16. Sebuah petaka

11.2K 1.2K 1
                                    

Setelah dua jam, akhirnya api bisa dipadamkan.

"Ayah, maaf sudah menganggu waktu istirahat ayah," sesal Xue Mingyan dengan raut wajah sedihnya.

"Tidak apa-apa, karena Pavilliunmu sudah terbakar, sekarang tinggalah di Pavilliun Teratai Indah peninggalan ibumu."

Selir Niang terkejut mendengarnya. Dari dulu sampai sekarang Perdana Mentri tidak pernah sekalipun berniat untuk memberikan Pavilliun itu padanya. Tetapi mengapa sekarang dengan mudahnya Pavilliun itu diberikan pada Xue Mingyan?

"Tu-tuan apa tuan yakin memberikan Pavilliun itu padanya?" tanya Selir Niang.

"Uhuk, benar apa yang uhuk dikatakan Selir Niang ayah. Aku ... uhuk uhuk uhuk ..." ucapan Xue Mingyan terhenti karena batuknya.

'Sial, aku terlalu bersemangat sampai sampai aku tersedak oleh air liurku sendiri,' keluh Xue Mingyan kesal di dalam hatinya.

Tadinya Xue Mingyan akan berpura pura batuk di depan Perdana Mentri agar bisa membuatnya kasihan padanya. Tetapi karena terlalu semangat dia jadi tersedak dengan air liurnya dan batuk sungguhan. Perdana Mentri menghampiri Xue Mingyan dan menatapnya khawatir.

"Apa perlu kupanggilkan tabib untukmu?" tanya Perdana Mentri khawatir.

Xue Mingyan menggelengkan kepalanya, "Tidak perlu ayah, uhuk aku baik baik saj ...  uhuk uhuk."

'Kenapa batuknya tidak berhenti sih?' keluh Xue Mingyan di dalam hatinya.

"Tidak tidak, kau harus diperiksa tabib terlebih dahulu," bantah Perdana Mentri.

"Kalian, bantu Xue Mingyan ke Pavilliun Teratai Indah, dan kau tolong kau panggilkan tabib istana kemari untuk memeriksa tubuhnya," perintah Perdana Mentri pada Lala dan Lusi serta beberapa pengawal.

Selir Niang menatap tidak percaya pada Perdana Mentri. Mengapa dia bisa langsung begitu mengkhawatirkan Xue Mingyan? Itulah pertanyaan yang terus berputar putar di kepalanya.

'Jalang itu!!! dia benar benar licik, aku tak akan membiarkannya!' geram Selir Niang kesal di dalam hatinya.

Lala dan Lusi membantu Xue Mingyan pergi ke Pavilliun barunya yaitu Pavilliun Teratai Indah. Setelah sampai, dia berbaring di ranjang dan langsung diperiksa oleh tabib.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Perdana Mentri.

"Nona Xue Mingyan tidak apa-apa, hanya saja ... terdapat luka bakar di kakinya," balas tabib itu.

"Apa!? Lalu apakah itu bisa disembuhkan?" tanya Perdana Mentri khawatir.

Selir Niang tersenyum senang mendengarnya, 'Bagus, sekarang kau sudah cacat Xue Mingyan. Tidak ada yang mau dengan wanita cacat sepertimu,' hinanya senang di dalam hati.

"Ayah tidak perlu khawatir, lagipula Ming er buruk rupa sekalipun tidak ada yang ingin dengan Ming er," ujar Xue Mingyan sedih.

'Huuh sadar diri juga kau,' ejek Selir Niang di dalam hatinya.

"Tidak! Ayah akan melakukan berbagai cara agar kau bisa sembuh. Ayah berjanji," bantah Perdana Mentri yakin.

Selir Niang terkejut mendengarnya, bukan dia saja yang terkejut tetapi Xue Mingyan pun sama terkejutnya seperti Selir Niang.

Dia mengira bahwa Perdana Mentri hanya merasa kasihan dan bersalah saja padanya karena telah gagal mendidik Shu Hang anak kesayangannya ini, tetapi tidak! Dari awal kejadian sampai sekarang Xue Mingyan tidak melihat raut wajah merasa bersalah pada Perdana Mentri.

Melainkan seperti seorang ayah yang mengkhawatirkan putrinya sendiri. Seperti itulah yang dilihat oleh Xue Mingyan. Dia bingung dengan sikapnya Perdana Mentri sekarang.

The Princess's Revenge Plan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang