Bab 38

7.1K 374 35
                                    

Winda menikmati makan siangnya dengan tenang sebelum membuka obrolan dengan orang di hadapannya. Perempuan yang duduk berhadapan dengan Winda itu juga sedang menikmati makanannya tanpa banyak bertanya seolah memberi waktu untuk Winda siap angkat bicara.

Winda menegak es teh manisnya. Wanita itu siap untuk bercerita pada Meisya, taman yang ia ajak makan siang di luar saat ini.

"Mbak, menurut kamu keputusanku tepat, 'kan?" tanya Winda yang membuat Meisya menelan makanannya.

Meisya mengangkat tangannya seolah meminta waktu pada Winda untuk bicara. Wanita itu menegak minumannya dan mengambil tisu untuk mengelap mulutnya.

"Keputusan apa, Win?" tanya Meisya.

Winda mengembuskan napasnya. "Buat ngambil job yang ditawarin temen aku, Mbak."

Meisya menggeleng. "Lo kerja di sini baru berapa bulan sih, Win? Kontrak lo belum habis."

"Aku mau balik ke Jogja aja, Mbak. Aku lebih cocok di sana," kata Winda yang kini sudah menyandarkan tubuhnya.

"Lo bakal kena pinalti, Win! Lo pikirin sekali lagi!"

Winda tersenyum masam. "Nggak papa sih kena pinalti. Aku cuma ingin lepas dari masalah yang sebenarnya aku buat sendiri, Mbak."

Meisya tak tahu jelas apa yang terjadi, tapi dia bisa menebak bahwa masalah yang Winda maksud adalah Arka. Meisya tahu, Winda pantas meraih bahagianya sendiri tanpa bayangan lelaki bejat yang bahkan tak mau menghargai wanita itu sama sekali.

"Masalah Arka? Udah nggak ada jalan lain selain menjauh, Win?" Meisya mencoba memastikan.

Winda menggeleng. Dia ingin benar-benar berjuang untuk bahagianya sendiri, tanpa Arka dan kesakitan yang ditimbulkan. Winda bukan ingin menghindar, dia hanya ingin menjalani hidupnya yang berharga saja, tanpa mengemis cinta berlebih pada seseorang yang tak pernah menganggapnya.

"Aku cuma pengen menikmati masa muda dengan bahagia tanpa tekanan dan ngemis-ngemis cinta lagi, Mbak. Aku pengen bahagia dengan caraku sendiri, menjadi kuat dan nggak akan lemah lagi akan cinta," ujar Winda sambil menatap lurus ke depan.

Meisya mengembuskan napasnya. "Semua keputusan di tangan lo sendiri, Win. Lo berhak buat bahagia, perjuangin apa yang perlu lo perjuangin!"

Winda tersenyum. "Dan aku sepertinya masih punya satu kesempatan buat nyelesain semua masalah aku sama Mas Arka."

Meisya memincingkan matanya. "Maksud lo?"

"Aku bakal ketemu Mas Arka nanti. Bicara ke dia. Soal perasaan dan segala masalah yang membelitku selama ini," kata Winda dengan sangat yakin.

Meisya mengerutkan keningnya. Ia jelas tak paham dengan maksud Winda masih ingin bertemu Arka lagi. karena setahu dia, Winda sudah menyerah akan perasaannya pada Arka.

"Buat apa lo ketemu dia? Mau ngemis lagi?" sinis Meisya tak terima. "Kalau lo mau, kakak gue lagi cari istri tuh. Lo sama kakak gue aja!"

Winda menatap malas Meisya. "Mbak Meisya, nggak usah ngawur!"

Meisya mengedikkan bahunya. "Lo ngapain ketemu Arka sih?"

Winda mengembuskan napasnya. "Mau ngungkapin apa yang selama ini aku rasain. Mau menyelesaikan apa yang harus diselesaikan dan mengambil keputusan tanpa menoleh lagi. Intinya aku mau berjuang untuk yang terakhir."

Meisya menegak es tehnya. "Lo masih mau merjuangin Arkadal? Tolonglah, Win, cari yang lain!"

Winda terkekeh. "Bukan berjuang buat dia, Mbak, tapi buat diri sendiri. Setdaknya dengan mengungkapkan aku bisa melepas dan jika ada kesempatan aku bisa meraih dia."

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang