Feng Hui tersenyum, dia berdiri dan mengambil tangan Xue Mingyan lalu mengenggamnya erat, "Kau tidak perlu khawatir, saat kereta ini sampai di kediamanmu, maka kau juga akan tiba," ucapnya kemudian menarik Xue Mingyan pergi.
Dalam sekejap mata, Xue Mingyan sudah berada di tempat lain. Dia tengah berdiri di atas bukit, yang di bawahnya terdapat taman bunga yang membentang luas.
Xue Mingyan menatap takjub dengan pemandangan di depannya, senyuman terukir di bibir kecilnya. Untuk sesaat dia melupakan hal yang menjadi bebannya, tetapi kemudian kedua matanya menangis.
Xue Mingyan terduduk jatuh, tangisannya pecah tak dapat dibendungnya lagi. Tiba-tiba semua ingatan yang tak pernah dia ingat itu muncul.
Desiran angin membelai lembut rambut Xue Mingyan, dia tengah termenung melamun dengan pikirannya.
"Sudah merasa lebih baik?" tanya Feng Hui yang duduk di sebelah Xue Mingyan.
Xue Mingyan tersenyum pahit, "Yahh, ini lebih baik dari sebelumnya," balasnya lalu menatap Feng Hui di sampingnya. "Kau mengetahuinya bukan?" tanyanya.
Feng Hui tersenyum, "Kau tahu? Ada banyak hal di dunia ini yang mungkin tak akan kau pahami begitu saja. Sama seperti saat ini, kau bersedih atas masa lalumu. Kuberi tahu satu hal, masa lalu datang bukan untuk disesali, tapi jadikan itu sebagai dorongan agar menjadi seseorang yang lebih menghargai hal sekecil apapun."
Xue Mingyan terdiam, dia menatap Feng Hui, kalimatnya benar-benar memukul dirinya. "Feng, aku harap kau akan selalu menjadi teman terbaikku. Terima kasih atas sarannya teman," ucapnya.
Feng Hui terdiam kemudian membalas senyumannya Xue Mingyan. Hatinya berdenyut sakit ketika melihat jika Xue Mingyan hanya menganggapnya seorang teman.
Saat kereta kuda yang membawa Xue Mingyan pulang sampai di kediaman perdana mentri, saat itulah Xue Mingyan sampai juga.
Tanpa menunggu lama, Xue Mingyan langsung masuk ke dalam Paviliunnya. Hari ini pikirannya menjadi kacau dan tak terkendali. Bayang-bayang masa lalunya tiba-tiba muncul, seperti mengingatkan semua kesalahannya saja.
Lala dan Lusi menatap khawatir Xue Mingyan yang masuk ke dalam Pavilliun sambil melamun dan kedua matanya bengkak seperti telah menangis.
"Apa yang terjadi nona? apa nona baik baik saja?" tanya Lala khawatir disertai dengan anggukannya Lusi.
Xue Mingyan menatap kosong Lala dan Lusi, kemudian dia menggelengkan kepalanya dan pergi masuk ke dalam kamarnya lalu menutupnya rapat. Dia berjalan ke arah jendela dan menatap sendu pohon yang berada di depannya ini.
"Raja Neraka kenapa kau berpura-pura tidak mendengarkanku? jika kau ingin meninggalkanku di sini sendiri tanpa bantuanmu, jangan persulit diriku dengan kehadiran orang yang kusayangi di masa lalu. Kau sedang mengujiku? baiklah aku menyerah dan mengaku kalah. Tolong, lepaskan aku dari kesengsaraan ini," lirih Xue Mingyan.
Tiba tiba manik mata birunya menitikkan air mata, dia benar-benar tidak bisa menahannya lagi.
***
Pangeran Ketiga mengajak Shu Hang ke taman, dia ingin tahu sekali apa yang terjadi sebelumnya.
"Hang er, apa yang terjadi sebelumnya? taruhan apa yang kau lakukan sampai sampai membuatmu seperti ini?" tanya Pangeran ketiga khawatir.
"Pangeran sedang meragukanku? aku sedang kesakitan sekarang dan pangeran malah menanyakan hal yang tidak ingin kuingat lagi," balas Shu Hang sedih.
Pangeran ketiga menggelengkan kepalanya menolak ucapan Shu Hang, "Bukan begitu, baiklah aku tidak akan membahasnya lagi. Sekarang kita obati saja lukamu ini," pasrah Pangeran ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess's Revenge Plan [TAMAT]
Fantasy[Fantasy - Chinnese ] [Romance - Komedi ] *** Aku tidak tahu mengapa bisa ada di sini? Saat bangun, aku sudah memasuki tubuh orang lain dan melintasi waktu ke masa lalu. Sang pemilik tubuh asli ku adalah seseorang yang lemah, dia sering ditindas, di...