Bab 23

4.1K 239 19
                                    

Pintu kotak besi terbuka saat sampai di lantai dasar apartemen. Winda segera berhambur keluar dan matanya langsung menangkap sosok Arka yang berdiri di lobi apartemen sepagi ini dengan memakai setelan kerja berupa kemeja lengan panjang warna merah tua dan celana bahan warna hitam serta dasi hitam menggantung di lehernya. Winda memelankan langkahnya. Arka tampak baik-baik saja. Ada rasa lega dan rasa sakit yang menyayat hatinya.

Arka segera melangkah mendekati Winda. Lelaki itu memberikan senyum manis kepada Winda. Winda tak bereaksi apa-apa, dia memilih diam dan menunggu penjelasan dari Arka.

"Sorry, Win. Semalam gue ngerasa pusing dan nggak enak badan, gue nggak sempat ngabarin lo," ucap Arka penuh sesal.

Winda mengembuskan napasnya, rasa khawatir kembali menyusup saat mendengar Arka tak enak badan semalam. "Mas Arka ke mana? Dijemput temen?"

"Gue ketiduran di apartemen karena pusing, dan iya, gue ngehubungi teman gue buat nyetir karena gue tak sanggup," jawab Arka yang jelas hanya berisi kebohongan.

Winda tersenyum kecut. Arka membohonginya. Dia jelas tahu Arka berbohong. Hal itu membuat hati Winda terasa sakit. Nyatanya Arka tak ada di apartemennya semalam. Winda mengeluarkan ponselnya dan segera memesan ojek daring untuk berangkat ke kantor.

"Sekarang Mas Arka udah nggak sakit?" tanya Winda sekadar basa-basi.

Arka mengangguk. "Udah membaik. Udah siap berangkat kerja lagi."

Winda hanya tersenyum, lalu suatu pikiran melintas di benak Winda. Arka sepagi ini telah rapi di lobi apartemnnya, dia mengingat Syaline yang berkata wanita itu juga tinggal di sini, lalu otaknya mengaitkan hubungan keduanya. Bisa saja Arka semalam menginap di apartemen Syaline, jadi yang Arka maksud tidur di apartemen adalah tidur di apartemen Syaline yang ia anggap apartemennya sendiri. Sungguh, Winda merasa dirinya bodoh menunggu dan mencemaskan Arka semalaman padahal lelaki itu sedang bersenang-senang.

"Terus Mas Arka kenapa ada di sini?" tanya Winda dengan datar.

"Mau minta maaf sama lo dan ngajak lo berangkat bareng," jawab Arka dengan senyum penuh.

Winda mendengkus. Arka memang buaya. "Maaf, Mas. Aku udah pesen ojek. Ini ojolnya udah sampai. Aku duluan ya, Mas!"

Winda segera melangkah meninggalkan Arka, tapi lelaki itu segera menahannya. "Cancel aja, Win! Lo sama gue."

Winda segera melepas tangan Arka. Gadis itu tersenyum. "Nggak, Mas. Kasihan Bapak Ojolnya kalau aku cancel. Dia udah jauh-jauh ke sini."

Winda kembali melangkah, tapi baru dua langkah, Arka kini telah mengeblok jalannya yang membuat Winda membuang napasnya dan menatap Arka kesal. Arka tahu, Winda marah padanya, maka dia harus membujuk Winda.

"Nanti tetap dibayar, Win tapi berangkatnya lo sama gue!"

Winda menggeleng tegas. "Bukan cuma masalah duit, tapi juga kasihan sama drivernya nanti kena suspend kalau dibatalin."

Winda kembali melangkah meninggalkan Arka yang kali ini tak ditahan oleh lelaki itu. Winda menghentikan langkahnya saat teringat sesuatu, lalu membalikkan langkahnya untuk melihat Arka. Lelaki itu sedang tersenyum lebar sambil memainkan alisnya.

"Lo berubah pikiran?" tanya Arka dengan percaya diri.

Winda tersenyum lalu menggeleng kemudian mengangguk. "Nggak berubah pikiran soal ojol, tapi aku berubah pikiran soal ajakan Mas Arka ke Semarang. Kayaknya besok aku nggak bisa, Mas."

Winda membalikkan badanya dan kembali melangkah dengan cepat. Arka masih terpaku dengan pernyataan Winda. Ia jelas tak siap dengan serangan dari Winda, ia salah menilai Winda. Ia kira Winda mudah untuk dirayu, dia terlalu percaya diri.

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang