Karena lusa kemarin kaki Gian terkilir, Devan membolehkan seniornya yang malang itu untuk tidak datang ke kantor sampai kakinya sembuh.
Namun berita ini tidak dapat dicerna baik oleh Azkia yang sejak kemarin selalu berada di sebelah Gian sambil cemberut. Melihat tingkah anak semata wayangnya yang aneh, Gian sampai mengomel karena khawatir jika Azkia akan menghabiskan liburan sekolahnya hanya untuk mengurus ayahnya.
"Ayah kan dari dulu urus aku sendirian, sampai ga bisa ikut party sama anak famous. Masa aku gak boleh urus ayah aku sendiri?" Ujar Azkia sambil menepuk-nepuk dahi Gian.
"Aw, tapi Azkia cuma- jangan tepok dahi ayah- cuma liburan dua bulan aja."
"Kaki ayah juga nanti sembuhnya cepet kok!" Azkia mengoles minyak urut di sekitar kaki Gian, "kalau yang ini biar aku coba urut dulu ya yah."
Jika boleh jujur, Gian rasanya ingin menangis dan mencakar tembok ketika anaknya tiba-tiba meremas pergelangan kaki tanpa ada aba-aba. Kakinya semakin mendenyut, tetapi ia akan menjaga image dirinya terlebih dahulu. Takut melukai hati Azkia.
"Engga usah jaim lo, nangis ya nangis aja anjir." Ujar seseorang dari arah pintu kamar.
Kedua kepala tersebut pun menengok ke sumber suara, berdirilah seorang Juan dengan pakaian futsalnya yang kotor dan badan yang berkeringat hebat.
"Lo kok bau banget? Main futsal di lapangan atau di TPA?" Celetuk Gian.
"Gua habis tanding final bego. Komplek sebelah pemainnya gesit-gesit semua, gua capek banget gila demi apa." Ujar Juan dengan dramatis. "Sampai pengen meninggal. Secapek itu gua."
"Terus ngapain kesini? Kan rumahnya beda tempat." Tanya Azkia.
"Niatnya mau balik, cuma tadi lo berdua dititipin bubur Manado noh sama hamba Tuhan. Terus gua mau ikut mandi juga disini." Juan berjalan melengos ke kamar mandi Gian tanpa permisi, "capek banget kalau gua harus jalan pulang ke rumah dulu anjir. Jauh."
Setelah memastikan Juan berada di dalam kamar mandi dan menyalakan keran air, Azkia menoleh ke arah ayahnya.
"Slengean banget ya dia." Ujar Azkia ambil meremas-remas kaki Gian.
☆
"Mohon ditunggu ya pesanannya."
Randall mengangguk.
Perjalanannya yang dadakan ini membawa dirinya pergi jauh dari tengah kota. Dengan niat sembarangan ingin keliling Bandung, Randall malah berhenti di sebuah Cafe yang terkenal dengan kopinya. Seratus persen lupa dengan tujuannya untuk sunmori (meskipun hari ini bukanlah hari Minggu), yang penting ia bangga pernah meminum kopi disini.
Pandangannya terarah ke etalase di dekat kasir. Penuh dengan berbagai macam minuman soda dan juga kue-kue manis yang berjejer sesuai warna, memberikan kesan cantik. Meskipun cafe ini terletak di sebelah Gym yang lumayan besar, sama sekali tidak membuat Randall merasa uncomfortable sebab beberapa pria yang berasal dari Gym mulai masuk ke dalam Cafe. Ia sedikit bersyukur karena keringat mereka terfilter oleh aroma ruangan Vanilla dan juga Lavender.
Setelah pesanannya diantar ke mejanya, Randall mulai memfoto kopinya dengan penuh sabar. Supaya ia dapat foto yang bagus untuk diposting di akun Instagram. Sesekali ia menyesap kopi dan kegirangan sendiri akibat rasanya yang enak.
"Gila aja." Randall mulai mengetik caption postnya, "cuma lima puluh ribu doang enak banget."
Saat Randall akan mengaduk kopinya, ia tidak sengaja mendengar percakapan dari para pria yang bergerombol duduk di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
loose steps | cheolhan
RomanceGian menyukai hidupnya sebagai single parent dari anak laki-lakinya. Pekerjaan yang stabil, akrab dengan keluarga dan rekan kerja, dan memiliki anak yang pintar sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Namun apa yang akan terjadi jika Samudera yang ba...