Bab 28

4.1K 251 6
                                    

Winda memberikan senyum pada Tama yang telah menemaninya kemarin seharian di Semarang dan juga sampai di Jakarta, Tama selalu ada di sampingnya. Kini keduanya memang harus terpisah di depan apartemen Winda, Tama memilih mengantarkan Winda terlebih dahulu, lelaki itu tahu temannya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

"Makasih, Tam. Nggak mau mampir dulu?" ucap Winda tulus.

Tama menggeleng. Dia harus segera menghadiri acara pelatihan di JCC. "Kapan-kapan aja, Win. Lagian tempat pelatihanku nggak jauh dari apartemen kamu."

"Tadi 'kan kita pesan taksi menuju alamat ini, kamu ke JCC mau pesan taksi lagi?" tanya Winda saat sadar taksi yang tadi mereka tumpangi sudah pergi.

"Dijemput temen, Win. Dia udah di Jakarta dari kemarin bawa mobil," jelas Tama yang membuat Winda merasa tak enak.

"Aku ngerepotin ya, Tam? Harusnya kamu bareng sama teman kamu ke Jakartanya?" Winda merasa khawatir dan tidak enak.

Tama terkekeh, lalu menggeleng. Kemarin memang harusnya di berangkat naik mobil bersama teman-temannya, tapi melihat Winda, ia memilih berangkat hari ini dengan pesawat dengan konsekuensi tidak bisa istirahat dahulu.

"Santai, Win. Aku juga dikasih pilihan buat naik pesawat kok. Jadi kamu tenang aja!"

Winda teringat sesuatu. Tiket pesawatnya dibayari oleh Tama. "Tam, nanti aku ganti buat tiket pesawatnya, kirimin rekening kamu ya!"

Tama jelas menolak. Dia hanya keluar tiket untuk Winda, sedang untuk dirinya sendiri, ia dibiayai oleh perusahaan tempat ia kerja. Tapi menolak dari Winda adalah hal yang paling sulit dilakukan karena kengototan wanita satu itu.

"Oke, temen aku udah di depan. Kamu istirahat ya, Win! Jangan banyak pikiran! Nanti kalau aku selesai acara kita jalan di sekitar sini!" Tama berkata sambil tersenyum yang begitu tulus.

Winda masih menatap Tama yang melambaikan tangannya. Setelah Tama tak terlihat lagi, Winda memejamkan matanya. Bohong jika dulu ia tak menyimpan rasa pada Tama. Bohong jika ia tak mengetahui Tama dulu juga menyimpan rasa padanya. Dia dan Tama sama-sama tahu dengan perasaan masing-masing, namun pembatas keduanya membuat kedua manusia itu memilih mundur dari suatu hubungan yang akan berakhir dengan kesia-siaan. Mereka tak akan menggadaikan Tuhan atas nama cinta pada makhluk-Nya. Maka mereka saling rela untuk melepas dan melupakan. Dan kini Winda telah sepenuhnya melupakan Tama dengan jatuh cinta pada Arka.

Winda masuk ke unitnya. Pikirannya kembali melayang pada Arka yang sampai saat ini tak ada kabar. Winda mungkin terdengar bodoh masih jatuh cinta bahkan malah lebih mengkhawatirkan keadaan Arka setelah apa yang lelaki itu lakukan. Lelaki itu pergi setelah apa yang dia lakukan pada Winda.

Air mata Winda keluar. Alasannya karena Arka. Dia bukan menangis karena menyesali kebodohan telah melanggar prinsipnya dan mengecewakan orang tua dan kakaknya, ia menangis karena Arka yang sama sekali tak mengabarinya. Dia menangis karena tak bisa menjadi prioritas Arka. Dia sedih karena Arka tak menyukai dengan apa yang dia lakukan dan Arka memilih wanita di luaran sana.

Rasa cemas, khawatir, kalut dan bingung brcampur jadi satu dalam diri Winda. Dia lelah. Lelah menunjukkan dirinya agar dilihat Arka. Dia ingin egois dengan Arka menoleh ke arahnya dan menjadikan dia seseorang yang dicintai. Jika lelaki itu tak bisa menjadikan dirinya menjadi yang pertama, ia tak apa jika hanya menjadi pelarian atau pilihan kedua, asal Arka melihat ke arahnya.

Segala kesah ingin keluhkan pada seseorang. Dia tak mungkin bercerita pada Tama. Winda tak ingin Tama masih memedulikannya. Dia tak ingin Tama masih terbelenggu dengan perasaan sia-sianya. Dia tak mau lagi memberi harapan pada Tama.

Satu nama terlintas di benaknya. Argiantara, kakak laki-lakinyya yang selalu ada untuknya. Sosok yang selalu memberikan dorongan saat Winda lelah. Winda segera cuci membersihkan diri dan pergi ke rumah kakaknya itu. Meski saat siang-siang seperti ini tak mungkin kakaknya sudah berada di rumah, tapi setidaknya di sana ia bertemu kakak ipar dan keponakannya. Dengan begitu lara dalam dirinya mendapatkan pelipur.

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang