Bab 26

4.2K 233 14
                                    

Warning!!
Siapkan mental
Selamat membaca🤗
-o-

Seorang lelaki tidur telentang di atas kasur dengan tatapan lurus ke atas. Di kursi, duduk seorang wanita yang menatap lelaki itu dengan bingung. Setelah mereka berdua puas berkeliling Maerokaca, kedua manusia itu kini di sini, di kamar hotel Arka. Untuk beristirahat sejenak. Winda sebenarnya ingin di kamarnya saja, tapi Arka menahan. Lelaki itu butuh teman sebelum menghadapi medan perang dengan keluarganya.

"Lo beneran nggak mau ikut ke rumah sakit, Win?" tanya Arka sekali lagi untuk memastikan. "Nanti kalau gue di sana nggak bisa nahan diri untuk emosi, gue gimana?"

Winda menghela napasnya. "Mas Arka bisa nelpon aku. Nanti aku nyusul."

"Kenapa lo nggak mau ikut sih, Win?"

"Ini urusan keluarga Mas Arka, aku nggak bisa ikut campur dan aku ingin Mas Arka nyelesaiin semua sendiri," jawab Winda sambil tersenyum teduh.

Arka tersenyum. Dia selalu suka dengan cara Winda menenangkannya. Arka merasa nyaman di dekat Winda. Winda selalu memberikan keteduhan lain yang tak pernah Arka dapatkan dari siapapun. Hanya Winda yang mampu.

Arka menyalakan layar ponselnya untuk melihat jam. Sudah pukul satu. Arka harus ssegera ke rumah sakit. Lelaki itu bangkit dari tidurnya dan segera menyiapkan apa yang ia perlukan. Winda hanya bisa memberikan senyum untuk menyemangati Arka dan meakinkan diri lelaki itu bahwa ia bisa melewati semua masalah ini.

Arka menghampiri Winda, lalu tangannya mengacak rambut Winda seperti biasa. Lelaki itu menunduk. Sampai di depan kening Winda, Arka terdiam sejenak. Dia ragu, tapi ingin melakukannya. Dengan keberanian yang dia milikki, lelaki itu mengecup puncak kepala Winda cukup lama, seolah dengan ini dia mendapat kekuatan dan keberanian. Winda jelas saja terbelalak dengan apa yang dilakukan Arka. Jantungnya sepertinya sekarang sudah berpindah tempat.

Arka melepas kecupannya. Winda mendongak, cukup lama mereka berpandangan, kembali Arka menundukkan badannya dan kini ia mencium bibir Winda dengan lembut. Winda tersentak, tapi saat mulut Arka mulai bergerak dengan lihai, perlahan ia membalasnya. Mereka berciuman dengan lembut, tanpa nafsu. Arka hanya ingin melampiaskan kegelisahan hatinya dan Winda membalas dengan penuh cinta.

Arka melepaskan ciumannya, lalu mengusap bibir Winda yang memerah dan basah dengan ibu jarinya. Arka tersenyum, Winda masih terpaku. Dia sudah beberapa kali berciuman dengan Arka tapi kali ini terasa beda.

Arka kembali memberi kecupan pada bibir Winda, lalu berbisik, "Makasih, Win."

Setelah mengatakan itu, lelaki itu keluar dari kamarnya. Winda yang tersadar segera ikut keluar dan masuk ke kamarnya sendiri. Arka hanya terkekeh melihat tingkah Winda. Lelaki itu segera menuju kotak besi yang mengantarnya turun sebelum menempuh perjalanan untuk bertemu keluarganya.

Sampai di lantai dasar, Arka segera menghampiri mobil hitam yang merupakan taksi daring yang ia pesan. Arka segera masuk ke bangku penumpang. Perjalanan ke rumah sakit tak begitu lama karena letak hotel tempat ia menginap tak jauh dari rumah sakit tempat papanya di rawat.

Arka membuka pesan dari kakak perempuannya. Arka segera menuju ruang rawat papanya. Ia hanya bisa berharap, semoga tante dan omnya tidak ada yang berada di sana. Ia masih sanggup jika yang dihadapi hanya papa, kakak dan kakak iparnya, tapi jika sudah ada tante dan omnya, Arka tak yakin akan mampu.

Arka menghela napasnya. Ia telah sampai di depan ruang rawat papanya. Dengan segala keyakinan yang ia punya, lelaki itu membuka pintunya dengan perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah sosok sang papa yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, di sofa, terdapat sosok perempuan berhijab, yang tak lain adalah kakaknya tersenyum haru sambil menatapnya.

Windayu : Pilihan Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang