Seiring dengan berjalannya waktu yang terasa cepat, Samudera menarik gas meskipun menerobos air hujan yang sampai sekarang masih menetes deras. Jaket tebal yang tadi ia kenakan sudah terlipat aman di bagasi motor, karena Samudera yakin seratus persen kalau Gian pergi ke kantor tidak membawa jaket. Lebih baik Gian saja yang pakai nanti daripada dirinya.
Orang-orang pun heran melihat Samudera saat itu, karena ia terlihat seperti pria aneh yang menggunakan kaos oblong ditengah derasnya hujan. Hanya mengenakan helm hitam besar. Ia terlihat seperti hiasan dashboard mobil.
Samudera dapat merasakan hatinya berdebar kencang saat melihat Gian duduk termenung di halte bus. Ia mengutuk dirinya sendiri di dalam hati karena Samudera lupa untuk menjemput Gian dari kantor, padahal ia sudah berjanji untuk mengajak Gian pergi berbelanja untuk makan malam. Restoran mana yang masih buka pada jam segini? Samudera agak sinting.
Kini sudah pukul sembilan malam, tiga jam sangat telat dari jadwal Gian pulang kantor. Samudera memarkirkan motornya di depan halte dan menghampiri Gian yang ternyata sedang menahan kantuk mati-matian. Tangan Samudera menepuk-nepuk pelan pipi Gian yang terasa agak dingin karena sedari tadi cuacanya gerimis.
Dada Samudera yang sudah nyeri, kini semakin sakit melihat wajah linglung Gian yang perlahan-lahan sadar dari kantuknya. Ia mengucek pelan kedua matanya dan tersenyum lebar melihat Samudera meskipun Samudera tahu Gian sekarang benar-benar merasa capek, ditambah dengan posisi duduknya yang tidak nyaman.
Gian berdiri dari kursi tersebut dan meregangkan badannya keras-keras. Tanpa aba-aba, ia memeluk erat Samudera sambil menyembunyikan wajahnya di bahu lebar Samudera. Gian memeluknya tanpa peduli dengan pakaian Samudera yang setengah basah kuyup.
"Tadi nggak lama kan nunggu aku bangun?" Tanya Gian. Yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya, tersenyum tipis sembari mengelus-elus punggung Gian yang ikut basah. Samudera tidak bisa menolak apa perkataan Gian karena ia yakin Gian jauh lebih pantas untuk memarahi Samudera, tetapi Gian sama sekali tidak terlihat marah.
"Nggak kok, saya baru aja dateng. Pulang yuk?"
Gian menganggukkan kepalanya. Mereka berdua jalan ke arah motor yang menjadi saksi mereka berpelukan tadi, lalu Samudera memberikan jaketnya meski ia sendiri tahu kalau jaketnya tidak akan berguna karena hujan kini semakin besar dan semakin deras dari menit ke menit.
Samudera sudah lapang dada menerima apapun yang akan dihadapi nanti, termasuk dengan ocehan Gian karena Samudera menjemputnya terlalu lama. Tapi apa yang Samudera lihat di kaca spion jauh berbeda dengan apa yang ia duga, karena pantulan di kaca tersebut hanya memperlihatkan Gian yang masih tersenyum lebar sambil memeluk badannya erat.
Mungkin saat nanti sudah sampai di rumah Gian, Samudera baru akan dimarahi habis-habisan.
✩
Nyatanya, tidak.
Setelah turun dari motor pun, Gian menggenggam erat tangan Samudera dan mengajaknya buru-buru masuk ke dalam rumah sebelum hujan semakin besar. Samudera diam sambil menuruti perkataan Gian yang menyuruhnya untuk mengganti pakaian di kamar mandi, sama sekali tidak menolak ketika Gian memberikannya pakaian bergambar Bugs Bunny.
Kini kedua manusia tersebut sedang berada di ruang tengah, dengan Samudera yang duduk di karpet karena Gian sibuk mengeringkan rambut Samudera memakai hair dryer. Suasana di dalam rumah yang hangat ditambah dengan pijatan pelan dari Gian malah membuat Samudera mengantuk.
Tanpa sadar, ia memeluk kaki kanan Gian dan wajahnya bertumpu di paha Gian yang wangi lotion stroberi. Kedua matanya memejam pelan seperti anak kucing. Gian tersenyum lebar sambil mengusap pelan rambut Samudera yang sudah kering.
KAMU SEDANG MEMBACA
loose steps | cheolhan
RomanceGian menyukai hidupnya sebagai single parent dari anak laki-lakinya. Pekerjaan yang stabil, akrab dengan keluarga dan rekan kerja, dan memiliki anak yang pintar sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Namun apa yang akan terjadi jika Samudera yang ba...