7 • penampilan

412 56 6
                                    

Gian gabut.

Gian bener-bener gabut.

Semua pekerjaan rumahnya sudah selesai. Tumpukan baju Azkia dan miliknya tertata rapi di lemari masing-masing. Naskah sudah dikirim ke Devan tadi pagi, dan keadaan rumah menjadi sepi karena Azkia pergi latihan paduan suara di rumah temannya. Sedaritadi Gian hanya berguling-guling di kasur ditemani kerasnya suara tv.

Terkadang ia berterima kasih pada Tuhan karena hidupnya super mudah akhir-akhir ini.

Gian duduk di depan meja rias. Menatap dirinya sendiri yang termakan waktu mulai semakin tua. Sekarang rambut hitamnya sudah lumayan panjang, poni hampir menutup kedua matanya seperti gorden di rumah. Tidak jarang ia memakai jepit rambut milik Azkia untuk menghindari rambutnya. Tetapi hanya di rumah saja.

Memang sudah lama Gian tidak pergi ke salon untuk merapikan rambut. Terlalu terikat dengan pekerjaan dan Azkia yang sudah semakin besar. Kadang ia rindu dengan rambut panjang semasa kuliah, tetapi ia juga benci karena seringkali dipanggil 'mbak' tanpa melihat wajahnya dulu.

Manusia kampret.

Kalau tidak salah, Juan pernah bilang di dekat rumah Agus ada salon kecil milik tetangganya. Maka Gian berniat untuk pergi jalan kaki ke tempat tersebut. Lagipula dari jendela, cuaca terlihat tidak terlalu menyengat seperti biasa.

Gian tiba-tiba beranjak dari kursi. Mulai bersiap-siap untuk pergi sendirian. Dibawanya jaket kesayangan, dia berjalan keluar. Tidak lupa mengunci pintu dan memastikan semua jendela tertutup. Kompor pun sudah mati sedari tadi.

Gian tidak akan bilang ke siapa-siapa soal rencana dadakannya ini. Ia hanya mengabari Azkia kalau pergi keluar rumah saja. Sudah terbayang wajah Azkia dan Juan saat melihat dirinya dengan potongan rambut baru.

Seketika Gian berpikir, bagaimana dengan reaksi Samu nanti? Ia takut kalau Samu akan tertawa atau bahkan menatapnya aneh.

"Semoga hasilnya gak terlalu buluk," gumam Gian sambil menutup gerbang. "Tapi nggak mungkin deh. Kan selalu tampan."

Dasar Giano.


"Ayah? Aku udah pulang!"

Azkia yang baru pulang merasa heran dengan keadaan rumah yang sangat sepi. Tinggal dengan ayah heboh semacam Gian tidak akan pernah sesepi ini. Ia mulai curiga, payung sudah digenggamnya erat. Waspada jika ada seseorang masuk ke dalam rumahnya.

"Ayah?" Azkia mengernyit karena Gian sama sekali tidak menjawabnya.

Dicarilah Gian mulai dari toilet sampai ke gudang. Kamar Azkia pun kosong. Tidak ada Gian, hanya ada buku-buku berserakan. Ia yakin betul sebelum pergi sudah membereskan semuanya. Beberapa kali Azkia bolak-balik dari teras menuju dapur dan kamar, ia masih tidak melihat sosok Gian.

Bagaimana kalau Gian diculik? Azkia belum siap hidup sendirian.

Tapi tidak mungkin, karena Gian terlalu berisik untuk diculik seseorang.

Samar-samar, Azkia mendengar sesuatu dari kamar. Seperti suara seseorang sedang asik mengunyah. Azkia semakin erat menggenggam payungnya. Ia menghela nafas berat untuk meyakinkan diri sendiri sebelum mendobrak pintu dan mengayunkan payung itu dengan histeris.

"Ayah cepetan keluar! Mau aku hajar or-"

"Kamu ngapain nak?" Tanya Gian dengan santai. "Nanti kalau kena jendela gimana?

Azkia seketika terdiam melihat ayahnya yang sedang duduk di kasur sambil memakan jeruk dan-

Rambut.

Rambutnya berubah. Mata Azkia membulat.

"Ayah kenapa rambutnya jadi gitu?!" Azkia buru-buru mendekati Gian, "kenapa malah jadi warna ini?!"

"Emangnya kenapa? Kan udah lama ayah nggak ngecat rambut toh?"

"Kan nanti ada pertemuan orang tua, ayah! Lusa!"

"Terus? Kan bukan warna terang." Gian heran.

"Nanti kalau temen aku liat gimana!"

"Kan nggak ada larangannya nak..."

"Iya juga sih," Azkia merengut. "Tapi kenapa gak bilang kalau potong rambut.. kan aku juga mau yah."

Gian mengusak rambut anaknya, "punyamu ini masih pendek lho. Kan rambut ayah udah nutupin mata juga. Kalau Azkia mau dibotakin, sama ayah aja oke?"

"Aku gak mau botak, yah. Jelek nanti martabat aku."

"Anak ayah udah paham kata besar nih?" Gian tertawa, "kirain cuma martabak aja yang kamu tau."

"Ayah mah! Aku marah." Azkia beranjak dari kasur dan tiduran meringkuk di lantai, "pokoknya aku marah ke ayah. Marah. Jangan sentuh aku."

"Mau jajan martabak asin nggak?"

Seketika saja Azkia berdiri di samping Gian, "mau yah. Telurnya dua."

Ayahnya berdecak. "Ganti baju dulu sana. Nanti habis itu kita makan sambil nonton film."

"Asik! Makasih ayah ganteng!"

"Sama-sama, bulet."

LINE

Samudera

(sent a photo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(sent a photo.)

lucu nggak boy?


hari ini dia ganti
katanya

anjing

dapet darimana?

lucu banget sial

dari bini

kirim lagi dong fotonya

bensin dari gua

sikat.


✧*。

ada yang bisa tebak, siapa yang chat samu?

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang