20 • peluit

308 44 8
                                    

Samudera duduk dengan satu kaki di atas kursi sambil scrolling laman Instagramnya. Ia baru saja pulang dari tempatnya bekerja dan belum ada niat untuk mengganti pakaian, sambil menunggu adiknya yang sedang main bulu tangkis dengan bapak-bapak komplek.

Sesekali Samudera memandang Langit yang masih aktif berlarian kesana kemari sambil menggenggam raket. Tidak jarang bapak-bapak disana menepuk bahu adiknya, merasa bangga karena membuat tim mereka menang beberapa kali sejak tadi siang.

Samudera tersenyum. Entah kenapa perasaannya menjadi senang, melihat Langit dikelilingi oleh orang-orang yang peduli dan sayang padanya meskipun ia dengan melakukan hal-hal kecil. Berbeda dengan keadaan Samudera ketika ia seumuran dengan Langit. Daripada merasa iri, Samudera malah jauh lebih senang.

Ia tidak sendirian, karena ditemani Juan yang baru pulang dari kampusnya. Keduanya sibuk dalam dunianya masing-masing, entah menunggu apa. Sama-sama berkeringat dan juga bau apek. Jika sedari tadi ibu kosan ada di rumah, Samudera dan Juan akan diomeli karena mereka malah diam ketika berkeringat, bukannya mandi.

Padahal mereka lebih ke pemalasan.

Hidih.

"Eh bang, geser dikit dong." Juan menepuk paha Samudera, "pantat gua kesemutan nih."

Samudera mendengus, "ya pantat lo tuh kegedean."

"Gua kan sering olahraga bang, jadinya berkembang." Juan ikut mendengus.

"Emangnya lo futsal pake taburin baking soda ke kaki dulu?" Samudera bengek.

"Ah elah, geser dikit napa."

"Iya dah." Samudera beranjak dari kursi dan pindah duduk di kursi yang berseberangan dengan Juan. Kakinya juga ikut naik, seperti tidak ada masalah apa-apa.

"Bang, gua bilang kan geser. Kenapa malah pindah?" Tanya Juan.

"Geser ke sisi lain." ujar Samudera dengan wajah datar.

"Hmm."

Keduanya kembali terserap oleh kegiatan mereka masing-masing. Samudera melirik jam tangannya dan jam menunjukkan pukul tiga sore, seharusnya Juan sudah pulang ke rumah. Samudera memperhatikan Juan sedaritadi, dan anak tersebut sama sekali tidak ada pergerakan apapun. Kecuali jarinya yang sibuk menggali gold, glory dan gospel di hidungnya.

Jorok.

"Tumben lo enggak bantuin tante? Jam segini biasanya udah kelar mandi sore terus pergi keliling komplek." ujar Samudera

"Bunda tadi pagi pergi sama ayah ke luar kota, jadi gua berdua ada sama adek." Juan masih sibuk menggali, "mau main ke rumah bang Gian juga orangnya kagak ada di rumah. Malah ada temen kantornya yang lagi jaga rumah."

Samudera mengernyitkan dahinya. "Devan bukan sih namanya?"

"Hooh bang. Kok lo bisa kenal sama anaknya?"

"Dulu pernah diceritain sama Gian gitu."

"Apaan sih bang, tijel." Juan tertawa melihat kelakuan Samudera yang terbatuk-batuk, "kangen ya lo sama bang Gian?"

"Kagak lah anjir? Ngapain coba." ujar Samudera dengan nada kesal.

"Ya kali aja, soalnya agak jarang lo keliatan bareng lagi sama dia bang." ujar Juan.

"Terus lo ngapain diem disini? Adek lo kemana?" tanya Samudera berusaha mengalihkan pembicaraan untuk menjauhi topik Gian. Karena jujur saja, ia diam-diam juga merindukannya.

Cielah, dasar anak muda.

"Adek gua lagi nongkrong di rumah sama temen-temen dia, niatnya dia mau muncak gitu." Juan menggaruk kepalanya, "paling nanti pas gua pulang dia lagi packing, jadi gua gak mau ganggu dia dulu."

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang