Gian diam.
Samudera diam.
Juan dan Azkia yang duduk diantara keduanya pun diam, tidak mengatakan sepatah kata apapun karena masih fokus menonton film Moana untuk kedelapan kalinya karena Juan keras kepala jika ikan pari di laut adalah arwah dari mendiang neneknya Moana.
Sementara Langit, yah, dia sibuk main futsal dengan anak-anak di komplek sejak tadi pagi. Sudah membawa bekal makanan dan keperluan lainnya, sehingga tidak membuat Samudera khawatir jika Langit akan kelaparan.
Samudera sudah membayangkan bagaimana keadaan Langit sekarang. Berkeringat, bau apek, banyak lari dan juga suaranya akan menjadi serak (mengingat bagaimana adiknya selalu berteriak ketika bermain olahraga). Sebelumnya Samudera sudah mengingatkan Langit untuk mencuci pakaiannya setiap ia selesai melakukan olahraga, apapun jenis olahraga yang dilakukan Langit.
Tapi bagaimana ceritanya Samudera bisa ada di dalam rumah ini, jika kamu bertanya? Jawabannya gampang sekali.
Ini semua terjadi hanya karena Gian meneleponnya di pagi buta akibat khawatir botol minum kesayangannya akan hilang jika Samudera tidak memberikannya pada Gian secepat mungkin. Mungkin pukul tujuh pagi pun belum, tetapi Gian sudah menelepon Samudera dengan super-bawel-mode on.
Dengan senyum lebar yang setengah tulus, Samudera muncul di depan rumah Gian sambil membawa paper bag berisi botol tersebut, meskipun matanya masih berat akibat kantuknya belum hilang sepenuhnya. Gian berterima kasih dan sama sekali tidak menyuruh Samudera untuk balik lagi ke kosan, sehingga Samudera menganggap kalau Gian membolehkannya masuk.
Dan mereka berakhir di sofa, sambil menonton film Disney berulang kali. Gian sama sekali tidak menyuruh Samudera untuk pergi, dan Samudera sama sekali tidak akan pulang. Maka karena itu keduanya masih menetap di dalam rumah meskipun keadaan disana agak canggung. Juan dan Azkia tidak terlalu memperhatikan keadaan Samudera, selama mereka masih dibolehkan menonton, mereka akan tetap menonton.
Saat Moana bertemu dengan kelomang besar itu, televisi di rumah Gian mati tiba-tiba dan membuat empat manusia disana tersentak. Gian melihat ke sekeliling ruangan dan beranjak ke kamar-kamar lainnya untuk memastikan semua barang yang menyambung pada listrik mati. Sementara Samudera pergi keluar rumah, melihat listrik di rumah tetangga lainnya juga mati.
"Kayaknya ada pemadaman deh." Juan menyalakan senter hape dan mengarahkannya ke depan, "untung sekarang masih jam dua belas siang, jadi enggak gelap-gelap amat."
"Terus ngapain nyalain senter?" tanya Azkia aneh.
"Untung peralatan yang enggak dipake semuanya gak nyala.." Gian kembali duduk di sebelah Azkia, "kamu juga udah selesai kan sekolahnya?"
Azkia hanya mengangguk sambil memakan Bongbeng dengan wajah yang lumayan belepotan, seperti anak balita baru saja dibelikan coklat. Gian mengelap wajah anaknya menggunakan tisu basah dan menggelengkan kepalanya.
"Harus nunggu lama deh," ujar Gian. "Semoga enggak sampai nanti malem, bisa ribet kalau iya."
"Iya sih, semoga aja enggak." cerocos Samudera tiba-tiba entah darimana.
Gian menoleh kaget ke arah belakang, "lho, ternyata mas masih ada disini?"
"Lah memang daritadi masih disini kok?" Samudera merengut.
"Aku kira udah pulang tadi sekalian liat rumah-rumah tetangga" ujar Gian keheranan.
Juan dan Azkia hanya terkikik melihat wajah Samudera yang murung. Gian ikut terkikik karena melihat Samudera yang memanyunkan bibirnya kesal. "Kalian jadi bully gini ah, males saya." ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
loose steps | cheolhan
RomanceGian menyukai hidupnya sebagai single parent dari anak laki-lakinya. Pekerjaan yang stabil, akrab dengan keluarga dan rekan kerja, dan memiliki anak yang pintar sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Namun apa yang akan terjadi jika Samudera yang ba...