39 • bintang jatuh

215 26 7
                                    

Azkia sedang membereskan rak buku di kamar ketika mendengar suara gerbang rumah dibuka oleh seseorang. Ia beranjak dari duduknya dan menghampiri jendela untuk mengintip teras rumahnya. Disana hanya ada Gian yang baru saja pulang dengan wajah yang kusut, sambil membawa beberapa kantong plastik besar. Karena tidak ada sosok yang Azkia benci di samping ayahnya, Azkia menandakan jika ini adalah hari yang menyenangkan.

Ketika pintu rumah terbuka, Azkia bergegas untuk keluar kamar dan menyambut Gian di ruang tamu. Sebelum Gian dapat menyapa anaknya yang kini semakin tinggi, ia malah dipeluk erat oleh Azkia secara tiba-tiba. Tangan Gian berusaha pelan-pelan melepaskan kantong plastiknya di lantai agar ia bisa membalas pelukan anaknya meskipun terasa agak mencurigakan.

Pikirannya sudah bersiap-siap untuk menjawab pertanyaan apapun yang diberikan oleh Azkia, namun tidak ada pertanyaan yang dilontarkan meski Gian yakin mereka sudah berpelukan selama lima menit. Azkia melepaskan pelukan tersebut seraya mengambil kantong plastik yang ada di lantai, membawanya pergi ke dapur dan meninggalkan Gian sendirian di ruang tamu. 

Gian mengangkat bahunya sekilas, 'mungkin mood Azkia hari ini baik-baik aja,' gumamnya. Ia berjalan masuk ke dalam kamarnya dan menerjang kasurnya yang ia rindukan selama beberapa jam. Aroma dari spreinya begitu manis, membuat Gian menggeliat dengan keras sambil meleleh nyaman ke kasurnya. Semua ini pantas ia dapatkan setelah menghadapi sosok yang ternyata masih sama menyebalkan sejak dahulu.

Selama perjalanan pulang tadi, Gian berpikir jika perkataan yang ia lontarkan pada Marcella mungkin terlalu kasar. Ia tidak tahu apa yang terjadi dalam rumah tangga mantan istrinya tersebut, namun dengan beraninya Gian memberi kritik yang mungkin saja menyakiti hati Marcella. Bahkan Gian mengingat jika ini adalah kali pertamanya mereka bertemu lagi sejak mereka berpisah. 

Rasanya hari ini berjalan dengan aneh, dan Gian menyadari hal tersebut. Ia menghela nafasnya panjang sebelum mendaratkan wajahnya di atas selimut tebal. Gian bisa menghapus riasan wajahnya nanti, karena ia tidak bisa menghapus penyesalan kecil ini semudah menggunakan micellar water. Kadang-kadang Gian merasa kesal pada dirinya sendiri sebab ia selalu saja menyesali hal kecil seperti ini.

Lagipula, kenapa ia harus kecewa? Marcella saja tidak memikirkan bagaimana sakitnya perasaan Gian ketika ia akan berencana untuk menjemput Azkia kembali. Perempuan itu tidak tahu bagaimana susahnya merawat anak dan bekerja sekaligus, karena dia langsung kencan dengan pria yang uangnya melebihi enam digit.

Gian bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju meja rias. Ia memutuskan untuk membersihkan wajahnya sebab rasa kantuk tiba-tiba saja ada di dalam kepalanya. Meskipun dengan mata tertutup, Gian dapat melakukan semuanya hingga bersih. Bahkan semua kapas bekas sudah terlempar ke dalam tong sampah tanpa ada yang meleset.

Ia menatap pantulan wajahnya sendiri di depan cermin. Rambut hitam yang kemarin di atas alis kini sudah memanjang hingga hampir menutupi kedua matanya. Tidak lupa dengan kantung matanya, garis halus di wajah, dan tulang selangka yang hampir menonjol. Berbeda jauh dengan penampilan dirinya sendiri semasa SMA yang selalu pergi dengan rambut rapi. Gian benar-benar termakan oleh waktu dan juga kenangan yang baik.

Namun akhir-akhir ini, ia belum merasakan hal yang sama. Kapan terakhir kali Gian tertawa hingga nafasnya sesak karena hal sepele? Ia yakin beberapa minggu ke belakang hanya dihabiskan dengan menangis di atas kasurnya. Jika tidak di kasur, mungkin di ruang tengah atau di kamar mandi. Selama Azkia tidak di rumah, Gian menghabiskan waktunya dengan menangis dan memikirkan hal-hal yang tidak berguna.

Termasuk percakapannya dengan Samudera. Itu benar-benar tidak berguna. Ugh.

Gian tertawa hambar sambil mengusap pelan wajahnya. Mungkin alasan kenapa ia selalu merasa sedih pada minggu lalu itu karena anaknya tidak ada di rumah untuk menemaninya. Hal itu masuk akal, tetapi Gian tidak bisa menggunakan Azkia sebagai alasan jika ia harus terlihat bahagia setiap saat. Anaknya bukan sebuah kondisi, jika Azkia bisa menangis di depannya, mengapa Gian tidak boleh? Ia dan Azkia kan, bukan robot.

Rumah dengan anak tunggal akan terdengar lumayan sepi, terutama jika kamu adalah seorang single parent sejak anakmu masih bayi. Namun Gian paham dengan watak Azkia yang berisik dan selalu bernyanyi tidak jelas, jadi suasana rumah yang tiba-tiba sepi membuat Gian mulai merasa waspada sehingga ia melesat pergi keluar dari kamar.

Ia tidak melihat sosok Azkia yang biasanya sedang duduk menonton TV, jadi Gian langsung berjalan cepat menuju dapur dan berusaha untuk tetap tenang. Pikirannya tidak akan bekerja dengan baik jika ia masih panik ditambah dengan jantungnya yang berdebar-debar. Tangan Gian memegang teralis tangga menuju gudang sambil mengambil nafas sebab ia tahu gudangnya kini sudah berdebu banyak.

Sesaat sebelum Gian dapat mendorong pintu gudang, pintu tersebut sudah terbuka lebih dulu dari dalam, sehingga Azkia menabrak pintu tersebut terlalu keras. Gian dapat mendengar suara hantaman pintu dan erangan Azkia yang kesakitan dengan jelas dari balik pintu, dan ia segera masuk untuk memastikan anaknya baik-baik saja.

"Ya ampun! Maaf nak, ayah enggak tau kalau kamu ada di belakang pintu!" ujar Gian sambil menghampiri Azkia, "dahi kamu enggak apa-apa kan? Sakit enggak?"

Azkia menggelengkan kepalanya, "enggak apa-apa yah. Tapi agak nyut-nyutan sedikit."

"Turun yuk? Biar ayah kompres jidatnya," Gian berdiri dari posisinya dan berusaha mengangkat anaknya, "nanti kamu duduk aja dulu di kursi, biar ayah-"

Ucapan Gian terhenti begitu saja melihat jajaran album foto yang terbuka lebar di lantai, menampilkan banyak sekali foto Azkia sejak ia masih kecil. Tidak lupa dengan album foto biru tua yang sama sekali tidak ingin Gian lihat lagi sejak dahulu. Termasuk lembaran foto yang sengaja ia lepas dari album pun secara ajaib berada kembali di tempatnya.

Seperti bendungan air yang lama-lama akan bocor, memori-memori kelam yang sudah Gian tanam jauh di hatinya kini kembali bermunculan. Gian menatap semua album tersebut dan berusaha untuk tidak bertanya kepada anaknya, karena ia tahu sekarang Azkia sedang memandangnya ketakutan. Azkia tahu betul jika Gian belum tentu mau untuk menjawab semua pertanyaannya nanti dan ia pasti akan marah besar melihat semua ini.

Gian menoleh ke arah Azkia yang tiba-tiba menundukkan kepalanya, lalu ia mengelus-elus bahunya dengan lembut. "Bangun yuk? Kita kompres dulu dahi kamu, habis itu kita beresin gudangnya bareng." ucapnya, meski kini sisi jahatnya ingin sekali berteriak dan memarahi Azkia habis-habisan.

Azkia menganggukkan kepalanya, tidak menjawab pertanyaan Gian dan langsung pergi keluar gudang dalam diam. Gian hanya bisa menghela nafasnya panjang sambil mengikuti langkah anaknya yang agak terburu-buru seraya kembali menutup pintu gudang pelan-pelan.


playlist untuk loose steps ada di carrd di bioku. jangan lupa cek!

i love you, stream hot!!

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang