Sudah satu minggu lebih Arka bekerja bagai orang gila. Dia sering ke luar kota untuk dinas hanya sebagai alasan untuk mengalihkan pikirannya dari tolakan lamarannya. Lelaki itu bekerja tanpa jeda, tanpa memikirkan kesehatannya yang memburuk dan kini berakhir dengan ia harus istirahat total di rumah sakit karena terkena tifus.
Dalam seminggu itu, Arka melupakan kehidupannya. Ia lupa makan, lupa tidur dan lelaki itu juga sulit dihubungi. Ia menutup diri dan menyalahka diri sendiri atas rasa sakit yang dirasakannya. Dia kecewa dengan dirinya, dia malu dengan orang lain, dia putus asa.
Arka memandang ke seluruh penjuru ruangan tempat ia dirawat. Ia tertawa miris. Tak ada satu orangpun yang menungguinya, tak ada yang peduli padanya. Memang ini sudah karma yang ia dapatkan. Dia kesepian, dia hancur dan kini tak ada yang mengulurkan tangannya.
Rasa sedih dan malu mendominasi hatinya, ada pula rasa rindu pada seseorang yang tersisip. Tiba-tiba ia merindu Windayu, wanita yang telah ia sakiti hatinya. Ia rindu tapi ia masih tahu diri. Ia tak pantas untuk Winda. Winda terlalu sempurna untuknya yang sudah hancur lebur.
Kini Arka tak tahu arah. Dia tak berdaya. Dia putus asa. Ingin sekali ia meraih Winda ke dalam dekapannya. Ingin ia tak lagi menahan rasa yang besar pada Winda. Ia mencintai Winda, jelas, tak bisa ia elak lagi. Sakit hati ditolak Syaline tak seberapa dibandingkan rasa sakit saat Winda menyerah akan dirinya dan rasa sakit atas dirinya yang menjadi pengecut selama ini. Ia tak berani untuk mengharap Winda lagi.
Pintu ruang rawat terbuka. Arka menatap lurus ke arah seseorang yang baru saja masuk dengan membawa kantung plastik yang entah berisi apa. Arka tak menyapa, ia hanya diam dan memperhatikan setiap gerakan dari orang itu.
"Lo kenapa bisa sampai di sini sih, Ar?" tanya orang itu setelah duduk di sofa dalam ruangan.
Arka tersenyum miris. "Gue sakit, Sa."
Lelaki bernama Eksa itu mendengkus. "Gue tahu lo sakit. Maksud gue, lo kenapa sampai bisa sakit kayak gini?"
Arka mengembuskan napasnya. Tanpa perlu menjawab, ia yakin temannya itu tahu alasan dia begini. Arka hanya merubah posisinya menjadi duduk, dia merasa lelah terus berbaring.
"Efek ngelamar istri orang yang jelas berakhir dengan penolakan berakibat separah ini ya, Ar?" tanya Eksa. "Lo tuh terlalu fokus sama sesuatu yang menjadi masa lalu yang seharusnya sudah berakhir dan melupakan apa yang ada di hadapan, Ar."
Arka memejamkan matanya. "Gue nggak sesait hati itu ditolak Syaline. Gue hanya merasa malu dan bodoh aja, Sa."
"Lo tahu, kenapa gue nggak pernah cerita tentang Syaline ke lo?" tanya Eksa lagi yang dijawab gelengan oleh Arka. "Itu karena gue nggak mau lo inget masa lalu yang nggak pernah terulang lagi."
"Kenapa lo nggak pernah bilang ke gue soal status Syaline?" tanya Arka dengan serius.
"Gue beranggapan itu bukan hak gue. Gue nganggep lo sama Syaline sudah lama berakhir, seharusnya rasa itu sudah hilang," jawab Eksa dengan tenang.
Arka tertawa sumbang. "Tapi karena lo nggak bilang, gue malah terjebak dalam situasi gila dan memalukan seperti ini. Melamar wanita bersuami itu hal paling bodoh dan memalukan yang gue lakukan."
"Gue tahu gue salah. Tapi gue nggak nyangka Syaline juga nggak bilang sejujurnya ke lo," aku Eksa merasa bersalah.
Arka memejamkan matanya. Sudah tak ada gunanya lagi untuk menyalahkan. Harusnya dia sendiri juga mencari tahu, mereka terpisah cukup lama, tak menutup kemungkinan Syaline akan menikah. Arka salah karena terlalu fokus dengan perasaan besalah yang tak berujung.
"Ar, gue kira dengan seluruh wanita yang ad di sekeliling lo, lo bisa lupa sama Syaline." Eksa berkata tanpa menatap ke arah lawan bicara yang memang berjarak lebih dari satu meter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Windayu : Pilihan Kedua [Completed]
ChickLitSelesai ✓ (18/10/20 - 29/01/21) Windayu tak apa jika hanya menjadi pelarian saat Arka sedih. Windayu berusaha untuk selalu ada di saat Arka membutuhkannya. Windayu akan tersenyum saat Arka bahagia meski ia harus menyembunyikan rasa sakit yang menghu...