Bab 24

4K 230 9
                                    

Arka melepasakan bibirnya dari bibir Winda, tangannya ia tarik dan tubuhnya ia jauhkan dari tubuh Winda. Arka membuang napasnya kasar, lalu mengacak rambutnya dengan kesal. Ia melirik ke samping dan melihat tampilan Winda yang sungguh kacau. Bibirnya membengkak basah serta blouse yang dikenakan berantakan. Untung saja Arka tak sampai lepas kendali.

Winda hanya terdiam terpaku. Dia masih tak menyangka apa yang baru saja ia lakukan. Dia melirik Arka yang juga sama kacaunya dengan dirinya. Dasi Arka telah terlepas, tiga kancing teratas kemeja lelaki itu telah ia lepaskan. Winda jelas merasa malu dengan apa yang baru saja dia lakukan.

Kedua manusia itu masih terpaku dan merutuki kebodohan masing-masing. Winda sendiri merasa aneh dengan dirinya sendiri yang menjadi wanita penggoda Arka, dia hampir saja menyerahkan tubuhnya pada Arka.

Arka bangkit dari sofa dan berjalan cepat menuju kamarnya. Winda hanya bisa menatap punggung tegap lelaki itu. Kini dia tak hanya merasa bodoh, tapi dia merasa sakkit hati karena merasa ditolak oleh Arka. Dia tak menarik bagi Arka. Winda hanya bisa menertawai dirinya sendiri, dia harus sadar diri, selera Arka sekelas Syaline bukan seperti dirinya yang bak upik abu jika dibandingkan dengan Syaline yang seperti puteri kerajaan.

Winda segera meraih tasnya dan berniat pergi dari apartemen yang membuatnya malu setengah mati itu. Winda berjalan ke arah pintu dan baru ia memegang ganggang pintu, suara berat Arka telah menginterupsinya.

"Win, mau ke mana?"

Winda menoleh. Dengan perasaan gugup dan canggung luar biasa, Winda menjawab, "Mau pulang, Mas."

Arka berjalan mendekatinya dan menggenggam tangan Winda lembut. "Nanti gue antar. Gue mau bicara sama lo dulu."

Winda hanya bisa menurut saat Arka menariknya kembali ke sofa. Penampilan Arka sudah berubah, sekarang menjadi tampak lebih degar dan pakaiannya telah berganti dengan kaus rumahan khas Arka, kaus oblong warna abu-abu dan celan sebatas lutut warna hitam.

Suasan kembali hening dan canggung saat mereka kembali duduk di sofa yang beberapa menit lalu terjadi sebuah adegan tak pantas antara keduanya. Arka mengembuskan napasnya untuk membuang kecanggungan.

"Maaf, Win," ucap Arka pelan. Winda menoleh seakan menunggu ucapan Arka selanjutnya. "Maaf soal yang tadi. Gue nggak seharusnya melakukan itu ke lo."

Winda menggeleng. "Nggak, Mas. Aku yang harusnya minta maaf. Aku yang mulai duluan."

"Lo nggak salah. Gue yang mudah terpancing dan lepas kendali. Untung tadi gue langsung bisa sadar, kalau nggak, gue bakal sangat menyesal telah melakukan hal bodoh ke lo. Gue nggak akan maafin diri gue sendiri kalau tadi tetap berlanjut. Gue sayang lo, Win. Gue nggak akan ngerusak lo." Perkataan Arka membuat Winda menegang. Jantungnya berpacu tak normal. "Gue udah anggep lo sebagai adik gue. Gue nggak mungkin lakuin hal tak sepantasnya begitu ke lo."

Baru Winda merasa diterbangkan dengan prnyataan sayang Arka, tapi ia langsung dihempaskan kenyataan Arka tak akan pernah melihatnya sebagai peremppuan dewasa. Arka hanya menganggapnya sebagai adik, tidak lebih.

"Makasih atas kepedulian Mas Arka, dan Mas Arka nggak seharusnya minta maaf karena aku yang salah, Mas. Andai aku nggak memancing Mas Arka, Mas Arka nggak akan melakukan itu," kata Winda dengan memberikan senyumnya.

Arka tersenyum. Tangannya terulur untuk mengusap rambut Winda. Winda merasa nyaman, Arka sudah kembali seperti biasa, rasa canggung yang sempat membelenggu keduanya kini telah memudar. Winda kembali jatuh cinta pada sosok di sampingnya ini. Selalu saja ia jatuh pada lelaki itu.

"Win, soal tadi pagi, lo nggak serius, 'kan?" tanya Arka dengan tangan yang masih setia mengelus rambut Winda.

"Soal yang mana?" tanya Winda dengan dahi mengerut karena bingung.

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang