34 • get it?

242 31 2
                                    

"Giano tumben banget mau diajak buat nongkrong habis kerja."

Gian tertawa hambar mendengar perkataan Joshua. Memang benar ia jarang pergi ke luar sehabis dari kantor, dan Gian tahu tentang fakta tersebut. Kedua jarinya menghimpit sedotan sambil mengaduk-aduk soda.

Joshua mengernyitkan dahinya, "kok malah ketawa?"

"Enggak apa-apa lah. Lagi mau ikut aja, soalnya di rumah sepi." Tangan Gian memutar sedotan sesuai jarum jam, "anakku nggak ada di rumah."

"Lagi main?" Tanya Joshua.

"Lebih ke nginep sih."

"Oalah." Joshua mengangguk, "kalau mau pesan makanan lagi, bilang aja ya! Semua ada di aku kok. Enggak perlu khawatir."

Gian menganggukkan kepalanya, "makasih banyak ya Shua."

"No problem."

Lagu pop berputar dari speaker besar yang menggantung di pojok ruangan. Ini adalah kali pertama Gian menghampiri kafe yang baru saja dibuka sejak minggu kemarin. Ia pergi dengan Joshua yang kebetulan ingin mengunjungi tempat ini juga. Mereka pergi bersama dari kantor, berjalan kaki karena Gian tadi diantar Samudera berangkat kerja.

"Gimana hubungan kamu sama Samudera?" Ujar Joshua tiba-tiba, mengagetkan Gian yang sedang meneguk minuman.

"Bia- biasa aja kok Shua." Gian mengelap ujung bibirnya, "masih sering ketemu kalau lagi ada waktu luang."

"Pantesan, kadang-kadang anaknya kalau pulang ke kosan tuh sering nyengir sendiri gitu lho." Ucap Joshua, "makasih banyak ya, Samudera biasanya dari dulu mukanya kayak yang pemarah. "

"Sama-sama, bagus dong kalau dia jadi hobi senyum." Kata Gian sambil mengangguk.

Joshua bangkit dari kursinya, "aku mau ke toilet dulu sebentar ya Gian. Nanti kesini sekalian ambil makanan tadi, oke?"

"Oke Shua. Perlu tisu enggak?" Gian menyodorkan tissue pack kecil ke arah Joshua.

"Eh, boleh deh." Tangan Joshua mengambil benda tersebut, "aku cabut dulu, jangan pergi kemana-mana ya."

Gian menganggukkan kepala seiring melihat Joshua jauh dari pandangannya. Kepala Gian masih terasa pegal karena ia lupa membawa krim otot yang tertinggal di dalam kamar. Ia menghela nafas panjang dan memejamkan matanya sebentar, berusaha untuk menikmati suasana kafe yang agak sepi.

Matanya terarah pada jam dinding. Meski sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Gian memutuskan untuk makan malam di sini saja. Toh Joshua yang akan membayar makanannya, jadi dompet Gian masih aman di dalam tas.

Sesaat sebelum Gian membuka buku menu, ia merasakan seseorang mencolek pelan lehernya. Tangannya langsung meraih leher karena geli. Bisa-bisanya ada orang yang seenaknya iseng tidak tahu tempat.

"Hai, kak Gian."

Gian tersentak, otomatis menoleh ke belakang dan melihat sosok Randall berdiri sambil melambaikan tangannya. Randall tertawa pelan tanpa dosa saat Gian menunjukkan wajah kesalnya.

"Lama enggak ketemu, ternyata malah jadi ngeselin ya." Ujar Gian dengan nada ketus.

"Maaf kak, habis serius banget mukanya liatin menu. Lagi mikirin siapa sih emang?" Tanya Randall.

Gian memalingkan wajahnya, "enggak usah kepo deh kamu."

Melihat aksi tersebut, Randal kembali mencubit pipi Gian dan menarik-nariknya. "Jangan kayak gitu kak, gemes. Bukannya umur kak Gian mau kepala empat ya?"

"Sok tahu banget Randall." Ucap Gian sambil mendengus, "Randall sendiri kenapa disini?"

"Habis makan malem sama temen kampus sih, ini juga mau pulang soalnya disuruh ke Surabaya lagi."

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang