"Kenapa kamu bisa-bisanya tanya kayak gitu, Gi?"
Gian mendongakkan kepalanya, tersenyum pahit sambil berusaha menahan air matanya supaya tidak menetes lagi. Ia harus mengosongkan kepala dan pikiran jika akan berbicara pada Samudera, untuk menghindari omong kosong belaka yang bisa saja malah memperkeruh suasana.
"Hanya mau memastikan aja," Samudera bisa melihat rasa sakit yang terpapar jelas di kedua mata Gian, "biar aku enggak salah cerita soal hidup aku ke orang yang salah."
Samudera menatap Gian dengan tidak percaya. Matanya membulat mendengar kalimat yang dilontarkan dari bibir Gian, rasanya seperti kaca jendela yang jatuh dan pecah hingga berkeping-keping. Seketika Samudera ingat kepada ayahnya yang mungkin pernah berada di posisi yang sama dengannya. Jadi ini rasanya ketika seseorang yang kamu anggap berharga sebenarnya tidak merasakan hal yang sama denganmu.
"Cerita ke orang yang salah? Maksudnya apa Gian?" Samudera kini sudah berdiri, berjalan agak menjauh dari Gian di sofa. "Jadi selama ini kamu sama sekali nggak percaya sama saya? Setelah apa yang semua kita jalanin?"
"Bukan kayak gitu maksud aku." Ujar Gian, wajahnya perlahan-lahan memerah. "Aku enggak yakin buat cerita soal hal ini karena bersangkutan sama apa yang aku alami waktu dulu."
"Maksudnya apa? Sekarang kamu mau cerita soal mantanmu?"
Ekspresi tersentak Gian seolah membenarkan pertanyaan dari Samudera. Tetapi hal ini malah membuat Samudera panik di dalam hati karena sedaritadi Gian sama sekali tidak menyebutkan apa-apa soal itu. Samudera menggali lubang kuburnya sendiri hanya karena pernyataan dari Joshua kemarin malam tiba-tiba hinggap kembali di pikirannya.
"Tahu darimana?" Telunjuk Gian mengarah pada Samudera. "Tahu darimana kalau aku bakal cerita soal mantanku ke mas?"
"Saya cuma nebak aja Gian. Enggak ada apa-apa lagi." Ujar Samudera. "Kalau betul ya bagus, kalau salah ya kamu bisa langsung jelasin aja apa yang sekarang lagi kamu pikirin."
Gian menghela nafasnya panjang. "Enggak perlu kayak gitu mas, jujur aja ke aku. Enggak perlu bohong."
"Maksudnya bohong? Buat apa saya bohong ke kamu? Saya dapet untungnya juga enggak kok, jadi buat apa saya enggak jujur ke kamu?" Samudera mengernyitkan dahinya keheranan. Ia tidak tahu apa yang membuat Gian semakin berbicara tidak masuk akal. "Tadi kita lagi baik-baik aja lho, kenapa tiba-tiba suasananya berubah jadi kecut kayak gini?"
"Mas kira aku tahu kenapa aku bisa ngerasa enggak ada harapan kayak gini ke mas ya?" Ujar Gian sambil menoleh ke arah Samudera. Tatapannya menunjukkan ketidakpercayaannya pada apa yang Samudera katakan. Tetapi aksinya ini malah semakin membuat pria di depannya merasa marah.
"Ya jelasin dong Giano? Saya mana bisa paham sama apa yang kamu pikirin kalau kamu enggak bilang ke saya?" Ucap Samudera ketus. "Saya enggak pernah dilatih jadi pembaca pikiran dari saya kecil."
Gian beranjak dari duduknya untuk pergi ke dapur. Tetapi Samudera lebih dulu menarik lengan Gian kembali ke ruang tengah, menyeretnya cepat dan tidak menggubris Gian yang menarik-narik lengannya. Saat Samudera baru saja duduk kembali di sofa, Gian berusaha untuk kabur dari pegangannya, namun lagi-lagi Samudera lebih cepat.
Kaki Samudera menjagal kaki Gian, sehingga pria tersebut jatuh terjerembab ke depan dengan wajah mendarat duluan. Saat Gian sibuk meringis karena hidungnya terasa nyeri, Samudera segera melingkarkan kedua tangannya dan memeluk erat Gian supaya tidak kabur.
"Jangan kemana-mana dulu. Jelasin kamu kenapa, jelasin siapa Marcella dan jelasin kenapa kamu tiba-tiba kayak gini ke saya." Kata Samudera sambil menaruh kepalanya di bahu Gian. Otomatis, badan Gian menggetar kaget sekaligus malu dengan posisi duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
loose steps | cheolhan
RomanceGian menyukai hidupnya sebagai single parent dari anak laki-lakinya. Pekerjaan yang stabil, akrab dengan keluarga dan rekan kerja, dan memiliki anak yang pintar sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Namun apa yang akan terjadi jika Samudera yang ba...