak gue?" tanya Arka menyipitkan matanya.

Winda meringis. "Ya, kalau Mas Arka mau."

"Kenapa gue?"

Winda mengedikan bahunya. "Cuma Mas Arka yang aku kenal secara personal dan deket di Jakarta ini."

Arka tersenyum. Sepertinya dia menemukan sosok teman yang niat berteman, seperti Ratih. Arka tak akan takut jika Winda akan baper padanya. Winda hampir mirip Ratih, hanya gadis ini lebih berani dan terbuka, walau tak seterang itu. Winda merupakan sosok yang kuat dan penuh inisiatif.

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang