33 • kapur

226 34 3
                                    

Dengan badan yang hanya menggunakan bathrobe dan celana pendek selutut, Gian terkapar dengan loyo di atas kasurnya seperti bintang laut. Layaknya para orang tua lain ketika anak-anaknya tidak di rumah, Gian merasa sangat bosan. Ia sendirian sambil ditemani suara kendaraan berlalu lalang di depan rumah.

Setelah kemarin Devan bilang pada Gian kalau ia pindah apartemen dan akan tinggal bersama tunangannya, Azkia merengek ingin menginap disana karena tahu kalau apartemen tersebut memiliki view yang bagus. Karena Gian tidak mau anaknya cemberut untuk beberapa hari ke depan, akhirnya ia mengizinkannya menginap.

Semalaman Azkia dan Gian membereskan perlengkapan yang akan Azkia butuhkan karena ia menginap selama seminggu. Gian berkali-kali membuka dan menutup tas Azkia untuk memastikan semuanya sudah siap. Dan saat Devan menjemputnya, Gian menyelipkan uang di saku tasnya. Entah Azkia sadar atau tidak.

Gian bangkit dari kasur dan duduk di depan meja rias. Ia mengambil album foto yang ditaruh di kabinet yang dikhususkan untuk barang-barang sentimental milik Azkia. Ini adalah waktu yang tepat bagi Gian untuk menjadi melankolis sambil merindukan anaknya yang baru saja pergi empat jam lalu. Album foto kusam itu bukan milik Azkia, melainkan miliknya sendiri. Foto-fotonya semasa kecil tertata rapi dengan secarik kertas di masing-masing foto, menandakan kejadian yang terjadi saat foto tersebut diambil.

Gian senang karena abahnya sangat kreatif, meskipun kadang kreatifitasnya melampaui batas. Dirinya yakin seratus persen kalau album ini adalah ide dari abah.

'Giano selesai menangkap ikan di kolam.'

Ia tersenyum lebar melihat Gian kecil yang sedang memegang gelas berisi ikan yang terlihat sudah mengambang. Latarnya menunjukkan kebun di rumah ami yang sampai sekarang tidak berubah.

'Giano berhasil mandi sendiri.'

Dan saat itu juga Gian langsung menutup album foto tersebut. Gian tidak habis pikir kenapa kedua orang tuanya menaruh foto yang paling ia tidak suka di dalam album ini. Karena moodnya berubah setelah melihat foto masa kecilnya yang telanjang bulat, Gian kembali memasukkan album fotonya ke tempat semula dan pergi keluar kamar.

Gian memperhatikan suasana di luar rumah sambil mengeratkan tali bathrobe. Tidak baik jika Gian keluar rumah hanya mengenakan ini saja. Bisa-bisa nanti tetangganya memiliki asumsi yang tidak benar.

Cuaca hari ini lumayan panas, salah satu alasan mengapa ia tidak mengenakan pakaian tebal biasanya seperti piyama atau hoodie kesayangannya. Rasanya ia tidak pernah merasa sepanas ini ketika di dalam rumah. Bahkan kipas angin sedari tadi sudah berputar secara mandiri. Meniup angin ke seluruh penjuru ruangan supaya tidak terasa terlalu panas karena sinar matahari menyorot ke dalam ruangan.

Rambut Gian kini sudah bisa menutupi pandangannya. Tidak terlalu mengganggu, tetapi seringkali terkena matanya dan itu lumayan perih. Mengikat atau menggunakan jepit juga tidak berpengaruh apa-apa.

Salon di komplek ini tutup sementara karena pemiliknya pergi keluar kota. Mengapa Gian bisa tahu? Karena tetangganya mengajak Gian untuk bergosip tadi pagi. Tepat setelah Devan datang menjemput Azkia. Entah kenapa ibu-ibu tersebut selalu bisa mendapatkan sesuatu yang baru setiap paginya. Kadang ia sendiri sering merasa khawatir jika suatu saat namanya akan menjadi topik yang disebut dari bibir mereka.

Saat Gian sedang fokus melamun sambil menatap tembok, ia tidak sadar dengan suara bel yang nyaring berbunyi dari tadi.

Gian membuka pintu rumah dan menjulurkan kepalanya keluar. Di luar sana berdiri seorang pria berambut hitam yang melambaikan tangan ke arahnya. Gian membalas lambaian tersebut dengan mengacungkan jempol, lalu berlari masuk ke dalam kamar.

Tentu saja Gian tidak bisa menerima tamu dengan pakaian seperti ini. Ia menarik paksa kemeja yang menggantung di balik pintu dan menggunakannya dengan terburu-buru sambil berjalan cepat untuk keluar rumah.

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang