Bab 2

8.9K 508 4
                                    

Suasana bandara Halim Perdana begitu ramai saat Arka baru saja menginjakan kaki di pintu kedatangan. Arka baru saja mendarat setelah perdin dari Solo beberapa hari ini. Arka menyipitkan matanya saat menangkap bayangan seseorang wanita dengan perut besar yang sangat ia kenali. Lelaki itu mendekati tempat duduk sang wanita yang tampak celingukan mencari seseorang.

Arka duduk di samping wanita itu yang seketika menggeser tubuh berisinya. Arka terkekeh yang seketika membuat wanita itu menoleh ke arahnya. Setelah mengetahui siapa pelakunya, wanita itu mendengkus dan memukul bahu Arka kesal.

"Ngagetin aja, Ar. Ngapain lo di sini?" tanya wanita itu sambil menatap Arka tajam.

Arka terkekeh lagi. "Pulang dari perdin dari Solo. Lo ngapain di sini, Rat? Udah hamil gede gini masih aja mangkal di bandaran kayak anak ilang. Mau cari gebetan juga nggak bakal dapat, Rat. Siapa yang mau ama orang hamil gede gini."

"Ada yang mau ya sama gue, itu suami gue udah jadi bucin gue tuh, mau apa lo?" sengit wanita bernama Ratih itu. "Gue di sini tuh mau jemput adik ipar gue, dia mau interview kerja."

Arka mengangguk singkat, lalu kembali menoleh ke depan. Matanya tak sengaja menatap objek yang membuat jantungnya berdetak dengan cepat. Objek yang membuatnya melupakan sekitarnya dan hanya terpusat pada satu objek. Seseorang yang menghilang beberapa tahun terakhir, orang yang diyakini Arka sebagai takdirnya. Seorang wanita yang membuatnya jatuh cinta dan patah hati. Seseorang yang sedang menggandeng lelaki lain yang membuat jantung Arka terasa diremas. Seseorang yang meluluh latakan Arka dengan telak. Wanita yang bernama Syaline yang telah menjadi pusat dunia Arka hampir sepuluh tahun ini.

Ratih menepuk bahu Arka berkali – kali karena merasa ada yang tak beres dengan lelaki itu. Sedari tadi Arka hanya diam sambil menatap ke depan, lelaki itu seolah kehilangan kesadarannya. Merasa tak mendapat respons, Ratih memukul lengan Arka dengan keras. Arka tersentak, bayangan Syaline telah menghilang di telan keramaian.

"Lo kenapa, Ar?" tanya Ratih sedikit khawatir dengan sikap temannya.

Arka menggeleng, lalu tersenyum. Senyum yang membuat Ratih bergidik ngeri. Belum sempat menegur, Arka kembali berulah dengan tertawa tampak bahagia yang seketika membuat Ratih khawatir temannya tersebut sedang kerasukan arwah penunggu bandara. Ratih seketika beringsut menjauhi Arka sembari mengelus perutnya yang membesar itu sambi sesekali bergumam agar tidak terjadi apa – apa pada anak di kandungannya.

Arka masih saja menebar senyum, sedang Ratih masih bergumam ketakutan pada sosok di sampingnya, sampai suara cempreng nan memekakan telinga, memanggil nama Ratih dengan keras membuat kedua orang itu berjengit kaget dan menoleh ke sumber suara.

"Mbak Raraaa!" seru seorang gadis sambil menarik koper dan tangan kanannya sibuk melambai pada Ratih.

Arka menatap gadis yang sekarang berlari menghampiri Ratih dan langsung menubruk tubuh berisi Ratih seolah tak bertemu beberapa abad. Ratih tampak meringis sambil mencoba melindungi perut buncitnya. Arka ikut meringis melihatnya. Dia merasa ngeri jika terjadi apa – apa dengan perut temannya itu.

Gadis yang Arka anggap bar – bar itu tampak melepaskan pelukannya dan matanya langsung menyorot tajam ke arah Arka. Gadis itu menatap Arka penuh selidik yang hanya dibalas Arka dengan senyum sungkan dan bingung. Arka dapat menyimplukan, gadis di hadapannya ini merupakan sosok yang ditunggu temannya, lebih tepatnya adik ipar Ratih.

"Jangan gangguin Mbak Rara! Dia sudah punya suami dan mau punya anak," kata Winda tajam penuh peringatan.

Hal itu sontak membuat dua orang di dekatnya meyemburkan tawa. Winda hanya mengerjapkan matanya tampak bingung dan salah tingkah. Gadis itu menatap Arka dengan seksama, dia pernah melihat lelaki itu saat acara lamaran dan pernikahan kakaknya dengan Ratih beberapa bulan lalu.

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang