Bab 36

5.5K 285 22
                                    

Winda menghentikan langkahnya saat melihat sesosok laki-laki yang berdiri di lobi apartemennya. Sudah tiga hari ini Winda menghindar dan kini lelaki yang tengah menatapnya itu masih mencarinya.

Lelaki itu berjalan mendekat. "Lo tiga hari ini sibuk banget ya, Win?"

"Iya, Mas. Mas Arka ada perlu apa?" tanya Winda mencoba setenang mungkin meski ia menahan kekecewaan dan rasa sesak yang menghantam dadanya.

"Lo waktu itu dengar obrolan gue sama Syaline?" tembak Arka langsung yang membuat Winda terdiam dan menegang. "Gue mau cerita ke lo. Boleh gue ikut lo masuk?"

Winda mengembuskan napasnya. Ia mengangguk, lalu mengajak Arkauntuk masuk ke dalam kotak besi yang akan membawa mereka ke lantai unit apartemen Winda terletak. Winda mempersilakan masuk setelah ia membuka pintu unitnya.

"Aku naruh tas sama ke toilet bentar ya, Mas. kalau mau minum langsung ambil di lemari es aja!" ujar Winda yang kemudian masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Arka sendiri di ruang tamu.

Arka mengambil dua botol air mineral di lemari es dan menaruhnya di meja. Sembari menunggu Winda keluar dari kamar, Arka memainkan ponselnya. Tak lama, Winda keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sudah berganti menjadi pakaian santai.

Winda duduk di samping Arka. Arka menggeser tubuhnya untuk memberi ruang yang cukup pada Winda. Lelaki itu membuka tutup botol dan menegaknya untuk membasahi tenggorokan.

"Lo waktu itu dengar omongan gue sama Syaline?" tanya Arka sekali lagi.

Winda mengangguk. "Dengar, tapi nggak banyak."

"Sejauh apa yang lo tahu?"

"Aku cuma tahu soal Mbak Syaline pernah hamil anak Mas Arka dan kalian guguri," jawab Winda dengan lirih.

Arka menyendarkan punggungnya di sandaran sofa. Lelaki itu memejamkan matanya sejenak. menikmati setiap denyut perih saat masa lalu kelam itu terkuak. Lelaki itu membuka matanya.

"Dulu gue sama Syaline pacaran selama empat tahun, selama masa kuliah. Gue sama Syaline jelas pacarannya bukan sekadar pegangan tangan. Sampai di tahun keempat hubungan kami, Syaline hamil. Waktu itu benar-benar bikin gue stres. Gue nggak siap. Gue juga lagi pusing sama Skripsi. Syaline juga. Sampai kami memutuskan untuk menggugurkan bayi kami, dan hal itu yang gue sesali sampai sekarang, Win." Arka mengambil jeda sejenak. "Setelah kejadian itu, hubungan gue dan Syaline merenggang. Masalah itu menghambat skripsi gue dan dia, sampai kami telat lulus setahun. Setelah lulus gue kehilangan jejak Syaline. Dia cuma minta putus dan ingin sendiri. Gue lepasin dia dan menunggu dia sampai sekarang untuk menebus dosa yang pernah gue lakukan."

Winda tertegun. Dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Cerita dari Arka yang kelam, jelas menimbulkan sejumput rasa kecewa di hati Winda. Sebuntu apapun pikirannya, harusnya Arka tak mengambil langkah gila itu. Mau Arka beralasan seperti apapun, tak akan membuat Arka menjadi benar dalam bertindak.

"Kenapa Mas Arka melakukan itu?" tanya Winda dengan pelan.

Arka mengembuskan napasnya. "Gue tahu orang tua gue, Syaline juga paham seberapa keras orang tuanya. Kita sama-sama takut dan lagi pula, apa yang diharapkan dari mahasiswa semester akhir kalau menikah? Mau cari makan buat anak dari mana? Cari kerja juga bukan perihal yang gampang, Win."

"Setidaknya kalian bisa bicarakan ke keluarga saat itu. Aku yakin, namanya keluarga, semarah apapun akan tetap menerima. Apalagi itu darah daging kalian," ucap Winda meluapkan kekecewaan yang ada di hatinya. "Aku kira Mas Arka orang yang bijak."

Arka terdia. Dia merasa tersentil dengan perkataan Winda. Mendengar Winda berucap seperti itu, membuat dada Arka merasa sesak dan sakit. Ia seolah tak terima jika Winda akan menjauhinya karena rahasia kelamnya.

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang