Epilog

21.2K 577 75
                                    

Winda memelankan langkahnya saat netranya menangkap seorang lelaki duduk di bangku lobi apartemennya dengan tatapan lurus ke arahnya. Winda mengembuskan napasnya, ia harus menghadapi lelaki itu. Dia sudah memilih jalan yang tepat, ia akan menunjukkan dia bisa hidup bahagia tanpa lelaki itu.

Winda datang ke apartemen milik kakaknya ini untuk mengambil barang-barangnya yang sebagian masih ada di sana. Dia kini sudah menikah dan tinggal bersama suaminya, sehingga ia mengambil barang-barangnya untuk pindah.

Winda menghampiri lelaki yang masih terus menatapnya itu. Wanita itu tersenyum lebar dan menyapa, "Mas Arka apa kabar? Sedang nunggu Mbak Syaline?"

Arka terpaku. Ini nyata, ada Winda di hadapannya. "Kabar buruk, Win. Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Syaline."

Winda sudah mendengar cerita tentang Arka yang gagal melamar Syaline dari Meisya. Meisya memang sering mengajaknya bergosip tentang kantor yang membuat Winda rindu dengan kantor tempatnya bekerja dulu.

"Syaline udah nikah, Win. Gue bodoh memang. Gue menyia-nyiakan lo selama ini. Harusnya gue bisa lihat lo, Win," ucap Arka dengan lemah.

Winda mengembuskan napasnya. "Semua udah berlalu, Mas. Jangan menyesali apa yang terjadi, sekarang fokus buat ke depan!"

"Lo sekarang bahagia, Win?" tanya Arka yang membuat Winda tersenyum sinis.

"Aku bahagia sekarang. Aku bahagia dengan pilihanku. Aku menikah dengan lelaki yang tepat, dia bisa menghargai aku sebagai istri dan memperlakukanku dengan baik," kata Winda dengan tegas, tajam dan yakin yang membuat Arka semakin tak berdaya.

"Lo ke sini sendiri, Win?" tanya Arka setelah berhasil menahan rasa sakitnya.

Winda menggeleng. "Aku sama suami aku, tadi dia lagi beli kopi di sebelah."

Hati Arka semakin memanas. Dia tak tahan lagi mendengar kebahagian Winda bersama orang lain. Dia ingin egois dan merebut kembali Winda ke dalam pelukannya.

"Bukannya lo cinta sama gue, Win?" tanya Arka mencoba mencari celah.

Winda terkekeh. Ia tak habis pikir dengan cara pikir Arka. "Itu dulu, Mas. Sekarang aku sadar, buat apa cinta sama orang yang nggak bisa menghargai aku? Itu sama saja aku menyiksa diri dengan alasan cinta yang bulshit itu?" kata Winda penuh penekanan. "Aku sekarang bisa bahagia bersama orang yang memperlakukan aku dengan baik, buat apa mengingat orang yang hanya jadiin aku pilihan kedua?"

Arka kehabisan kata. Winda berubah. Semua kata-kata Winda menusuk hatinya dengan telak dan menghancurkannya hingga tak bersisa. Ia memang salah dan tak tahu diri. Dia tak pantas untuk Winda.

"Nggak usah lagi lihat yang lalu, Mas! Kini Mas Arka harus berubah! Mas Arka berhak bahagia dan bahagia itu dicari, Mas, bukan ditunggu! Dan Mas Arka jangan lagi memainkan perasaan wanita kalau Mas Arka mengharap bahagia!" sambung Winda yang membuat Arka semakin tak karuan.

"Winda, maaf lama," ucap seorang lelaki yang baru saja datang dengan kantong plastik berisi kopi dan kini berdiri di sisi Winda.

Winda menoleh lalu tersenyum. "Nggak papa kok, Mas. Aku di sini juga ngobrol sama temanku."

Lelaki itu menatap Arka. Arka juga menatap lelaki itu penuh penilaian. Suasana jelas terasa tak nyaman bagi Winda.

"Mas Arka, ini suami aku udah datang, kami ambil barang dulu ya!" pamit Winda saat merasa suasana tak kondusif, wanita itu menarik lengan suaminya.

Sepasang suami istri itu berjalan menuju kotak besi dan meninggalkan Arka yang masih menatap kedua manusia itu masuk ke dalam kotak besi. Di dalam lift, lelaki yang merupakan suami Winda itu menatap Winda seolah meminta penjelasan.

Winda mengembuskan napasnya. "Dia orang yang kita cari sebelum menikah."

Lelaki itu mengalihkan tatapannya. "Jadi dia lelaki tak bertanggungjawab itu? Harusnya tadi saya hajar dia."

Winda menoleh cepat ke arah suaminya. "Mas, jangan aneh-anah!"

Lelaki itu tersenyum sumir. "Dia harus dapat pelajaran, Win. Dia sudah menyakiti kamu dengan hebat dan sekarang baru muncul. Lelaki nggak tahu diri."

"Mas menyesal menikahiku?" tanya Winda pelan yang membuat lelaki itu segera menatap Winda tajam.

"Saya nggak pernah menyesal menikahi kamu Winda!" tekan lelaki itu. "Atau kamu yang menyesal dan ingin kembali ke lelaki itu?"

Winda menggeleng tegas. "Aku bahagia dengan kamu, Mas. Aku merasa beruntung bisa dapat suami pengertian dan menghargaiku sebagai wanita. Mas itu lelaki paling baik yang aku temui."

"Saya sudah janji untuk menghargai kamu dan membahagiakan kamu dan anak kita nanti." Lelaki itu tersenyum, lalu tangannya terulur mengusap perut Winda yang mulai membuncit.

Winda memejamkan matanya. "Makasih ya, Mas. Mas mau bertanggungjawab atas apa yang nggak kamu perbuat. Makasih sudah menerima anak ini, Mas."

Lelaki itu menuntun Winda keluar dari kotak besi itu dan berjalan menuju unit Winda. Sampai di dalam apartemen, lelaki itu mengecup puncak kepala Winda.

"Seperti kamu yang bisa menerima anak saya dan menganggapnya sebagai anak kamu sendiri, saya juga menyayangi anak kita yang kamu kandung. Meski dia bukan anak biologis saya, tapi dia tetap menjadi anak saya apapun yang terjadi, Win."

Winda menitikan air matanya, lalu memeluk lelaki itu erat. "Makasih, Mas."

Winda merasa sangat bersyukur dipertemukan dengan lelaki ini. Lelaki yang memperlakukannya dengan penuh kelembutan. Winda banyak berterima kasih pada adik iparnya yang mempertemukan keduanya. Ia bahagia, tak peduli status awal dari sang suami yang merupakan kakak dari temannya. Kakak dari Meisya.

-End of Epilogue-

Selesai juga epilognya... Ini cerita emang dibikin konsep gini... Udah ada yang ngeh sama maksud aku menyebut kakaknya Meisya berulang kali dengan dalih Meisya promosiin kakaknya wkwkwk...

Oh iya... Aku bakal tutup cerita ini dengan Closer sedikit... Karena diawali Intro dan diakhiri Closer wkwkw...

Buat ekstra part? Belum kepikiran sih, tapi bisa jadi ada...

Terimakasih telah membaca cerita ini sampai epilog... Sayang kalian semua💕💕

Shay,
Selasa, 26/01/21

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang